Teman-temanku muncul tak berapa lama kemudian. Hanya Rojas, Sam, dan beberapa lagi teman Deni satu kru kapal yang aku tak begitu kenal.
Acara pertunangan dimulai tepat pukul 10. Setelah beberapa utas kata sambutan dari Lily yang ditunjuk jadi MC dadakan, dan minuman serta kudapan dihidangkan pramusaji, acara tukar cincin dimulai. Teman Cleo yang seingatku bernama Anggrek atau Aster, atau mungkin juga Dahlia, ahh entahlah siapa, membawa nampan berisi sepasang cincin. Deni yang pertama mendapat giliran menyematkan cincin ke jari Cleo, tangannya terlihat gemetar, dan......cincin yang dipegangnya terjatuh, menggelinding dan terhenti di dekat kaki Lily. Semua yang hadir terkesiap. Terdengar beberapa berkelisik. "Semoga bukan pertanda buruk," aku berdoa dalam hati.
"Ahhh, saking jatuh cintanya Deni pada Cleo, cincinnya jadi ikutan jatuh," Lily berusaha memecah suasana tegang dengan sedikit canda. Diambilnya cincin itu, lalu diulurkan ke Deni yang menerimanya masih dengan muka terlihat pias.
"Tak apa, Deni......tak apa. Tarik nafas dulu. Tak usah tegang," Cleo berusaha menenangkan Deni yang sepertinya terpukul atas kecerobohan yang dia lakukan. Aku yakin, Cleo pun pasti merasakan hal yang sama, tapi dia berhasil menyembunyikannya dengan baik.
"Maaf," Deni berucap lirih, nyaris tak terdengar. Menarik nafas dalam-dalam. Diraihnya jemari tangan kiri Cleo, lalu sekali lagi menyematkan cincin di jari manis Cleo. Kali ini tak ada aral. Pun ketika tiba giliran Cleo, ia melakukannya dengan baik. Hadirin bertepuk tangan, berusaha mengabaikan insiden yang sempat terjadi. Deni memeluk Cleo erat, seolah ada seribu kata maaf yang ingin dia ucap. Cleo terisak. Mungkin isak haru karena bahagia, atau bisa jadi bukan. Semburat cemas di matanya tak lagi mampu ia sembunyikan meski telah berusaha ia tutupi dengan seulas senyuman.
Lily mendekati Cleo, menyodorkan secangkir kopi seraya mengatakan sesuatu. Mungkin kalimat penghiburan, dan sepertinya cukup ampuh menepis cemas yang Cleo rasakan. Seteguk kopi yang dia minum mungkin juga membantu menenangkannya. Sejurus kemudian, teman-temannya sudah mengerubuti mengucapkan selamat. Suasana pun kembali hingar. Aku mendekati Deni yang berdiri menepi, membiarkan Cleo bersama teman-temannya.
"Selamat ya, Den," ucapku. Deni hanya menyambutnya dengan senyum tipis. "Aku merusak pertunanganku sendiri," sesal Deni.
"Hei, tak usah dipikirkan. Kau hanya terlalu gugup. Wajar saja. Sudah bagus kau tak pingsan," aku berusaha menyemangati Deni. Sam berjalan mendekati kami.
"Selamat, Den. Kalian pasangan yang diberkahi," ucap Sam sambil menepuk pundak Deni. "Percaya tidak? Dulu aku bahkan menghilangkan cincin pertunanganku," kata Sam lagi. "Aku menaruhnya di saku celana, seingatku. Tapi ternyata tidak ada. Tunanganku sudah mau mencak-mencak tak karuan. Semua ikutan bingung mencari. Akhirnya salah seorang kerabatku meminjamkan cincinnya agar acara bisa berjalan. Dan cincinku sendiri ketemu keesokan harinya. Terjatuh di mobilku." Sam menggeleng-geleng mengingat kekonyolannya di masa lalu. Deni tersenyum, sepertinya sekarang merasa lebih baik, karena ternyata ada yang lebih parah dari dia.
"Ehh, Rojas mana?" Tanyaku.