Paranormal Academy

Mohamad Novianto
Chapter #11

Misteri Ransel Biru

Hari ini seorang murid bernama Pato resmi keluar dari Paranormal Academy. Dia dijemput orang tuanya untuk kembali ke Jakarta.

           Neo, Vio, Jet dan Jag berkumpul sebentar di gedung olah raga usai jam sekolah. Vio membocorkan pembicaraan di rapat pengurus kelas tadi. Prita dapat berita dari ibunya tentang mayat di Hutan Ular. Polisi menginformasikan mayat itu anak laki-laki belasan tahun, tidak beridentitas dan belum ada warga yang mengaku kehilangan anggota keluarga. Dugaan sementara, anak itu dibunuh gerombolan penjahat di daerah kumuh dan mayatnya dibuang di Hutan Ular supaya tak bisa ditemukan orang. Banyak ular yang akan memangsanya bulat-bulat. Sebelum berpisah, sambil berkelakar, Vio memperingatkan info ini sifatnya rahasia. Seperti halnya Bu Raihan memperingatkan Prita. Dan Prita memperingatkan para pengurus kelas.

           Saat di area parkir, Neo tidak melihat Ceri dan Dru. Motor bebek tua mereka terlihat parkir di pojok. Biasanya Neo sering curi pandang. Dan setelah itu Neo tahu, dari jauh mata bening Ceri selalu menatapnya lama.

           Di mobil, Vio melanjutkan pembicaraan tentang mayat di Hutan Ular. Menurut Prita, Bu Raihan punya versi sendiri yang beda dengan informasi polisi. Mayat itu sengaja ditaruh di sana oleh kelompok yang tidak suka dengan keberadaan Paranormal Academy untuk memberikan citra buruk. Diharapkan pihak berwenang akan menutup sekolah ini seperti yang terjadi pada Jakarta International Paranormal Academy.

           Neo sedikit tak fokus dengan cerita Vio. Karena hari ini dia tidak melihat Ceri di area parkir. Tapi tiba-tiba pandangan Neo terseret ke suatu tempat. Menembus batang-batang pohon. Neo tercekat. Batang-batang itu bergerak begitu cepat. Hingga pandangannya berhenti di tumpukan daun kering.

           “Neo, kamu kenapa?” Vio cemas melihat Neo.

           “Nggak apa-apa,” kata Neo. Dia berusaha terlihat baik-baik saja.

           “Berhenti sebentar!” kata Neo tiba-tiba. “Minggir disini!”

           Vio bingung. Tapi dia suruh Pak Udin meminggirkan mobil.

           Neo berlari keluar mobil dan masuk ke gugusan pohon Hutan Ular. Langkah Neo cepat menembus perdu di depannya. Pandangannya tadi menuntunnya ke suatu tempat. Dia mengikuti jalur yang tadi ada dalam penglihatannya dan tak menghiraukan banyak ular melintas di atasnya. Hingga tanah yang diinjaknya menurun. Neo kehilangan keseimbangan. Tubuhnya bergulingan jatuh ke bawah. Dia terjerembab di tempat penuh tumpukan daun kering. Neo berusaha bangun. Badannya pegal-pegal. Ada sedikit lecet di tangan dan wajahnya. Neo lihat sekelilingnya. Pohon-pohon lebat mengitarinya. Daun-daun kering bertumpukan di bawah. Ini tempat tadi pandangannya berhenti. Seekor ular keluar dari tumpukan daun dan menyelinap ke salah satu batang pohon. Neo mundur sejengkal. Bisa saja masih banyak ular meringkuk di bawah sana. Neo menembuskan pandangannya ke bawah daun-daun itu. Dia memeriksa kalau saja ada ular yang sewaktu-waktu bisa menggigitnya. Tapi sejauh ini dia tak menemukan seekor pun. Justru di pojok dia lihat sebuah benda tergeletak. Pelan Neo maju dan mengambil benda itu setelah menyingkirkan daun yang menimbunnya. Sebuah ransel warna biru. Sepertinya ransel itu belum lama tergeletak di situ. Mungkin karena benda ini, pandangannya tadi terseret ke sini. Apakah karena mereka sedang membicarakan mayat di Hutan Ular, Neo tak tahu.

Neo menjinjing ransel itu. Secepatnya dia ingin keluar dari situ setelah beberapa kali melihat ular. Pandangannya yang menembus batang-batang pohon, membuat dia tahu arah menuju jalan aspal. Neo mengambil jalan memutar. Tidak melewati tanah landai yang membuatnya jatuh tadi. Dia masih ingat nasehat Bu Sari untuk tetap tenang jika ada ular melintas. Hingga dia sampai di jalan aspal. Mobil Vio terparkir agak jauh di sana. Vio di luar, tampak cemas menunggu di tempat Neo tadi masuk ke hutan. Tapi saat Neo hendak memanggil Vio, tiba-tiba badannya lemas. Penglihatannya berkunang-kunang. Kakinya kesemutan. Ini seperti saat-saat dia akan melihat ibunya lagi. Tapi sebelum kesadarannya benar-benar hilang, sesuatu menabraknya keras dari belakang. Neo tersungkur ke aspal. Dia tak sadarkan diri.

***

           Neo membuka matanya. Dia terbaring di kamar di rumah Vio. Vio duduk di sebelahnya. Wajahnya cemas.

           “Apa yang kamu rasakan Neo?” tanya Vio pelan.

           Neo berusaha duduk. Dia memeriksa badannya, mencoba merasakan sesuatu.

           “Cuma lemes aja,” kata Neo.

           Neo heran. Bahkan luka yang dia dapatkan saat jatuh di tumpukan daun kering sudah tidak ada. Dan dia baru sadar, bajunya sudah diganti.

           “Apa yang terjadi?” tanya Neo.

           “Kamu tadi aku lihat seperti orang mau pingsan di jalan. Terus Ceri dan Dru naik motor. Mereka dari tanjakan. Nggak lihat kamu ada di tengah jalan. Ceri lagi belajar motor sama Dru. Dia kaget dan nabrak kamu.” Vio menjelaskan.

           “Ceri?” guman Neo. “Tapi…” Neo memandangi Vio. Dia masih heran kenapa sekarang cuma merasa lemas saja.

           “Ceri itu punya kemampuan menyembuhkan orang. Lukamu tadi parah banget. Darahmu keluar banyak banget. Ceri yang menyembuhkanmu.”

           Lama Neo termenung. Dia masih tak percaya Ceri menyembuhkannya. Lalu dia ingat ransel biru yang ditemukannya.

           “Ransel itu?” Tanya Neo.

           “Kenapa tiba-tiba kamu lihat ransel itu di hutan?” Vio balik tanya.

           “Entahlah. Mungkin ada hubungannya sama mayat di Hutan Ular.” kata Neo sekenanya.

           Lalu Neo dan Vio saling berpandangan.

 

           Di ruang baca, lama Neo dan Vio memandangi ransel biru di tengah meja.

           “Kamu tahu apa isinya Neo?” tanya Vio.

           Neo mengangguk. Alisnya berkerut. “Ada baju... Ada buku…”

           Vio pun tak sabar membuka ransel itu. Ada beberapa t-shirt, celana jeans, celana dalam pria.

           “Ini semua baju buat anak cowok,” kata Vio.

           Neo dan Vio berpandangan lagi. Mereka tegang. Baru tadi siang mereka dapat berita mayat di hutan ular itu mayat anak laki-laki belasan tahun. Di antara tumpukan baju itu ada buku kecil. Dengan tegang, Vio mengambil buku itu dan membukanya. Neo ikut melihat isinya. Catatan sekumpulan alamat. Nama-nama yang tertulis seperti nama asing. Alamatnya pun kebanyakan di Singapura. Yang lainnya kota-kota yang Neo dan Vio tak tahu. Tapi di lembar terakhir, tertulis dengan tulisan yang buru-buru : Violeta Akitafani – Jakarta International Paranormal Academy.

           Vio duduk di kursi. Buku kecil itu masih di tangannya. Ransel itu mungkin berhubungan dengan mayat di hutan ular, mungkin juga tidak. Tapi jelas-jelas nama lengkap Vio tertulis di buku itu.

Lihat selengkapnya