PARAICON

Agus Sutisna
Chapter #7

Part Two - Tengkorak Kuda (3)

Terjadi kekacauan di asrama setelah terdengar suara gaduh tengah malam dan lebih menakutkan. Mata saling terbuka. Semua orang dibuatnya tersiksa. Mereka hanya bisa menunggu pagi. Dan tidak seperti biasanya, pada pagi harinya tercium aroma benda yang terbakar, sehingga mau tidak mau semua orang keluar dari kamar.

 “Kak Juh, buka pintunya. Cepat yang lain sudah bangun!” Kuntara berusaha keras memperingatkan kakak tingkatnya. Sementara semua orang sudah di lorong, saling bertanya tentang bau dan khawatir terjadi kebakaran.

“Ngapain kamu pagi-pagi sudah tantrum di depan kamar orang, hah?” Juhari dengan muka menyebalkan mendekati bibir pintu. Matanya masih setengah terbuka. Dan seperti biasa, ia tidak mengenakan pakaian lengkap. “Sana kembali ke kamar! Ganggu aja lagi enak-enak tidur juga!”

“Bangun Kak, Ayo keluar!” Anak itu segera menutup pintu kamar dan menggenggam tangan Kakak tingkatnya. Melihat tangannya dipegang begitu; Juhari menepis.

“Ada apa sih? ‘Kakak-kakak’ melulu, Aku tidak berselera bermain denganmu. Dasar bocah kekanak-kanakan!” Juhari mengerling mata dan melihat sepanjang lorong penuh dengan warga asrama yang tengah panik melihat asap tebal keluar dari kamar Rio.

Sepertinya bau benda terbakar juga dari sana. Tidak ada yang berani bertindak. Semakin dekat baunya makin menyengat dan membuat mual. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, selain menunggu kedatangan kepala asrama. Sementara suara teriakan menyakitkan terdengar pilu dari dalam.

“Kita dobrak saja, Kun!” Juhari menutup hidung dengan pakaian. Ia mengalihkan perhatian orang-orang. Dan meminta ruang.

“Kita tunggu mas Pandji. Dia punya kuncinya!”

“Darurat ini darurat! Siapa tahu asap akan bertambah besar! Awas jangan halangi aku!” Juhari tipekal orang yang berpandangan terlalu jauh ke depan. Lebih tepatnya mampu memprediksi hal buruk terlebih dahulu daripada yang sisi baiknya.

“Kuntara minggir!”

Juhari menendang pintu kamar Rio yang terkunci dari dalam. Ia sudah yakin akan jadi seorang pahlawan. Tapi, “Aduh! Sakit!” rintihnya. Tubuhnya menolak dan terjungkal beberapa langkah. Ia penasaran dan kembali mendobrak dengan badannya. Tapi lagi-lagi terpental. “Tidak mungkin aku kalah dengan pintu itu!”

“Rio bertahanlah!”

Lihat selengkapnya