Parasomnia

Alfian N. Budiarto
Chapter #3

Bagian 2

“Sialan!” Kamu mengumpat kesal ketika menemukan wajah Zaidan yang nyengir. Lebar sekali. Kamu lalu melemparkan tatapan kesal, sementara sosok pemuda berambut cepak yang kamu umpat itu kali ini malah tertawa puas. Tawa renyahnya kali ini justru terdengar menyebalkan di telingamu.

“Dasar penakut,” katanya sambil memegangi perutnya yang nyaris kram menahan tawa. Saking tidak tahannya, ia sampai harus duduk di kursi kosong yang ada di sebelahnya.

Kamu hampiri Zaidan yang masih terkikik sembari memegangi perut di tempat duduknya itu. Kamu sudah bersiap menjitak kepalanya dengan tangan yang mengepal, tapi dengan gesit sahabatmu itu berhasil menghindar.

“Enggak kena,” godanya sambil menjulurkan lidah yang membuat kamu semakin jengkel padanya.

Andai saja Zaidan tahu mengenai mimpi-mimpi burukmu belakangan ini, tentu ia akan mampu memahami mengapa kamu bisa setakut tadi. Sebab, di mimpimu itu, sosok gaib berambut panjang tersebut seolah-olah begitu nyata. Jadi, kamu rasa bukan hal mustahil bila sosok menyeramkan tersebut benar-benar ada dan menghampiri. Kegemaranmu menonton film horor lokal semakin menambah ke-overthingking-anmu tadi.

Betewe, gimana pertandingan takrawnya?” Kamu berusaha mengalihkan pembicaraan. Kamu tidak ingin Zaidan terus mengolok-olokmu sebagai seorang penakut.

Pancinganmu berhasil. Seketika Zaidan menghentikan tawanya. Ekspresi wajahnya juga berubah drastis. Pemuda itu pun lantas menggelang. “Enggak usah sok-sok nanya. Kamu pasti udah tau jawabannya.”

“Menang?”

Zaidan menghela napas kasar. “Sudah pasti kalah.” Zaidan menjeda sebentar kalimatnya sebelum kemudian melanjutkan. “Servisku kebanyakan error, serangan juga enggak efektif, ditambah lagi blok-blok yang kami lakukan juga sering gagal.”

Kamu menepuk-nepuk punggung Zaidan dan berusaha menghiburnya. “Aku minta maaf, ya, karena mendadak demam. Tapi, percayalah, menang kalah itu hal biasa. Namanya juga permainan.”

“Gara-gara kamu juga, sih. Aku nyaris jadi bulan-bulanan teman sekelas kita. Kata mereka, akulah penyebab kekalahan tim.”

Kamu tersenyum kecut. Agak merasa bersalah. “Iya, iya. Kan aku barusan juga udah minta maaf.”

Lihat selengkapnya