PARAPET

Tika Lestari
Chapter #29

Kisah Santri

Seperti biasa di pagi hari, semua anak menjalankan aktivitasnya masing-masing. Ada yang memasak, bebersih, dan juga olahraga. Tapi lebih banyak yang masih molor sih lebih tepatnya. Selama tinggal di basecamp, kami sama-sama memahami untuk tidak mengusik.

Jadi, urusan mereka mau ngapain itu sudah menjadi urusannya. Kami hanya meminta supaya mereka tidak menjelekkan kelompok kami di masyarakat. Tentulah, tinggal satu atap dengan lawan jenis bisa saja menimbulkan praduga yang negatif. Karena semua yang tinggal di basecamp hanya manusia biasa yang terkadang khilaf.

Aku berbicara demikian karena aku pernah mendengar cerita dari DPL KKN waktu di Bojonegoro. Beliau berpesan demikian agar tak menambah peristiwa baru yang buruk. Dulu, ada kelompok yaitu angkatan 4 tahun di atas kami diusir dari desa. Padahal KKN belum selesai sesuai waktu yang ditentukan yaitu satu bulan.

Mereka melakukan kesalahan dengan tidak sopan. Ada yang terjerat cinta lokasi dan melakukan hal yang memalukan. Warga tentu risih dengan hal tersebut. Tidak habis pikir dengan cara berpikir siswa yang sudah menjadi maha. Sehingga secara tidak elite mereka disuruh meninggalkan desa.

Semenjak itu, yang menjadi lokasi KKN di kampusku berganti hanya di Madiun dan Magetan. Mungkin menunggu peristiwa masa lalu itu dilupakan, baru kembali lagi berlokasi di Bojonegoro. Entahlah, aku tak terlalu mempedulikan itu. Lagipula aku masih punya akal yang bisa aku gunakan untuk mengetahui mana yang baik dan buruk.

Pagi ini Satria mengajakku jalan-jalan keliling desa. Tentunya kami tidak berdua saja, karena bersama Rinai, Fitri, Farel dan Bang Doni. Kami berlima jalan kaki melewati sawah-sawah. Tentu untuk berfoto-foto juga di jembatan yang unik. Kami masih menjumpai tanah yang menyerupai pegunungan dan sungai yang banyak batunya.

Setelah berkeliling, kami berhenti di air mancur PG Rejosari. Di sana kami duduk di kursi yang disediakan, karena terdapat taman mini. Mini sekali, bahkan area bermain anak-anak banyak yang sudah berkarat.

Kami bergurau dan sesekali memandangi pegawai pabrik gula yang pulang dan baru datang. Selain itu ada sebagian anak sekolah yang juga melintasi jalan itu. Dan aktivitas masyarakat pun juga berlalu-lalang.

"Besok itu jadi nggak kita diajak sama warga rekreasi ke Telaga Sarangan?" Farel membuka pembicaraan.

Aku baru tahu kalau warga mengajak kami rekreasi, "emang kapan bilangnya?" tanyaku.

"Waktu dari posyandu kemarin, dibilangin sih katanya mau diajak rekreasi," jelas Rinai.

"Kapan?" tanyaku.

"Pas kamu jalan sama Rag, kan aku sama Fitri ke kelurahan."

Pantesan aku nggak tau kalau warga ngajak rekreasi. Rupanya banyak ketinggalan info aku. Apalagi selepas pulang dan sampai basecamp, malam hari tidak ada evaluasi.

"Di iyain aja, lumayan gratisan," Fitri bersuara dan mendapat anggukan dari Bang Doni.

"Dalam rangka apa memangnya?" Satria bertanya.

"Ya perpisahan mungkin," jelas Rinai.

"Supaya kita bisa rekreasi bareng gitu satu kelompok, masak iya harus beberapa anak saja yang rekreasi."

Ucapan Fitri sontak membuatku menoleh bersamaan bareng Satria. Entah kenapa aku jadi baper dengan ucapan Fitri. Pasalnya dia bilang gitu pas aku dan Satria baru jalan. Apa mungkin Fitri marah karena helmnya aku pinjam?

"Kamu ngomongin aku Fit?" tanyaku

"Kamu baper?" tanya Fitri balik.

"Lah bukannya gitu sih, kan kamu ngomong gitu pas aku sama Satria baru jalan bareng," ucapku.

"Fit, balik yuk," Bang Doni mengajak Fitri untuk balik ke basecamp.

Kulihat Rinai canggung dengan situasi saat ini. Mungkin dia kaget dengan responku dan Fitri. Sedangkan kulihat Satria menatap Bang Doni, tapi hanya sekilas aku melihatnya.

Fitri tak banyak bicara. Langkahnya tetap saja mengikuti Bang Doni, tapi aku sempat mendengar ucapannya yang mengatai aku, "Rubi aja yang terlalu baper."

"Ngggg, aku, aku balik basecamp aja ya Bi," ucap Rinai yang terbata-bata, aku hanya melihat Rinai dengan tatapan menelisik, "Yudit udah WA aku ini mau minta anter ke kelurahan."

Lihat selengkapnya