Ruang Aula sempat riuh, karena salah satu penonton berteriak histeris dan menjalar ke yang lain. Mulai tidak bisa ditangani hingga dilarikan ke ruang kesehatan. Kakak panitia sigap sebelum kejadian itu merusak keseluruhan acara. Tubuh Kuntara ikut bereaksi, ia ada diantara penonton yang berteriak histeris. Tidak seperti yang lain, Kuntara kehilangan kesadaran. Tubuhnya tiba-tiba ambruk begitu pementasan itu berakhir. Hal terakhir yang Kuntara lihat adalah ia tidak sengaja bersitatap dengan makhluk yang serupa di dalam mimpinya.
Tepat sebelum Kuntara jatuh pingsan. Kuntara sempat diperingatkan oleh seseorang yang berdiri di sampingnya. “Sebaiknya kamu jangan mencari perhatian mereka, Kuntara!” Laki-laki sok akrab itu juga jadi perwakilan di prodi nya. Berbaris bersama di tengah panggung saat diberi kalung simbolis. Kuntara melirik orang itu tapi ia memasang wajah seolah-olah tidak bertanya apapun dan menatap lurus ke depan panggung utama.
Sesuatu muncul di tengah bangku penonton. Asap hitam meliuk dan merasuki salah satu mahasiswa. Tubuhnya seketika terangkat dan melayang di udara. Kedua tangannya terbentang dan tubuhnya berputar menyebabkan udara bergerak mengikuti porosnya. Bangku-bangku bergerak, semua orang berteriak. Kuntara tercekat hampir terjatuh sebelum laki-laki yang namanya sulit didengar itu memegang punggungnya.
“Jangan gegabah Kuntara, kendalikan dirimu. Jangan membuat makhluk itu menyadari kalau kamu bisa melihatnya!” Kuntara sulit diarahkan. Ia hampir berteraik. Mau tidak mau laki-laki itu memegang pundak Kuntara dengan sangat kuat. lalu mengucapkan sesuatu yang tidak dimengerti.
“Apa kamu melihat yang aku lihat? …”
Laki-laki yang namanya tidak jelas itu dengan cepat memegang kepala Kuntara lalu memelintir lehernya hingga ambruk di tengah penonton. Semua orang berhambur mendekati Kuntara. Panitia panik dan memberi tanda untuk meminta jeda.
--
Kuntara siuman, ia sudah ada di kamar asrama. Ia merasakan sakit di bagian tengkuk dan leher. “Apa tadi sesuatu terjadi padaku? Oh, bagaimana pertunjukan teater itu?!” Kuntara benar-benar tidak bisa mengingatnya. “Dan bagaimana aku bisa sampai disini, jelas-jelas aku tadi tengah melihat pertunjukan itu?”
“Kamu pingsan saat naik panggung. Kamu sungguh tidak tahu ingat?”
Kuntara hanya menggeleng pelan.
Kuntara. Ada yang menarik dari anak ini. Semenjak lahir ia bisa melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain. Anak ini didiagnosis mempunyai daya hayal atau teman imajiner. Namun ternyata tahun demi tahun perilakunya tidak berubah, malah semakin parah.
Penglihatan ini muncul sejak ulang tahunnya yang ke empat belas. Tengah malam di hari ulang tahun; ia dikagetkan dengan perayaan besar-besaran dari sepupu. Mereka membuat sesuatu yang menakutkan saat tengah malam. Niat untuk memberi kejutan, tapi sesuatu yang fatal membuat Kuntara diungsikan ke rumah sakit.
Kuntara kecil belum sepenuhnya sadar kala itu, ia terlihat kejang-kejang dan menunjuk-nunjuk sesuatu di dinding kamar. Mata visualnya terbuka lebar. Karena yang ia lihat adalah sosok kurus dengan tubuh setengah terbakar. Makhluk serupa kekek tua itu mendekatinya perlahan, menggerayangi tubuhnya dan memamerkan belatung yang keluar dari sisa daging dan pori-pori yang menganga besar, padat dan bergeliat. Sepanjang malam, setan itu nemplok di dinding dengan kepala memutar dan tersenyum menyeringai.