Aku menyambar kelereng dengan layar yang masih terpampang, bergegas memanggil Kanna. Richard dan Theo akhirnya mengikat Wei Johan. Tuan Damian dan Akintunde tampak sangat berharap pada kami sekarang. Dari ekspresi mereka tentang William sebelumnya, jelas mereka tak bermaksud untuk membunuh orang. Aku dan Kanna berkutat dengan layar hologram itu, memindai cepat program di dalamnya
“Kalian hanya punya waktu kurang dari setengah jam sekarang.” Wei Johan menunjuk dengan dagu timer mundur yang ada di layar hologram.
“Astaga, kenapa kau tega melakukan ini?!” Richard membentak Wei Johan yang terikat di depannya.
“Hei, aku berusaha membantu! Membantu menyingkirkan suku tak berguna! Mereka sama sekali tak bermanfaat untuk penduduk dunia. Mereka dipertahankan hanya untuk hidup, sangat tak relevan di dunia yang serba canggih ini!” Akintunde sekarang menendangnya wajahnya, satu lagi gigi tanggal dari mulut Wei Johan.
“Eh?” Wei Johan tertawa “Baru sekarang kau marah setelah berkali-kali kuhina?” Tawanya terdengar makin terhibur. Akintunde dan Richard kini sibuk mengawasi Wei Johan, juga pelayannya yang masih tak sadarkan diri.
Aku dan Kanna mengabaikan keributan itu. Theo mendekati kami, menanyakan apa yang bisa dibantu. Akinleye hanya bisa menunggu dengan cemas. Akinwole dan penduduk lainnya di seluruh wilayah suku masih bergeming dengan tatapan kosong. Mereka benar-benar diam seperti tak memiliki keinginan lagi. Pertama aku dan Kanna harus membuat program reverse untuk brainwash, lalu mencari cara untuk mengendalikan agar crown-virus tak diinjeksikan ke tubuh. Reverse brainwash bukan hal yang sulit karena bisa mengikuti program aslinya dengan sedikit modifikasi. Hanya perlu 10 menit bagi kami untuk menyelesaikannya. Masalahnya adalah bagaimana cara agar virus hasil rekayasa itu tak diinjeksikan ke dalam tubuh.
Beberapa detik kembali berlalu, tubuh-tubuh yang awalnya bergeming itu bergerak mengejutkan kami.
“Apa yang terjadi?” Kanna menoleh menatap orang-orang yang mulai berjalan perlahan.
Wei Johan kembali tertawa. “Mereka akan berjalan ke perbatasan Paria dan mati. Lebih mudah menjelaskan pada warga dunia bahwa suku Paria sudah berusaha mencari bantuan setelah diserang wabah, tapi ternyata tidak sempat. Sudah ada koordinat titik kumpul di alat itu. Yah, meskipun aku yakin mereka tak akan sampai kesana karena keburu mati di tengah jalan.” Tawa Wei Johan meluap-luap di akhir pernyataan, orang ini sungguh menyebalkan.
Akintunde menggeram, berusaha memanggil dan menahan Akinwole yang berjalan menjauh. Akinwole tak menjawab, masih tetap berjalan dengan tatapannya yang kosong. Akinleye juga berusaha memanggil-manggil para tetua tapi mereka juga tak merespon. Para penjaga juga seperti patuh meninggalkan tombak mereka, berjalan keluar ruangan satu persatu. Astaga, ini bahkan persis seperti di film-film zombie, hanya saja mereka dikendalikan dan tidak menyerang orang. Lebih buruk lagi karena mereka bisa kehilangan nyawa mereka sendiri, bergelimpangan tanpa sempat tahu apa yang terjadi. Sayup-sayup kami mulai mendengar tangisan anak-anak diluar sana yang kebingungan karena orangtua mereka tiba-tiba berjalan meninggalkan mereka dan tak merespon ketika dipanggil. Peristiwa ini tentu menjadi pemandangan yang mengerikan bagi anak-anak itu.
Kurang dari 10 menit sebelum injeksi. Seluruh penduduk masih berjalan menuju titik koordinat yang ditentukan. Aku dan Kanna semakin konsentrasi memecahkan dan memodifikasi program. Akintunde mengejar Akinwole, masih berusaha membuatnya tersadar.
“Percuma, kalian tak akan bisa menghentikan ini semua.” Wei Johan berteriak. Aku dan Kanna lagi-lagi mengabaikannya. Akintunde, Akinleye, dan Tuan Damian akhirnya menyerah. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan sekarang adalah menungguku dan Kanna. Menggantunggkan harapan mereka pada keberhasilan kami. Kanna sejenak menghentikan gerakan tangannya, tampaknya ada yang terlintas di kepalanya.
“Rhe, self destruction. Itu akan mematikan seluruh fungsi, membatalkan injeksi crown-virus, juga menghentikan giringan mereka untuk berjalan.”
“Astaga, aku bahkan belum bisa menyelesaikannya untuk proyekku sendiri, Kanna.” Aku mengingatkannya frustasi.
“Ayolah pasti ada cara. Ingat-ingat lagi, kau yang paling mengenal fungsi itu.” Kanna meyakinkan.