Kuntara terbaring di atas ranjang ruang periksa, ia belum sadar. Tapi, tubuhnya berhenti menggigil. Demamnya mulai turun. Ototnya melemas. Ia tebaring lemah. Juhari menungguinya malam itu di ruang inap dokter jaga. Juhari mendengarnya menyebut kerbau dan mengigau hal-hal yang tidak ia paham.
“Dok, sebenarnya apa yang terjadi? Dia ini sakit apa?”
“Biarkan ia istirahat dulu, hasil analisis akan segera diketahui. Atau barangkali kamu mau menemaninya malam ini di ruang kesehatan?” Juhari mengangguk. Dokter jaga memberi ruang bagi Juhari untuk menginap.
Selama ia menunggui adik kelasnya, Ia mencari tahu di gawai tentang penyakit yang mungkin diidap oleh adik kelasnya. Diantaranya adalah efek dari serangan jantung bawaan sebagaimana surat keringanan dan pengakuan Kuntara.
Sementara di dimensi yang lain. Di dalam ingatan Kuntara. Ia masih berada di asrama. Masih di lorong yang sama. Ingatannya sadar jika di ‘Asrama mana ada kerbau. Dan kerbau mana ada yang bisa menariknya. Bayangan aneh-aneh semakin nyata. Ia teringat cerita mistis lokal tentang penampakah hantu yang serupa binatang. Apakah icon roh binatang ini yang namanya Behehe?’ Manusia berkepala kerbau.
Kuntara pantang menyerah. Ia masih berjuang melindungi dirinya dari serangan hewan besar itu. Benar-benar sesuatu yang besar. Hembusan hidung makhluk mistis terasa panas, sejelas ia menggenggam dinginnya lantai. Hewan mistis itu seolah ingin menggilas tubuhnya.
‘Kuntara cepat bangun!’ Teriak Juhari di dalam dimensi lain itu menyodorkan tangan.