Semua orang yang berhubungan dengan Rio dan Dokter Aswat diperiksa oleh kepolisian setempat. Tidak terkecuali Kuntara. Namun anak itu tidak banyak bicara. Jiwanya kembali terusik. Tidak ada satupun kalimat yang keluar dari mulutnya.
Jasad Dokter Aswat ditemukan oleh mahasiswa biologi yang tengah melakukan tour hutan sekitar kampus. Dengan kondisi jasad yang tidak utuh diperkirakan dokter aswat diterkam binatang buas. Namun pihak kepolisian belum bisa mengungkap terlalu banyak karena tempat kejadian perkara yang sudah rusak oleh hujan dan licak tanah kaki warga kampus. Sementara kasus Rio diperkirakan menjadi korban lainnya.
“Sudah aku duga dari dulu. Semua kejadian mengerikan yang menyerang warga bermula dari asrama itu!” Salah satu anggota kepolisian berbisik terdengar oleh Juhari sewaktu tengah mengobservasi tempat kejadian perkara.
“Peristiwa mengerikan ini bukan kali pertama terjadi di kampus ini. Dua pulu tahun lalu ada peristiwa yang serupa. Saat itu kami masih bocah seusiamu.” Juhari nampak terlihat kaget begitu salah satu polisi melihat gelagat Juhari yang mencurigakan. “Kami masih mencari sumber dan bukti yang kuat dengan apa dan kenapa banyak warga yang tewas dengan cara yang mengenaskan!”
“Aku baru tahu jika ada kejadian seperti itu? dan tidak ada informasi mengenai hal itu? kami belajar di kampus dengan aman. Baru kali ini saja terjadi.” Jelas Juhari tidak percaya dengan semua itu. “Itu yang aku tahu.”
“Sudah berapa lama kamu tinggal di asrama?”
“Ini tahun ketiga aku belajar di kampus. Aku tinggal di asrama lantai tiga.” Juhari menunjuk jendela kamar yang terbuka. Terlihat seseorang tengah berdiri menatapnya.
“Saya harap kamu jaga diri. Kami sudah mengintruksikan kepada kepala asrama untuk memperketat keamanan dan aktivitas di malam hari. sebagian personel keamanan akan terus menyisir hutan sekitar kampus.”
“Apakah benar yang melakukan semua ini adalah binatang buas?”
“Dari jejak dan bekas gigitan di dada dokter Aswat bisa dipastikan itu serangan binatang buas. Tapi kami belum bisa mengarahkan secara pasti. Kalau ada yang ingin kamu sampaikan, ceritakan sekarang!”
Juhari hanya diam. Ia sekalipun tidak pernah melihat ada yang janggal. Kecuali rumor yang ia buat untuk menakuti anak-anak baru.
Rumor mengerikan di asrama sebenarnya sudah ada jauh sebelum angkatan Juhari menempatinya. Namun tidak pernah ada satupun yang membuktikan rumor itu. Karena konon orang yang terkena rumor hantu yang berlari itu, tewas mengenaskan sebelum ia bercerita. Mereka menyebutnya Kutukan Tengah Malam. Kejadiannya terlalu acak. Sehingga tidak dapat dipastikan apakah setiap kejadian berhubungan dengan rumor itu atau tidak. Namun sekali lagi, hanya Juhari yang tidak pernah percaya hal tersebut. Bukan salahnya, tapi memang ia tidak melihat atau merasakan apapun sebagaimana yang dirinya ceritakan atau orang ceritakan.
“Kalau begitu saya pamit, Pak! Selamat bertugas!” Juhari melirik terakhir kali ruang kesehatan yang kini terbentang garis polisi. Ia sendiri tidak pernah mengenal benar siapa dokter Aswat karena sepanjang ia tinggal di asrama, kartu kesehatannya tidak pernah ia gunakan. Terakhir bertemu saat mengantar Kuntara yang pingsan di panggung teater.