"Ada apa ini ribut-ribut?"
Tiba-tiba sudah ada pak Bagio berdiri di ambang pintu yang terbuka. Anak-anak di kelas yang tadi ribut bersorak-sorak langsung duduk kembali dan menutup mulut mereka rapat-rapat, melipat tangan di atas meja dan menundukkan wajah mereka dalam-dalam sambil berharap tidak akan terkena hukuman dari guru yang terkenal paling Killer se-SMA SATYA itu.
"Eh... Lo gimana sih jalannya!"
"Lo tuh yang gimana, ahelah... Minggir... Minggir...."
Kevin dan Riyan yang sejak tadi di depan kelaspun segera ingin kembali ke meja mereka masing-masing hingga membuat mereka berlari dan malah saling bertabrakan karena saking paniknya.
Setelahnya, suasananya pun kembali hening, horor, dan mencekam. Di depan kelas hanya tersisa Neta dan Gara yang tidak langsung duduk di bangku mereka masing-masing. Karena mereka tahu itu percuma. Anak-anak lain pasti akan mengatakan pada pria paruh baya itu kalo merekalah biang keributan di kelas XII IPS B ini tadi.
"Hemh... Kamu lagi!" Geram pak Bagio pada Gara.
Pak Bagio tidak akan lupa rupa anak laki-laki di hadapannya saat ini. Tentu saja beliau ingat. Sangat ingat malah. Gara adalah langganan di hukum karena karena kenakalannya.
"Belum kapok-kapok juga kamu?! Mau di hukum dengan cara apa lagi kamu? Hah....!" Seru Pak Bagio dengan suara membahana ke seluruh kelas hingga membuat murid-murid lain bergidik ngeri.
Sedangkan Gara hanya bisa tertunduk lesu, pasrah dengan hukuman apa lagi yang akan di terimanya hari ini. Lari puterin lapangan, sampai bersihin toilet pun Gara pernah rasain semua. Tapi sepertinya itu nggak pernah bisa membuat seorang Gara jera.
"Maaf pak, kali ini bukan salah Gara, tapi salah saya." Ucap Neta yang masih ada di dekat Gara dengan tiba-tiba.
Merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Gara yang sejak tadi menunduk kini berusaha mengangkat kepala dan menatap ke asal suara dengan heran. Kali ini tidak hanya Gara yang merasa heran. Melainkan anak-anak yang lain juga merasa heran. Neta nggak salah ngomong tuh? Neta nggak lagi salah minum obat kan?
Bagaimana bisa Neta tiba-tiba membela musuh bebuyutannya?
Tapi kenyataanya tetap tak ada yang berani mengeluarkan suara. Mereka hanya bisa menerka-nerka dalam pikiran mereka saja.
Tatapan Tania dan murid-murid yang lainya seolah terlihat sedang bertanya-tanya.
Ada apa dengan cinta?
Eh... Ralat, maksudnya, ada apa dengan Neta?
"Bukan pak, ini murni salah saya!" Sahut Gara segera.
"Bukan pak, ini salah saya, jadi hukum saya saja kali ini, Pak." Sahut Neta lagi.
"Jangan pak, hukum saya saja!"
"STOP!!"
Neta dan Gara langsung berjingkat kaget mendengar suara pak Bagio yang menggelegar. Begitu juga murid-murid yang lain.