Kereta melambat. Wajah Neo masih rapat di jendela. Sedari tadi dia banyak melihat tempat-tempat yang tak dikenalnya. Seperti stasiun kereta kecil yang mulai mendekat. Neo cek nama stasiun itu di catatan yang dia dapat dari orang yang masih misteri buatnya. Tampaknya di stasiun itu Neo harus turun.
Kereta berhenti cuma sebentar. Hanya tiga orang turun di stasiun. Stasiun yang sepi seperti mati. Neo melihat catatannya lagi. Dia harus mencari halte bis di dekat situ.
Hampir setengah jam Neo duduk sendiri di halte reot. Hanya beberapa mobil tua lewat di depannya. Sampai sebuah bis kota muncul di ujung jalan. Nomor yang tertera di kaca depan sesuai catatan Neo. Tidak ada yang turun dari bis itu. Saat Neo naik, hanya lima penumpang di dalam bis. Neo duduk di bangku belakang. Di depan, beberapa bangku tempat duduknya sudah tidak ada. Seorang kondektur bergigi tonggos mendatangi Neo. Beberapa uang receh Neo keluarkan untuk membayar.
“Terminal Bawah masih jauh Mas?” Neo bertanya.
“Sudah dekat. Tunggu saja sampai bisnya berhenti.” Kondektur itu mengira Neo bukan orang sini.
Neo mengecek lagi catatannya.
“Mau kemana?” tanya kondektur yang masih berdiri di dekat Neo.
Neo menyerahkan catatannya ke kondektur, karena dia merasa tak bisa menjelaskan.
“Mau ke sekolah paranormal?” Kondektur itu mengembalikan catatan Neo. “Dari Terminal Bawah naik bis kota lagi ke Tanah Hitam. Terus naik colt. Jam lima sore biasanya colt-nya sudah nggak ada.”
Neo belum sempat berterima kasih saat kondektur itu berjalan ke depan. Tapi Neo jadi sedikit lega karena bagaimanapun dia masih asing berada di situ. Sekilas Neo lihat kondektur berbincang dengan penumpang di depan. Sepertinya mereka membicarakan Neo karena orang yang diajak bicara kondektur sempat menoleh ke belakang melihat Neo sambil tertawa seperti mengolok. Lalu sayup Neo mendengar mereka berulang kali menyebut kata : sekolah abnormal.
Bis menepi. Neo merasakan bau amis menusuk. Gerombolan orang masuk bis menenteng banyak bawaan. Bis ternyata berhenti mengambil penumpang di sebuah pasar tradisional. Di luar Neo melihat pasar yang becek, penuh pedagang penjual ikan. Bis jalan lagi ketika penumpang penuh. Tak sampai sepuluh menit, sebuah terminal kecil terlihat di depan. Neo turun di sana dan harus berganti bis.
Bau amis masih tercium di udara. Laut bisa terlihat di ujung terminal. Juga kapal-kapal nelayan yang tersandar di atas pasir. Neo mencari bisnya di antara angkutan umum yang mengantri. Dia harus menghindari lubang-lubang di aspal terminal. Hingga saat menemukannya, bis itu sudah akan berangkat. Dengan beban ransel di punggung, Neo berlari mengejarnya.
Perkampungan nelayan terlihat dari dalam bis. Tiga orang berdiri termasuk Neo yang tak berhenti memandang keluar jendela. Lalu bangunan gudang dan pabrik mulai tampak. Neo harus mengeratkan pegangannya setiap kali bis melewati lubang-lubang besar di jalan. Tidak banyak kendaraan yang lewat. Hanya beberapa kali bis berpapasan dengan truk-truk besar.
Saat jalan lengang, tiba-tiba bis berhenti. Neo baru sadar banyak orang di luar. Mereka semua berkerudung sarung ninja. Ramai-ramai mereka menghentikan bis. Beberapa orang bersarung ninja itu masuk dari pintu depan dan berteriak-teriak kasar. Mereka meminta penumpang menyerahkan barang bawaannya sambil mengacungkan senjata tajam. Terlintas di pikiran Neo untuk cepat keluar dari bis karena posisi berdirinya tak jauh dari pintu belakang. Tapi tanpa berbalik pun Neo bisa lihat banyak orang bersarung ninja di belakang. Mereka membawa golok, pisau, clurit dan kampak.