PARAPET

Tika Lestari
Chapter #21

Rasa ini Kian Tumbuh

Aku saat ini duduk melingkar dengan Rinai, Fitri, Yudit dan juga Bang Doni. Kami berada di belakang basecamp untuk rujakan. Siang seperti ini memang jarang sekali aktivitas. Selain tidur tentunya, anak-anak ada juga yang main ke basecamp kelompok lain.

Kalau membahas proposal pasti anak-anak juga malas. Entah di bagian mana lagi yang harus aku selesaikan. Pasalnya, tidak banyak anak yang membantuku menyelesaikannya. Dia beranggapan kalau aku sudah sanggup. Padahal aku juga butuh bantuan mereka.

"Udahlah, kamu aja Bi, nanti kalau kita yang bantu jadi bingung, kan filenya juga fix di kamu," selalu itu alasan yang terlontar dari mereka semua kalau aku mintai bantuan.

Okelah anggap ajah ini anugerah buatku.

"Kamu kemarin ke mana Nai sama si Yudit?" tanya Fitri.

"Kemana Dit?" tanya Rinai ke arah Yudit.

Sedangkan Yudit hanya senyum nggak jelas. Aku kira mereka berdua ini memang sudah jadian. Lalu bagaimana dengan kekasih mereka berdua? Entahlah.

Rupanya mereka berdua habis jalan-jalan berdua di telaga sarangan. Alasannya sih cetak banner untuk acara pelatihan di kantor kelurahan. Tapi lewat Magetan dulu padahal cetak banner di Madiun. Pantas pulangnya malam.

Aku merasa iri dengan kedekatan mereka berdua. Bukan berarti aku suka Yudit ya. Tapi aku iri karena aku dan Satria tidak bisa akrab banget seperti mereka berdua. Padahal aku dan Satria juga sudah kenal lama.

Kenal lama belum tentu langsung akrab. Begitu pula dekat belum tentu suka atau jadian.

Ya itulah hal yang harus aku sadari.

"Kalau Rubi?" Fitri menyenggol bahuku.

Tidak. Aku tidak akan terbatuk-batuk seperti di novel-novel kok. Aku tidak batuk untuk kemudian diberi segelas air.

"Aku," aku merasa terpanggil saat Fitri memanggilku.

"Iya kamu Bi, udah diajak Satria kemana?"

"Palingan ke Indomaret depan itu," Yudit menyahuti.

"Salah, ke TPQ lebih sering, ngajari anak orang pula" lanjut Rinai.

"Kapan giliran ngajarin anak sendiri?" Bang Doni mengejekku.

Dan mereka semua kompak menertawai aku. Aku hanya diam menggerutu tak jelas.

"KKN udah mau selesai masa nggak diberi kesan istimewa sih," ucap Fitri spontan.

Kalau dipikir-pikir benar juga sih yang dibilang sama Fitri. Aku ingin mengingat hal istimewa dari seorang Satria. Ingin banget. Ingin jalan sama dia.

"Tau deh, urusan Satria itu," ucapku.

Pikiranku kembali teringat bahasan kemarin sore sewaktu pulang dari TPQ. Oke harus aku ingat kalau aku harus diam dan tidak menuntut Satria untuk mengajakku jalan.

Lihat selengkapnya