Setelah beberapa kali tak bisa datang di ritual rutin malam minggu para dewa dapur, akhirnya aku bisa gabung lagi nanti. Tapi malam ini kami tak kumpul di kafe, melainkan di Surabaya North Quay. Entah siapa yang mengusulkan tempat itu. Agak aneh rasanya aku pikir. Ngapain juga nongkrong di sana? Mungkin bagi kebanyakan orang, Surabaya North Quay tempat refreshing yang asyik. Dari atapnya kita bisa lihat jembatan Suramadu atau kapal-kapal berlalu lalang, sambil menikmati kuliner khas Jawa Timur. Bisa melihat sunshet juga di kala senja. Bila malam hari cuaca cerah, bisa merebah sambil menatap ribuan bintang di langit. Tapi bagi awak kapal macam kami, itu adalah pemandangan yang kami jumpai setiap hari. Tak ada istimewanya lagi. Seperti melihat halaman rumah sendiri. Lagi pula, pukul 9 malam tempat itu sudah tutup, jadi malam minggu kami kali ini sepertinya harus mulai lebih awal dan berakhir lebih cepat.
"Kita mulai kumpul pukul 5, Bar. Ada yang pingin lihat sunseth," begitulah pesan yang dikirim Rico padaku barusan. Hmmm, aku mulai menebak, ada salah satu dewa dapur yang keluarganya berkunjung. Mungkinkah keluarga Sam? Kukira bukan. Sam akan meluangkan seluruh waktu yang ia punya hanya dengan keluarganya saat mereka ada kesempatan untuk bertemu, tak mungkin ada waktu kumpul sama teman-teman.
Jawabannya kudapat sesaat kemudian, ketika Deni menelponku.
"Bar, nanti bisa datang kan? Hari ini barengan dengan ulang tahun Cleo. Aku ingin bikin kejutan untuknya, kamu bantu aku ya, pliiiiss......."
Hhmmm, jadi begitu rupanya. "Bantu apaan?"
"Nanti saja aku terangin, yang penting kamu datang sebelum pukul 5, ya. Bisa kan?"
Padahal tadinya aku berencana datang telat, habis pukul 7. "Oke," jawabku singkat.
"Siiiip, thanks ya, Bar. Mmuaaah," ucap Deni lalu menutup teleponnya. Reflek aku menjauhkan ponselku dari telinga, geli sendiri aku membayangkan ciuman jauh Deni bisa mendarat beneran di pipiku. Hiiiiih.
###
Pengunjung lumayan ramai saat aku menginjakkan kaki di Surabaya North Quay. Kebanyakan sekelompok anak-anak muda berusia 20-an yang ingin menghabiskan akhir pekannya di sini. Mereka tampak asyik berfoto ria. Memang tempat ini punya banyak view menarik untuk pemotretan. Instragamable kalau pinjam istilah sekarang.
Melihat mereka aku jadi ada rasa iri. Aku tak sempat menikmati masa mudaku seperti mereka. Hampir seluruh usia 20-anku habis di lautan. Sekarang aku sudah melewati masa itu.
"Hai, Brother. Biar aku tebak, apa yang ada dalam pikiranmu," Rico tiba-tiba saja sudah melangkah menjajariku. "Kau sekarang pasti merasa sudah tua, ya kan?" tebak Rico sambil tertawa lebar.
"Aku baru 30, Ric. Belum terlalu tua untuk seorang lelaki. Life begin at fourty, you know," elakku, meski tebakan Rico benar adanya. "Aku hanya merasa agak iri, mereka sepertinya bisa menikmati hidup yang lebih nyaman dan santai dibanding kita."