PARAPET

Tika Lestari
Chapter #8

Tentang Kita di Masa Lalu

Saat ini aku dan Rinai berada di belakang basecamp. Kami berdua duduk beralaskan koran di bawah pohon mangga. Suasana di dalam basecamp siang ini memang sepi. Pasalnya anak-anak banyak yang tidur dan urusan lain.

Aku memilih di belakang karena takut ada yang mendengar curhatanku. Aku mempercayai Rinai, karena sejak awal aku memang paling dekat dengan dia.

Mungkin saja Rinai bisa memberi masukan atau saran untuk masalah ini. Ini memang bukan masalah kelompok, tapi hatiku yang mempermasalahkannya.

"Sebelum KKN ini, aku sudah kenal dengan Satria," aku mengatur ucapanku. Kulihat Rinai masih menelisik dengan pandangan bertanya. Jelas lah masih bertanya, orang aku sama Satria satu Fakultas, "oke, aku dengannya ada hubungan, bukannya pacaran sih. Tapi gimana ya, pokoknya pernah deket deh," lanjutku.

"Baper-baperan?" tanya Rinai.

"Maybe, aku ingat malam itu dia chat aku, tapi aku cuek. Soalnya kan aku cuek sama orang baru yang kenal via dunia maya. Kesel juga sih sama Satria, soalnya dia nggak minta nomerku sendiri. Tapi melalui Dinda yang juga satu fakultas."

"Setiap malam Satria menghubungiku, emang sih kesannya basa-basi gitu, tapi mana ada cewe yang diprepet terus ujung-ujungnya nggak goyah."

"Kesalahanku, aku membuatnya seakan akrab denganku. Hanya cewek bodoh yang nggak paham kalau Satria mencoba PDKT denganku. Aku terlampau nyaman dengannya. Entah, aku merasa aku jatuh hati sama dia. Padahal saat itu aku sudah mempunyai kekasih yang sudah terjalin 2 tahun," lanjutku.

"Dan, kamu nggak bilang sama Raga?" Rinai bertanya dengan wajah mengintimidasi.

Aku menggelengkan kepala secara pelan. Sakit menghujam jantungku saat masa lalu hadir kembali di alam pikirku "aku bukannya nggak mau ngasih tau, tapi posisiku saat itu bimbang. Kamu bayangin, aku nggak dihubungi sama pacarku selama iringan minggu," sesak sekali pernapasanku "bayangin Nai, aku cewek."

"Kurasa semua cewe pasti bersikap sama. Saat kekasihnya nggak menghiraukan lalu ada anak baru yang datang mengisi."

"Tapi tetep aja salah Bi, kamu nyakitin Raga tau nggak," Rinai meninggikan suaranya.

Aku menerawang jauh ke atas, melihat awan yang berjalan dengan gesit. Pandanganku nanar seketika, seakan mendung menutup pengelihatanku.

"Aku tau itu Nai, tapi jujur saja aku lebih sakit hati kehilangan Satria dari pada pacarku itu," ucapku jujur, "mantanku maksudnya," ralatku segera.

"Jadi, kamu masih ada rasa sama Satria hingga detik ini?" selidik Rinai. Rinai mengikutiku memanggil Satria bukan Raga. Dan aku kurang begitu menyukainya.

Aku mengangguk mantap, persetan dengan semua urusanku dengan mantanku.

"Lalu kamu putus dengan pacarmu?" tanya Rinai.

"Gini Nai, aku kan kenal Satria itu bulan September, awal masuk kuliah itu, lah mantanku sudah nggak ngehubungi aku. Aku sama Satria nggak ada hubungan kok, kami emang murni deket doang. Justru Satria akhirnya tau kalau aku sudah punya pacar saat itu."

"Terus dia responnya gimana?" tanya Rinai.

"Aku tau kalau dia kecewa, hal itu bisa dilihat update an dia di akun facebooknya, tapi komunikasi kita tetep berjalan."

"Suatu ketika aku merayakan anniv 2 tahun dengan mantanku, waktu itu aku buka ponselnya terus ngerti chat dia dengan masa lalunya dulu. Inti chat itu kalau mereka ngadain rencana renang," aku membayangkan wajah mereka dengan penuh kebencian.

"Lah," Rinai mencoba menenangkan aku.

"Detik itu juga aku nggak ngomong sama mantanku itu. Pas perjalanan pulang pun aku diem, dan aku kesel banget soalnya dia juga diemin aku. Waktu malam hari dia chat aku dan bilang kalau putus. Entah kenapa saat itu aku seakan terbebas dari tekanan."

"Tapi putus kalian bukan gara-gara Satria kan?" tanya Rinai.

"Seratus persen bukan," jawabku mantap "Satria bukan duri di dalam hubungan ini.

Lihat selengkapnya