PARAPET

Tika Lestari
Chapter #2

Awal Mula Adanya Rasa

Trawas, 2013

Seperti pada umumnya, diklat anggota baru untuk organisasi kemahasiswaan setiap tahunnya diadakan di villa. Jarang sekali ditemukan diklat organisasi di area kampus sendiri. Bahkan villa yang dipilih pun daerah pegunungan. Mungkin memang memilih hawa dingin supaya otak pikiran menjadi fresh. Bisa juga karena keterbatasan kamar mandi yang ada di villa. Masih bingung? Jadi seperti ini, hawa dingin membuat orang malas mandi, sehingga tidak akan ada drama rebutan kamar mandi. Cukup membawa sikat dan pasta gigi, tidak lupa parfum sebotol. Toh acara juga indoor, jadi aman dari paparan sinar matahari.

Pemaparan materi dimulai sejak pukul 8 pagi hingga 9 malam. Ada jeda untuk istirahat, sholat dan makan bagi peserta maupun panitia. Materi yang disampaikan mengenai pergerakan kemahasiswaan, mulai dari sejarah kemunculan, ketua umum terdahulu serta pembahasan seputar gender.

Acara ini berlangsung selama tiga hari dua malam. Banyak hal yang menjadi alasan mahasiswa baru atau panitia untuk mengikuti acara ini. Tentu setiap orang memiliki alasan yang berbeda. Ada yang memanfaatkan untuk liburan, ada yang benar-benar ingin mengikuti dengan serius. Namun yang pasti harapan para senior tak hanya ingin menjadikan mereka kader bersertifikat. Tapi kader militan.

Dari teras lantai dua, terlihat di bawah sana ada segerombolan mahasiswa baru dengan beberapa panitia. Mereka menyemut di pinggir kolam yang terletak di teras bawah villa. Lampu yang remang sambil mengandalkan sinar rembulan tak menghalangi diskusi yang sedang berlangsung. Kebanyakan mereka yang sedang semangatnya aktif di pergerakan. Materi yang disampaikan tadi rupanya belum sepenuhnya bisa diterima mahasiswa baru. Beberapa di antara ingin lanjut diskusi, biar tidak suntuk katanya.

Selanjutnya di dalam forum masih ada beberapa orang juga. Ada senior yang mencoba mendekati mahasiswa baru. Dan sebaliknya ada mahasiswa yang mencoba cari perhatian sama senior. Padahal forum sudah dibubarkan satu jam yang lalu.

Penglihatanku menerawang tak pasti, diisinya melamun atas sikap Satria di forum tadi. Aku dengannya tidak satu kelompok, akan tetapi kelompok kami bersebelahan. Desiran di hatiku menghangat saat tahu ada sosok yang baru-baru ini menorehkan kisah dihatiku, sedang di sampingku, dengan jelas mengamatiku.

Entah ke berapa kali kami bertemu namun tak ada yang berani memulai bertegur sapa. Kami merasa malu, tapi tak berhenti curi-curi pandang. Kilas balik saat di kampus, bagaimana kami bertemu pertama kali, bagaimana kami saling mendamba dalam diam.

Bermula saat ada anak kelompok lain yang memanggilku saat hendak istirahat, aku tau namanya Silfia. Dia perempuan cubby yang tadinya menjadi perantara Satria mengirimiku secarik kertas berisi tulisan. Di tengah forum tadi Satria memang iseng padaku. Nggak memikirkan perasaanku yang udah melayang-layang dibuatnya.

"Ada yang namanya Rubi? Dicari tuh, ditunggu di balkon lantai 2," Aku sudah menduga jika Satria yang memanggilku, sebab sebelum forum usai Satria tadi berkata kalau ingin menemuiku.

Dan sekarang, di sini, di atas teras lantai 2, tangan berpangku pada pembatas besi.

"Bi," Panggil Satria yang saat itu ada di sampingku.

Aku menoleh memperhatikannya. Mata kedua kami saling bertemu dan saling berpandangan dengan bahasa hati.

"Kapan kamu putus dengan pacarmu?" Tanya Satria dengan sudut berharap.

Duh Ma, kenapa dia tanya seperti itu? Aku membatin dalam hati, raut wajahku mungkin telah menunjukkan kalau aku tak terlalu suka hal seperti ini dibahas.

Kulihat kembali sosok Satria, masih dengan pandangan dari hati. Meskipun Satria terlihat mencoba untuk bercanda dan tersenyum, tapi tidak dengan diriku. Hatiku bergetar tak menentu. Semacam ada rasa bersalah pada sosok di sampingku.

Lihat selengkapnya