Saat aku menulis cerpen ini di luar sedang mendung. Sejak pagi sudah mati lampu. Jadi siang ini aku pun dalam kamar agak kegelapan, hanya di soroti cahaya dari laptop yang berpendar. Kayaknya sebentar lagi hujan angin akan datang seperti kemarin. Awan gelap sudah menggantung berwarna hitam. Angin berputar membuat hati ini tersemat rasa takut kalau saja terpaannya membuat atap rumahku terangkat.
Kutulis saja apa yang pernah terjadi dalam hidupku. Sebuah rahasia keluarga turun temurun, yang mungkin baru saja kusadari kalau aku juga korban dari kebodohan nenek moyangku. Mungkin aku terlalu ekstrim mengatai mereka bodoh, tapi tidakkah kebodohan salah satu jalan masuknya setan untuk menyesatkan manusia agar hidupnya hancur atau bahkan kehilangan nyawa sekalipun. Itulah yang diinginkan oleh setan. Tipu dayanya halus bahkan orang pintar dan berilmu pun bisa digoda dan akhirnya tergelincir olehnya. Apalah aku yang tak punya ilmu apa-apa dengan kondisi iman yang juga turun naik.
Berawal dari pagi itu aku baru saja datang di sekolah. Kuparkir sepeda motor revo milikku di bawah pohon mangga seperti biasa. Hari senin pagi itu aku terlambat lagi tidak ikut upacara. Sengaja, karena memang di rumah tadi perutku tiba-tiba mules dan membuatku keluar masuk WC. Anak-anak sudah bubaran berjalan menuju kelas masing-masing siap untuk mengawali aktivitas belajar.
Kulihat di depan teras kantor sedang ribut beberapa siswa dan guru membantu beberapa anak yang pingsan dan sakit ketika upacara berlangsung. Entah seperti sebuah insting, langsung saja kudatangi dan kulihat. Kupikir anak yang pingsan ini sedang tidak dalam kondisi pingsan yang biasa.
"Ada apa ini?" tanyaku pada anak-anak yang berkerumun
"Si Tika sakit bu, tadi pingsan pas upacara," jawab seorang murid yang menyangga tubuh si Tika.
Bukan maksud aku sok bisa. Kubacakan Al Fatihah, kutiupkan di telapak tanganku, lalu kuusapkan ke wajah Tika. Sontak tubuhnya mengejang lalu mengamuk. Aduuuh! Kesurupan lagi. Benar perkiraanku. Tangannya membentuk simbol satanic, wah agak berat ini. Bismillahi tawakaltu 'alallah semoga proses menyadarkannya mudah, tapi ternyata perlu ekstra tenaga buat memeganginya.
"Bu aku minta bawang," ucap Tika
Ah aku tahu itu bukan Tika.
"Gak mau, kalau mau ambil sendiri," balasku.
"Bu, carikan aku minyak Fanbo," mintanya lagi.