"Bar, kamu antar Lily pakai mobilku saja. Aku biar pulang bareng Rico," tawar Rojas sambil mengulurkan kontak mobilnya. Sudah hampir pukul 9 malam, Surabaya North Quay mau ditutup. Fajar dan kawan-kawannya hendak pindah ke lain tempat meneruskan acara malam minggu mereka, sedang Rico dan Rojas mau langsung pulang.
"Tidak usah, aku biar nge-GRAB lagi saja," tolak Lily halus.
"Ayolah, Bar. Masa kamu mau membiarkan pacar kamu pulang sendiri. Atau kamu bawa motorku, biar aku yang nebeng Rojas, toh kami satu arah pulang," Rico ikutan mendesakku. Rojas dan Rico memang punya rumah di sekitar Surabaya. Tepatnya di Gresik. Salah satu dari 3 istri Rojas asli Gresik. 2 yang lain orang Bengkulu dan orang Bandung. Itu yang resmi. Wanita simpanan Rojas mungkin ada di tiap propinsi. Sedangkan Rico dua tahun lalu beli rumah di perbatasan Surabaya-Gresik.
"Gimana, Ly? Aku antar boleh?" tanyaku bimbang.
"Ehmm, kalau tidak merepotkan kalian"
"Nggak, nggak ada yang direpotkan kok," sergah Rojas.
"Baiklah, aku bawa motor Rico saja. Malam minggu begini bawa mobil aku males macetnya," putusku kemudian.
"Bilang saja biar lebih nempel," olok Rico seraya memberikan kontak motornya.
Berempat kami jalan bareng menuju parkiran. Selama itu pula aku sibuk menata hati dan pikiranku yang rasanya campur aduk. Sama sekali tak aku bayangkan, bahwa malam mingguku akan diwarnai dengan membocengkan Lily pulang. Sampai di parkiran, Rico menunjukkan motornya. Uff.....Satria FU 150. Jadi ingat iklannya, Si Cowok senang karena saat buat boncengin cewek pakai motor ini, posisinya jadi nempel macam tas ransel. Aku tak tahu apakah aku juga bisa sesenang cowok itu.
"Hati-hati, pegangan yang kenceng," goda Rojas ke Lily saat dia telah duduk di boncengan. Lily hanya tertawa kecil.
"Cari jalan yang menurun tajam," Rico ikutan menambahi. Aku berlagak tak acuh, padahal ada yang berdegup kencang di dadaku.
"Yuk, duluan," pamitku.