PARAPET

Tika Lestari
Chapter #9

Envy

"Loh Rinai mana?" tanyaku saat sudah sampai di teras basecamp.

"Sudah berangkat sama Farel," jawab Satria.

Saat itu Satria sudah di atas sepeda Fitri. Aku, Rinai, Farel dan Satria memang ditugaskan mengajar di TPQ. Jadi sejak masa KKN, kita mengajar ke TPQ berempat. Letaknya memang agak jauh dari basecamp. Jadi lebih cepat kalau bawa motor.

Aku melihat jam ditangan memang sudah pukul 4 sore. Artinya mengaji sudah akan dimulai. Hanya saja salah satu dari kami diusahakan untuk datang lebih awal. Salah dua sih maksudnya.

"Ayo buruan supaya nggak terlambat," ajak Satria.

Langkahku menuju ke arahnya, kemudian naik ke atas sepeda motor Fitri.

"Aku duduk miring yaa, pakek gamis soalnya," ucapku.

"Iya, bagusan gitu kok," ucap Satria.

"Eh, apa?" tanyaku.

"Enggak kok, bisa langsung berangkat?"

"Tentu."

Peduli amat sama omongan nggak jelas Satria tadi. Entahlah, jantungku berasa jumpalitan dengan kedekatan yang kita jalani ini. Padahal kalau dihitung juga sudah beberapa kali aku berboncengan dengannya. Namun rasanya masih sama, buat jantung nggak sehat ini.

Kelupaan, ini baju kita kok samaan ya. Batik warna hijau, gamisku juga warna sage pula. Astaga. Nggak couple memang, tapi sama-sama spesies hijau.

*

"Do'a setelah membaca Al-Qur'an," ucapku mengakhiri pertemuan ini.

"Allaahummarhamnii Bil Qur'aani. Waj'alhu Lii Imaaman Wa Nuuran Wa Hudan Wa Rohmah. Allaahumma Dzakkirnii Minhu Maa Nasiitu Wa 'Allimnii MinhuI Maa Jahiltu. Warzuqi Tilaa Watahu Aanaa-al Laili Wa Athroofan Nahaar. Waj'alhu Lii Hujjatan Yaa Rabbal 'Aalamiina."

"Alhamdulillah," ucapku seraya tersenyum kepada mereka.

Mereka yang aku maksud ialah anak-anak kecil yang mengaji di TPQ. Kenapa anak kecil? Karena yang paling besar murid kelas 5 SD. Sudah beberapa hari ini rutinitasku setiap sore dengannya. Tentu aku teramat bersyukur dengan aktivitasku ini. Kami sama-sama belajar mengenal siapa pencipta kami.

Lihat selengkapnya