"Fit, pinjam helm kamu ya."
Aku lihat Fitri sedang sibuk dengan aplikasi smulenya. Dia hanya melihatku sekilas tanpa ada respon berbicara. Sementara aku juga masih mengenakan jilbab.
Aku sengaja pinjam Fitri karena memang helmnya sama dengan punya Satria. Sengaja sih disamakan, selain helm ada juga jaket satu kelompok yang juga sama tentunya. Selain itu, entah kebetulan atau bagaimana, aku dan Satria juga punya masker yang warnanya senada.
Membayangkan banyak kesamaan di antara kita entah kenapa membuatku tersenyum dan bersemu dengan sendirinya.
Aku saat ini juga tak berani menebak akan diajak jalan ke mana oleh Satria. Biar itu menjadi urusan selanjutnya.
"Punya anak yang lain aja loh Bi, aku takut hilang ini," ucap Fitri.
Aku menoleh sepertinya dia sudah selesai bernyanyi. Wajahnya juga terlihat memang nggak ngebolehi.
"Ya, aku pengen sama ini."
"Jangan gitu lah, apa-apa disamain, entar kalau baper sakit sendiri kan?" jelas Fitri
Ucapan Fitri ada benarnya juga. Seharusnya aku tak boleh seperti ini kan. Aku juga lihat helm Fitri emang bagus. Kisaran 400rb sih kalau beli asli. Fitri dan seleranya itu selalu mau asli.
"Helm aku ajah Bi, biar mahal aku tetep pinjamkan," Yudit menyahuti.
Aku hanya melengos biasa, sedangkan Yudit menatapku tanpa rasa salah. Iya helmnya mahal, karena kalau ingin mendapatkan helm itu harus beli sepedanya dulu. Tapi anehnya, helm semacam itu justru aman dari pencuri. Beda sekali sama helm jenis punya Fitri yang justru menjadi incaran.
"Iya udah deh Fit," ucapku sama Fitri.
Aku nggak sakit hati sih sama Fitri, aku lebih suka dengan Fitri gitu. Karena dia apa adanya dan tidak menutup-nutupi. Jadi tidak akan ada istilah ngomongin belakang.
Aku menunggu Satria yang masih mandi di kamar mandi masjid. Aku kembali berbincang-bincang dengan Fitri. Sesekali melihat aplikasi smulenya dia yang semakin banyak pengikutnya.
Selain itu juga bercerita tentang banyak hal. Mulai dari kenapa masuk fakultas psikologi dan bagaimana resepnya tetap konsisten ikut PSHT.
Sekitar 30 menit Satria sudah kembali ke basecamp. Rambutnya yang agak basah terlihat begitu menawan saat dipadukan dengan parasnya itu. Entah kenapa aku suka dengan Satria yang seperti itu. Terlihat sangat natural.
"Suka nggak mau jalan sama Raga?" tanya Fitri menyenggol bahuku.
"Eh, enggak sih," ucapku biasa saja.
"Alah bohong itu dosa."
"Emang kamu tau bentuk dosa?"
"Jangan resek ya Bi," Fitri mendengus kesal, "kelihatan kali kalau kamu suka sama dia."
"Enggak Fitri yang cantik," aku masih pembelaan.