Kamu terbangun di sebuah ruangan yang lengang dengan napas memburu. Persis pelari yang baru saja menyentuh garis finish. Kamu memperhatikan sekitar dan tidak menemukan siapa-siapa. Kamu hampir saja lupa kalau saat ini kamu sedang berada di UKS sekolah. Satu jam yang lalu kamu merasakan tubuhmu tiba-tiba saja lemas saat sedang menonton pertandingan class meeting di lapangan belakang sekolah. Memang sudah sedari tadi malam demammu belum juga reda. Padahal kamu sudah menelan sebutir paracetamol yang kamu beli dari sebuah toko retail dekat rumah dan beristirahat semalaman. Kamu berharap ketika matahari terbit, kamu tidak lagi meriang. Sebab, kamu ingin sekali bisa datang ke sekolah dan mengikuti pertandingan final sepak takraw di acara class meeting sekolah tadi. Kamu adalah salah satu pemain andalan utusan kelasmu. Beruntung, begitu kamu membuka mata, demammu memang sudah cukup mendingan sehingga kamu yakin semuanya akan baik-baik saja di sekolah. Namun, rupanya perkiraanmu itu salah. Panasmu naik lagi tepat di menit-menit menjelang pertandingan takraw antarkelas dimulai.
Kamu berusaha bertahan, tetapi pada akhirnya terpaksa menyerah. Kamu meninggalkan lapangan dan pamit ke salah seorang sahabatmu yang bernama Zaidan. Kamu juga bilang padanya agar bisa menggantikan posisimu sebagai tekong yang memiliki servis mematikan.
“Zai, tolong gantikan aku,” katamu dengan keringat bercokol di pelipis. Pandanganmu mulai kabur.
Mendengar itu, Zaidan agak kaget. Lebih tepatnya khawatir. “Kamu mau ke mana?”
“Demamku kambuh. Aku mau ke UKS.”
“Tapi kamu pemain takraw terbaik yang kelas kita punya.”
Kamu menggeleng. Meskipun kamu pemain terbaik, tapi di kondisi yang tidak baik-baik saja, kamu tetap tidak akan berdaya. Kamu mengulum bibirmu yang pucat. “Kalau aku paksakan, aku bakal pingsan.”