Ah ... Siapa sore-sore ke sini kurang kerjaan mempermainkanku."
Dengan langkah terburu , ia setengah berteriak, “Siapa di luar?” Langkah itu berhenti.
Sita mendekap mulutnya , tubuhnya gemetaran, jangan-jangan ada orang yang berniat jahat padanya. Apa orang itu Rio? Laki-laki yang usil terhadapnya. “Ah ... tidak. Aku tak boleh suudzon terhadapnya.”
“Siapa di sana? Jawab atau aku teriak!!” suara Sita menggema memenuhi ruangan. Ibu kost mungkin mendengar teriakannya. Tiba-tiba bayangan itu lenyap sesaat setelah Ibu Irfan datang terengah-engah dari arah depan pintu kostnya.
“Sita!! Kenapa kamu, tolong buka pintunya!" seru Ibu Irfan. Cepat-cepat Sita menghambur ke arah pintu dan memeluk Ibu kostnya.
“Bu ... saya takut," kata Sita terbata-bata.
“Sudah jangan takut, ada apa kok wajah kamu ketakutan gitu.” Bu Irfan membimbing Sita untuk duduk di kursi panjang di serambi depan.
“Ta ... tadi ada suara yang berjalan dengan kaki terseret mondar-mandir ke arah samping kost Bu, terus Sita bermaksud melihat, orang itu sudah pergi. Tak lama kemudian ia datang kembali lagi."
Wajah Ibu kost terlihat kaget dan sejenak ia termenung raut mukanya kembali tenang.
“Sudahlah Sit ... mungkin itu hanya halusinasi kamu saja. Sebaiknya jangan terlalu dipikirkan masalah ini. Sudah adzan maghrib nich, saatnya sholat. Ibu pergi dulu ya." Bu Irfan segera pergi meninggalkan Sita.
Sita tak percaya apa yang dikatakan Ibu kost tadi. Bergegas ia menutup pintu kembali. Kejadian seperti hal-hal yang tak masuk akal, dianggapnya sesuatu yang wajar. "Hmmm aneh..."
Sinar mentari menyinari bumi dengan hangatnya di pagi hari. Sosoknya menyembul di balik bangunan pencakar langit yang cukup besar yang selalu dipandangi oleh masyarakat sekitar jika akhir pekan.