Paranormal Academy

Mohamad Novianto
Chapter #15

Cintaku di Paranormal Academy

Hari ini Hari Sabtu yang ditunggu-tunggu Neo, Vio, Jet dan Dru. Sekolah libur, hanya ada ekstra kurikuler. Tapi sejak pagi masih menyisakan dingin, berempat mereka sudah ada di depan gedung asrama guru. Karena dari jauh Jag sudah terlihat di pintu kaca. Dia berdiri di depan Bu Raihan. Wajahnya tekun mendengarkan wanita itu. Setelah mencium tangan Bu Raihan, baru dia membuka pintu. Jag memakai baju dan celana putih. Wajahnya masih menunduk saat beberapa langkah berjalan. Tapi begitu tahu Neo dan yang lain sedang menunggu, senyum lebar tersungging di wajahnya. Di saat-saat baru keluar dari pengucilannya, dia tak menyangka akan disambut teman-temannya.

           Neo yang menghambur duluan menyambut Jag. Neo melompat dan memeluk Jag erat. Lalu Vio, juga Jet. Jet membawakan topi Jepang kesukaan Jag. Dengan riang, Jag langsung memakainya. Dru mengulurkan tangannya pada Jag. Mereka pun berjabat erat. Sorot mata Dru mengisaratkan bagaimana dia begitu berterima kasih pada Jag. Betapa tak bisa dibayangkan, apa jadinya Dru jika tidak ada Jag saat peristiwa di pertigaan. Hingga spontan Dru tak bisa menahan dirinya untuk memeluk Jag. Pagi ini Neo melihat pemandangan yang unik. Seorang Dru dan seorang Jag. Dua karakter yang susah dibayangkan sampai mereka bisa berpelukan. Tangan Jag yang berbulu menepuk-nepuk punggung Dru yang berjaket kulit. Jag berusaha menahan air matanya keluar. Baru kali ini perasaannya yang datar selama hidupnya, kini teraduk-aduk oleh rasa haru.

***

           Hari Minggu Neo berniat bangun agak siang. Tapi belum juga Bi Tumi biasanya masuk membersihkan kamar, Vio sudah mengguncang keras badannya untuk bangun. Dengan mata yang masih terbuka setengah, Neo melihat Vio sudah duduk di atas kasur tepat di sebelahnya.

           “Neo, coba lihat ini!” Vio menyodorkan lipatan koran di depan Neo. Neo pun berusaha duduk dan mengusap matanya berkali-kali. Penglihatannya masih kabur untuk membaca tulisan di koran itu.

           “Coba baca yang ini!” Vio menunjuk kolom di halaman tengah.

           Dengan alis berkerut, Neo berusaha membaca sebuah judul di kolom yang ditunjuk Vio.

 

           Raja Preman Tewas Dibunuh Utusan dari Neraka

           Sebentar Neo memandang Vio. Lalu setengah tak percaya, dia baca lagi judul itu. Penasaran, Neo pun membaca artikelnya. Beberapa baris dia baca ulang. 

           Menurut keterangan saksi mata yang masih hidup dari kejadian tersebut, mereka mengaku telah diserang oleh lima orang tak dikenal yang menanamakan diri utusan dari neraka.

           Dugaan sementara polisi, peristiwa ini murni pertikaian antar kelompok geng yang memang sering terjadi beberapa bulan ini.

 

           Neo memandang Vio lagi. Senyum kecil tersungging di bibir mereka. Meski peristiwa di pertigaan itu begitu mengguncang, tapi ada rasa kemenangan yang kini membuat mereka punya kebanggaan versi mereka sendiri.

           Neo mengamati lagi koran lokal yang memuat banyak berita kriminal itu. Tanggal terbitnya sudah satu bulan yang lalu.

           “Tadi Pak Udin yang tunjukin koran ini,” kata Vio. “Katanya dia nemu di gardu jaga.”

           Walau berita di koran itu tidak sepenuhnya benar dan terkesan murahan, tapi itu sesuatu yang berarti buat Neo. Apalagi kata-kata utusan dari neraka adalah idenya.

           “Tadi Pak Udin juga cerita,” kata Vio lagi. “Kata temennya yang kondektur bis, habis pemimpin preman itu dikabarkan tewas, di sekitar daerah kumuh sekarang jadi aman.”

           Neo melihat mata Vio berkilat-kilat. Vio merasa telah berhasil melakukan satu misi besar untuk kota ini. Tapi Neo meragukan itu. Di daerah kumuh dia pernah melihat sendiri orang-orang seperti raja preman itu masih banyak di sana.

           “Lalu bagaimana dengan ransel itu?” Neo beralih ke hal lain. “Dru akan tetap merunut sejarah ransel itu kan?”

           Vio terdiam. Wajahnya berubah serius.

           “Ya, dia harus merunut sejarah ransel itu,” kata Vio pelan.

           Neo ikut diam. Sepertinya setelah kejadian di pertigaan, masalah ransel biru jadi terlupakan. Sedikit terbesit di benak Neo, bisa saja gambaran masa depan yang diterima Vio tidak akurat. Atau bisa saja dia salah menafsirkannya. Tapi Neo tetap berusaha untuk mempercayai Vio.

           “Kita harus menunggu waktu yang tepat. Saya tahu Bu Raihan sedang mengawasi kita akhir-akhir ini,” kata Vio serius.

           “Apa kamu pikir Bu Raihan ada hubungannya dengan apa yang akan dilakukan Pak Darko?” Neo menanyakan sesuatu yang tiba-tiba terpikir di kepalanya.

           “Aku nggak yakin. Tapi itu bisa saja terjadi. Makanya kita harus hati-hati.”

 

***

 

           Bulan telah berganti. Hari-hari buat Neo tampaknya berjalan seperti biasa kecuali sekarang tidak ada ekstra kurikuler bela diri. Untuk sementara Vio, Neo, Jet dan Jag harus ikut ekstra kurikuler lain menunggu ditinjaunya kembali ekstra kurikuler bela diri untuk diadakan lagi.

           Vio ikut ekstra kurikuler sains bersama Prita dan kelompoknya. Prita senang Vio bergabung dengan mereka. Sementara Jag, walau punya sedikit bakat, ikut ekstra kurikuler seni rupa bersama Jojo. Neo dan Jet sepakat ikut ekstra kurikuler musik yang telah diikuti Dru dan Ceri. Mereka begitu senang karena Neo akan selalu bertemu Ceri dan Jet bertemu Dru.

           Pembimbing ekstra kurikuler musik adalah seorang ibu guru tua yang begitu gila dengan notasi musik. Dru dan Ceri selalu serius mendengar dan mencatat teori yang dipaparkan guru itu. Tapi Neo dan Jet begitu bosan dengan teori. Mereka selalu membayangkan bisa langsung bermain musik layaknya band-band masa kini. Dan saat sesi teori berakhir adalah saat yang ditunggu Neo dan Jet. Karena mereka akan ditinggal ibu guru itu. Biasanya mereka tidak mempraktekkan teori yang telah diajarkan. Selama ini Dru dan Ceri lebih banyak mencoba-coba lagu buatan mereka sendiri. Tentu saja Neo dan Jet bertambah senang. Dan Dru punya bakat alami bisa memainkan semua alat musik tanpa teori. Dru mengajari Neo main bas dan mengajari Jet main drum. Sedang Ceri mulai bisa main piano.

           Dan betapa Neo bertambah suka pada Ceri. Lirik-lirik lagu yang mereka coba mainkan diambil dari puisi gadis bermata bening itu. Ceri punya satu buku kumpulan puisi buatannya sendiri. Hingga setelah ekstra kurikuler selesai, dengan rasa harap, Neo memohon dengan sangat meminjam buku itu. Tentu saja Ceri dengan senang hati meminjamkannya. Dan semalaman Neo tidak tidur membaca puisi-puisi Ceri berulang-ulang di atas kasur. Di lembar terakhir yang masih kosong, Neo sengaja menambahkan puisinya sendiri.

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu

kepada api yang menjadikannya abu

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan

kepada hujan yang menjadikannya tiada

 

           Sementara Jet selalu berusaha dekat dengan Dru. Tapi entah kenapa Dru malah merasa lebih dekat dengan Neo. Dan di satu jam istirahat, diam-diam Dru mengajak bicara Neo di perpustakaan. Di antara deretan rak, mereka pura-pura memilih buku.

           “Ada yang ingin kukatakan sama kamu.” Wajah Dru serius. Suaranya setengah berbisik. “Tapi jangan cerita siapa-siapa. Hanya Ceri dan Bu Sari yang tahu.”

           Neo mengangguk. Wajahnya ikut serius.

           “Sebenarnya aku bukan sepupu Ceri,” kata Dru.

           Alis Neo mulai berkerut.

           “Aku harus mengatakan ini karena kamu sudah sangat dekat dengan Ceri,” lanjut Dru. “Aku yakin Ceri nggak bakal cerita sama kamu.”

           Neo manggut-manggut. Sikapnya telah siap mendengar segala cerita.

           “Aku dulu pecandu narkoba,” kata Dru. “Bu Sari dan Ceri yang membawaku ke tempat ini dari Jakarta. Dan Ceri yang menyembuhkanku dari ketergantungan. Aku menemukan dunia baru di sini dan melupakan masa laluku. Aku banyak berhutang pada Ceri dan keluarganya. Makanya aku selalu ingin melindungi Ceri. Sejak bapaknya meninggal, keluarganya jadi miskin. Tinggalan bapaknya hanya rumah dan motor bebek tua. Adik Ceri juga masih kecil-kecil. Kadang-kadang saja Bu Sari dapat uang dari orang yang dia sembuhkan. Dan aku yang ajak Ceri bekerja di restoran. Makanya aku minta kamu jagain Ceri jika suatu saat aku tidak di sini.”

Lihat selengkapnya