PARAPET

Tika Lestari
Chapter #23

Keraguan

Setelah seharian membantu persiapan untuk lomba 17 Agustusan. Warga merasa terbantu dengan adanya kami. Kami memang ditugaskan untuk membaur bersama warga. Karena selain membuat laporan KKN tentunya. Kurang lebih selama satu bulan kami harus membantu keperluan lain di sini.

Perihal proposal, aku bersyukur karena kesadaran teman semua mau membantuku. Beda sekali dengan di awal masa-masa KKN dulu. Mulai dari mapping hanya beberapa anak saja yang membantu. Selebihnya mereka hanya membantu memasak, bersih-bersih, dan mengajar di sekolah ataupun di mushollah.

Selain itu kami juga membatu ibu-ibu PKK. Lebih tepatnya agenda satu bulan sekali di posyandu untuk memberi penyuluhan, imunisasi pada bayi ataupun pemeriksaan pada lansia.

Pembahasan lanjut mengenai Satria yang mencari info tempat wisata kepada Yudit. Saat itu kata Rinai aku sudah tidur. Rinai turut menyimak, tapi tidak begitu jelas katanya.

Yudit memberi tahu secara detail pada Satria dengan antusias. Apalagi Rinai yang juga ikut bahagia dengan sikap Satria yang mulai inisiatif denganku.

Tapi hanya aku yang masih dibuat menerka-nerka dengan sikap Satria ini. Aku nggak harus berharap pada Satria seperti ini. Satria juga pernah bilang ke aku kalau aku nggak boleh terlalu berharap supaya nggak sakit hati.

Dan aku harus mendengarkan omongan Satria itu, karena memang ada benarnya.

"Jadi kamu harus siap-siap untuk mandi dan dandan yang cantik," ucap Rinai setelah cerita panjang lebar sama aku.

"Iya kalau dia ngajak aku mau, udah deh aku nggak mau berharap lebih ini sama Satria," ucapku, "tuh, dia ajah masih tidur jam segini," ucapku.

Satria memang terlihat masih tidur jam segini. Hari ini memang hari Minggu, apalagi setelah membantu acara lomba kemarin. Banyak anak-anak yang masih tidur. Kalau aku memang nggak bisa tidur pagi. Paling jam 6 sudah cerah ini mata.

Kalau Yudit juga tumben bangun pagi jam segini, biasanya jam 9 dia baru bangun. Udah gitu dia secara sukarela mencuci motor Fitri. Mungkin mau jalan sama Rinai kali. Dugaanku.

Aku segera beranjak dari tempat dudukku. Mengambil sapu ijuk, meskipun hari Minggu ini free, tapi aku paling nggak betah kalau halaman rumah itu kotor.

Kenapa pakai sapu ijuk? Karena halaman rumah ini sudah terlapisi semen. Jadi hanya beberapa daun mangga yang jatuh. Tapi meskipun begitu tetap saja itu kotor kan?

Rinai masih duduk di teras melihat Yudit yang masih sibuk dengan motor Fitri. Selain itu ada Bang Doni yang sibuk dengan baju kotornya. Sepertinya mereka berdua sepakat untuk membuat halaman basecamp ini basah. Tapi bisa juga saat ini kamar mandi juga dipakai anak lain buat cuci baju.

Selang beberapa menit kulihat Satria keluar dari basecamp. Masih awut-awutan rambutnya, persis emang baru bangun tidur. Aku hanya melihatnya sekilas. Karena aku emang paling nggak bisa melihat lama. Aku takut dengan Satria, takut jatuh cinta lebih tepatnya.

"Eiisshhh, si Yudit tumben nih cuci motor Fitri?" Satria bersuara.

"Berisik," balas Yudit, "ini juga demi kamu ini, udah kurang apa coba aku balikin kamu."

"Wah, baik banget sih kamu."

"Buruan sana mandi, masa perlu aku semprot dari sini pakai kran ini."

Lihat selengkapnya