Paranormal Academy

Mohamad Novianto
Chapter #9

Hari Pertama di Paranormal Academy

Neo menghitung ada 20 bangku. Dua bangku di belakang kosong. Dia ada di ruang kelas, duduk di belakang Vio. Vio yang menyuruhnya duduk di situ. Juga menyuruh Jet dan Jag bergeser ke belakang. Posisi Neo di baris paling kiri. Tapi perhatiannya tertuju ke bangku paling depan di baris paling kanan. Karena Ceri ada di sana. Anak berkulit pucat berambut merah itu tampak telah siap menunggu guru datang. Neo sengaja memutar pandangannya. Hingga dia dapat melihat lagi mata yang bening itu.

           Neo menggeser pandangannya ke belakang. Ada anak perempuan memakai jaket kulit. Rambutnya sepunggung, bagian depannya putih, seperti dicat warna putih. Neo jadi ingat salah satu superhero wanita kelompok X-men di komik Marvel. Lalu persis di sebelah Ceri, ada dua anak perempuan duduk di satu bangku. Neo pun harus menahan rasa kagetnya saat sengaja menembuskan pandangannya melewati bangku-bangku. Dari perut ke atas, anak itu terlihat dua orang. Tapi perut ke bawah mereka satu. Neo pernah baca berita tentang bayi lahir kembar siam. Tapi yang ini sudah besar.

           Lalu Neo lihat di bagian belakang ada anak yang kulitnya sangat hitam. Di belakangnya lagi ada anak yang sangat tinggi. Lalu ada anak yang mulutnya selalu komat-kamit. Ada anak yang tidur di bangku. Selebihnya banyak anak memakai baju putih dan berdasi hitam seperti yang dipakai Vio dan Jet.

           Tak berapa lama seorang guru wanita masuk. Umurnya sekitar 50-an. Rambutnya digulung ke atas. Garis-garis wajahnya tegas, setegas sikapnya. Spontan ruang kelas jadi hening. Tapi dia hanya sebentar berdiri di depan. Begitu melihat Neo, wajahnya berubah heran. Lalu dia mendekat ke bangku Neo.

           “Kamu anak baru?” suaranya tegas bertanya pada Neo.

           Neo yang masih kaku hanya bisa mengangguk.

           “Dia tinggal di rumah saya. Dia anak pembantu di rumah.” Vio menyela. Dia sengaja bohong. “Dia punya kemampuan lebih, makanya saya suruh sekolah di sini.”

           Guru itu pun menghampiri Vio,

           “Dengar ya nona! Bukan berarti kamu anak donatur sekolah ini, kamu dapat berbuat seenaknya.” Wajah guru itu bertambah galak. “Semua ada prosedurnya. Saya kepala sekolah di sini. Saya punya kewajiban memastikan semua peraturan di sekolah ini dijalankan dengan benar.”

           Vio hanya diam. Dia terlihat tak suka tapi berusaha pasrah.

           Lalu guru itu beralih ke Neo, menyuruh Neo mengisi data administrasi di kantor usai jam sekolah. Juga memerintah Neo maju ke depan kelas untuk memperkenalkan diri. Suara Neo terbata di depan anak-anak yang belum dikenalnya. Sebenarnya lebih karena Neo merasa malu. Entah kenapa dia harus mengakui cerita bohong Vio. Anak-anak di depan Neo mengenalnya sebagai anak pembantu. Apalagi Neo bisa lihat, Ceri selalu memperhatikannya.

 

           Sebelum memulai pelajaran Dasar Dasar Metafisika, guru itu meminta murid-murid memperhatikan benar berita yang akan disampaikannya. Karena mulai hari ini murid-murid dilarang keluar pagar sekolah. Ada berita tentang ditemukannya mayat tak dikenal tak jauh dari Hutan Ular. Polisi sedang mengusutnya. Murid-murid diminta waspada. Karena bisa jadi hal ini berhubungan dengan pihak-pihak yang tidak suka dengan Paranormal Academy.

 

           Jam 2 siang, Neo selesai dengan kertas-kertas isian data dirinya. Dia mencari meja kepala sekolah untuk mengembalikan kertas-kertas itu. Saat kebingungan di ruang guru, Neo bertemu Bu Sari. Ibu itu terlihat lebih muda dan segar, tersenyum, menyapa Neo duluan. Dia pun menunjukkan ruang kepala sekolah, Bu Raihan.

           “Semoga kamu betah disini ya Neo,” kata Bu Sari sebelum meninggalkan Neo.

           Neo mengangguk, mengucapkan terima kasih pada ibu dengan kulit pucat yang baik itu. Neo jadi teringat Ceri.

           Kertas-kertas itu sudah Neo letakkan di meja Bu Raihan. Tapi sebelum beranjak, sekilas dia lihat pintu ke ruang sebelah. Seorang ibu dan anaknya terlihat disana sedang sibuk dengan lembar-lembar isian seperti yang tadi Neo isi. Neo sengaja menembuskan pandangannya ke tembok. Hingga dia bisa leluasa melihat betapa anak itu masih kecil. Anak seumur itu harusnya masuk sekolah dasar. Tapi bukan itu yang lebih jadi perhatian Neo. Ibu anak itu dengan telaten menemani anaknya. Neo jadi ingat ibunya.

           “Apapun kelebihan kamu, dalam menggunakannya, tetaplah memakai etika.” Suara Bu Raihan di belakang mengagetkan Neo. “Belajarlah memanfaatkan kekuatanmu dengan bijaksana.”

           Neo jadi merasa bersalah. Berarti Bu Raihan tahu saat dia menggunakan kemampuannya. Seperti juga Bu Sari. Neo lalu minta maaf dan cepat-cepat meminta diri.

 

           Pedestrian yang Neo lewati penuh pohon rindang di kanan kiri. Neo sedang menuju gedung sains karena Vio ada di sana. Ada pertemuan pengurus kelas. Vio adalah bendahara kelas. Neo harus menunggu Vio, karena dia pulang bersama Vio. Neo jadi merasa seperti anak pembantu. Pernyataan Vio tadi pagi yang didengar seluruh kelas masih terngiang di telinganya.

           Dari jauh terlihat lima anak berjalan ke arah Neo. Jet dan Jag ada disana. Jag dan anak yang mulutnya selalu komat-kamit sedang memapah anak yang dari pagi di kelas tidur terus. Satu lagi anak perempuan kembar siam. Tapi kakinya yang hanya sepasang itu terlihat bisa berjalan normal walau harus menopang dua badan.

           Sesampai mereka di persimpangan, hanya Jet yang berjalan menghampiri Neo. Yang lain berbelok ke arah lain. Seperti biasa, masih dengan kaca mata hitamnya, Jet cengar-cengir saat bertemu Neo.

           “Mereka mau kemana?” Neo langsung bertanya sembari masih memandangi Jag dan tiga anak lain di kejauhan.

           “Pulang ke asrama,” jawab Jet. “Anak-anak pindahan JIPA menyebut mereka freak.”

“Maksudnya?”

“Ya… Anak-anak aneh.”

           “Anak pindahan JIPA itu yang memakai kemeja putih dan dasi hitam?”

           Jet mengangguk.

           “Kamu kan juga pindahan dari JIPA?” sergah Neo.

           “Ya, tapi aku nggak seperti mereka. Aku dan Vio punya prinsip yang berbeda dengan anak-anak JIPA lainnya.” Kali ini wajah Jet serius.

           “Anak itu kembar siam ya?” Neo menunjuk anak perempuan berbadan dua yang sudah berjalan jauh bersama Jag dan yang lain.

           “Iya. Namanya Mimi dan Mitu. Dia adik angkatnya Jag. Mereka memang punya kelainan. Tapi dengan begitu, potensi tenaga dalamnya paling besar dari semua yang sekolah di sini. Dan itu nggak ada yang tahu.” Jet menjelaskan.

           Neo manggut-manggut, masih memandangi anak kembar siam dari kejauhan. Dua anak itu, Mimi dan Mitu, punya wajah yang susah dibedakan. Dua-duanya berwajah imut. Seperti anak kecil. Rambutnya sama-sama dipotong pendek sebatas leher. Freak atau anak aneh. Neo pernah merasakan itu. Tapi kini Neo tersadar, bahwa dirinya tidak cacat seperti Mimi dan Mitu.

Lihat selengkapnya