PARAPET

Tika Lestari
Chapter #12

Langkah Apa

Jarak tidak sampai 5cm di belakang Satria membuatku tak nyaman. Tak nyaman yang aku maksud karena aku bimbang dengan hatiku. Aku memang suka sekali sama kejutan. Karena menurutku itu hal yang romantis. Tak bisa ku pungkiri aku sering kali membayangkan kejutan.

Namun, saat ini aku mengalaminya sendiri. Ternyata kejutan bisa membuat kita mati kutu. Sugestiku setelah mendapat kejutan, aku akan berterima kasih dan mengabadikan. Tapi ternyata tidak, aku justru tidak sanggup berkata-kata. Karena aku terlalu senang dibuatnya.

Terburu-buru seperti ini memang nggak suka. Tapi entahlah, kapan lagi aku bisa berdua dengan Satria di luar basecamp seperti ini. Apalah daya aku yang hanya seorang gadis pendiam yang mengharapkan kepastian. Eeh

Kami berangkat dari basecamp tadi pukul setengah lima sore. Pencarian di maps sih tidak sampai setengah jam dari Kawedanan ke Nguntoronadi. Aku dengan Satria membawa motor Fitri. Kebetulan tadi hanya motor dia yang ada di basecamp. Akupun tak berharap sama sekali dengan motor Rea.

"Coba tanya Rahma, kita bisa ketemuan di mana?" ujar Satria sambil melihatku dari spion.

Sebelum dia bilang aku sudah tanya kali. Duh, Rahma juga kenapa ndak buru-buru balas sih. Tapi nggak apa-apa deh, aku bisa lebih lama dengan Satria lah jadinya.

Aku kembali memberondong chat ke Rahma. Mungkin juga kurang signal di sini. Pedesaan sekali, sawah masih begitu luas. Tidak seperti Kawedanan, bisa disebut kota malah.

"Belum di balas ini, kita tunggu di mana gitu, pintu masuk atau di mana, nanti sambil nunggu Rahma," ujarku pada Satria.

"Eh, itu ada pos, ke sana saja ya," laju Satria.

"Jangan deh Sat, takut ada penunggunya," ucapku bergidik ngeri.

"Plis Bi, jangan mulai, jangan buat aku parno."

Aku tertawa karena berhasil menggodanya. Ku lihat dari kaca spion, wajah Satria agak gimana gitu. Kata anak-anak sih dia emang agak takut sama hal yang berbau mistis gitu.

Sekitar sepuluh menit aku dan Satria menunggu Rahma. Akhirnya terlihat dengan maticnya.

"Eh Bi, maaf ya agak lama," ucapnya di depan kami, "maaf juga ya Sat."

"Iya sudah nggak apa, ayo lanjut jalan saja biar ndak larut," ajak Satria.

Kami kemudian melajukan motor mengikuti Rahma di belakang. Satria memang mengenal Rahma meskipun tidak akrab. Kebetulan dia dulu pernah juga satu intensive pas semester 2. Meskipun akrabnya tidak sepertiku, tapi dia masih kenal. Otomatis aku tak terlalu memusingkan obrolan nanti.

Lagi pula di kelompok Rahma juga ada beberapa anak yang satu fakultas dan mereka juga kenal dengan Satria. Hanya saja, aku yang sedikit takut. Bukan takut sih, cuma malu saja datang ke basecamp mereka cuma berdua dengan Satria.

Sesampai di basecamp yang ternyata tinggal di balai desa, sudah memasuki waktu maghrib. Kulihat ada sebagian kelompok yang lain sholat dan memasak.

"Kamar kamu mana? Aku sholat di sana ya," ucapku pada Rahmah.

"Enggak bisa, nggak ada kamar di sini, adanya ruangan dan banyak kelompok lain, di ruang sholat aja yaa," ucap Rahma.

Padahal aku sangat menghindari Satria. Dapat aku pastikan semua anggota kelompoknya pasti juga sudah sholat. Karena waktu sholat memang sudah tiba.

Satria dari jauh bisa kulihat sedang bercengkerama dengan Rehan dan Nanda. Aku melihat tawanya yang entah kenapa membuatku juga tersenyum. Aku menuju ke arahnya, ke arah wudhu sih sebenarnya. Puh, rambutnya basah terlihat sangat tampan.

"Kok cuma satu?" tanyaku pada Rahma usai wudhu, karena memang dia hanya membawa satu mukenah.

Lihat selengkapnya