Ada bulir-bulir bening mengalir dari sepasang mata indah itu, saat si empunya mengakhiri cerita masa lalunya yang menurutku sangat mengenaskan. Kuambil tissue yang ada di meja, kuulurkan pada Lily. Dengan tergesa Lily menghapus air matanya. Lalu memaksakan seulas senyum menutupi luka batinnya, karena harus membongkar kenangan buruk yang mungkin sudah dikuburnya dalam-dalam. Aku tahu itu sama sekali tak mudah.
"Cerita selanjutnya, yah.....aku sudah pernah ceritakan padamu," ucap Lily setelah bisa menguasai lagi suasana hatinya. Aku tak tahu kalimat apa yang tepat untuk menghiburnya saat ini. Kusodorkan wedang jahe gepuk yang sudah dingin, Lily menerima dan meminumnya seteguk dua teguk. Lumayan untuk mengembalikan rona normal di wajahnya yang semula memerah karena menangis.
"Jujur, aku tidak tahu mesti berkata apa sekarang, Lily. Tapi masa lalu bagiku bukanlah sesuatu yang harus terus menerus dipikirkan. Semua sudah usai. Lihat dirimu yang sekarang, mandiri, mampu meraih apa yang kamu idam-idamkan. Itu sesuatu yang patut disyukuri, bukan?" aku berusaha menghibur Lily.
"Terkadang, kesedihan itu muncul tanpa bisa kucegah. Bagaimanapun, masa lalu bukanlah sesuatu yang bisa kutinggalkan sepenuhnya. Masa lalu itu terus Mengikuti langkahku meski aku tak mau," jawab Lily. "Sekarang terserah kamu, aku sudah ceritakan semuanya. Kalaupun kau tak ingin melanjutkan hubungan kita, aku bisa mengerti," ucap Lily pelan.
"Aku pribadi tak mempermasalahkan masa lalumu Lily, sungguh. Hanya saja......," aku ragu meneruskan kata-kataku.
"Aku tahu, Runa. Ini bukan hanya tentangmu, tapi juga tentang keluargamu, ya, kan?" tukas Lily. Aku mengangguk.
"Begitulah, Lily. Aku tak mau menutupi itu. Pasti akan ada rintangan, dan kemungkinan besar tak akan mudah. Mengingat latar belakang keluargaku. Yah, kami termasuk keluarga yang cukup religius. Tapi bila kita berdua memang berjodoh, aku yakin pasti akan ada jalan."
"Mudah-mudahan seperti itu. Kamu bisa menerimaku apa adanya saja aku sudah senang, Runa. Aku tak berani berharap banyak. Misal kelak segala sesuatunya tak berjalan seperti apa yang kita mau, aku tak akan pernah menyesalinya," ucap Lily bijak. Aku malah merasa lebih semangat sekarang untuk mencari cara agar hubungan kami bisa terus berlanjut.
"Ahh, aku lupa. Runa, kau tak mau mencicipi menu spesial restoku? Namanya Ayam Ambrol Klumut," tawar Lily penuh semangat.
"Aku baru pertama kali ini dengar ada masakan bernama Ayam Ambrol Klumut. Jadi penasaran, nih. Kamu dapat resep dari mana?"
"Itu dua jenis masakan ayam yang aku jadikan satu. Jadi ceritanya, pas aku jalan-jalan ke Solo, aku mampir di resto yang ada menunya ayam remuk. Itu ayam yang sengaja dipresto lama hingga nyaris remuk. Dimasak bacem manis khas masakan Solo. Ternyata enak juga. Terus besoknya aku lanjut perjalanan ke Klaten. Mampir di resto ayam panggang Klaten paling terkenal. Tahu kan, ciri khas ayam panggang Klaten yang ada klumut areh santan kental. Jadinya aku kepikiran memadukan keduanya. Kutambah sambal terasi dengan irisan jeruk limau. Ehh, ternyata pas kucoba di restoku banyak yang suka," terang Lily. Selama dia ngomong perutku langsung berkeruyuk karena membayangkan rasanya.