“Kamu yang berisik semalam, cepat kemari!” Kuntara yang tengah berjuang melawan kantuk langsung terperanjat, tapi ia berhasil mengatasi kepanikan. Semua orang menatapnya. Awalnya ia bungkam, tapi sesuatu meyakinkan dirinya untuk bercerita panjang lebar mengenai terror yang terjadi tadi malam. Tapi bukannya mendulang rasa iba, ia malah jadi bulan-bulanan warga asrama.
“Besok-besok kalian jangan kebanyakan nonton film horror! Nih jadi kayak gini contohnya!” Kakak tingkat sangat puas mempermalukannya.
“Tetapi, Kak. Aku tidak bohong! Ada sesuatu yang mengerikan tadi malam di asrama! Rumor yang sering diceritakan! Aku mendengarnya semalam!” Kuntara memasang wajah penuh harap, bibirnya bergetar mencari pegangan. Ia memandang ke arah lapangan, dimana seluruh angkatan tengah menertawakannya. Tidak ada satupun dari mereka yang benar-benar peduli padanya. Atau pada sesuatu yang bergerak diam mengancam keselamatan semua warga asrama pada tengah malam.
Ia sadar di tengah gempuran persaingan ini, ia tidak harus terlihat menonjol. Ia tidak ingin ada lagi perpeloncoan seperti yang ia dapatkan dulu. Dengan tekad yang kuat ia ingin mengakhiri nasib. Tapi semua sama saja. Dimana pun ia berada, pembully selalu lahir mengintai. Dan para pembully itu lebih menyeramkan dari pada terror makhluk malam.
“Ga usah dipikirin Kun, kakak tingkat emang begitu kelakuannya!” Seseorang yang asing sedari tadi memperhatikan Kuntara lantas memeluk bahu seolah akrab. Laki-laki asing itu tersenyum lebar dan menjabat tangan tanda perkenalan. Tapi Kuntara tidak mendengar dengan jelas pengucapan namanya. Seolah dengung lebah yang menyerang telinganya. Sedikit yang bisa Kuntara tangkap adalah bahwa orang itu mengenakan pakaian yang berbeda.
“Aku percaya! Dan kamu pasti bisa mengatasinya!” laki-laki itu mundur menjauh sambil melambaikan tangan dan menghilang diantara tubuh lain yang sedang berdiri menahan terik matahari. Tapi Kuntara tidak terlalu menanggapi rayuan orang asing. Tidak ada yang bisa mengetuk hati Kuntara. Baginya semua orang hanya berbasa-basi. Maka Kuntara memilih bergabung dengan barisan.