Sehari sebelum pernikahan Deni dan Cleo, aku menjemput orang tua Deni di Bandara Juanda. Akhirnya mereka datang juga dari Ende untuk menyaksikan pernikahan anak semata wayang mereka. Deni tak bisa menjemput karena sedang dipingit. Pamali calon pengantin pergi-pergi menjelang nikah. Rojas bermurah hati meminjamkan aku mobilnya selama diperlukan. Sementara Rico dengan senang hati mempersilakan rumahnya untuk menginap Deni, aku, dan sekarang tambah ayah dan ibu Deni. Sepanjang perjalanan dari Bandara ke rumah Rico, diwarnai omelan Ibu Deni.
"Memangnya aku bisa apa lagi selain terpaksa merestui? Kalian ame dan nana sama saja. Masalah nikah anak diselesaikan dengan catur. Cara apa pula itu?"
"Ame cuma pikir, yang penting Deni nikah sama perempuan. Lihat kelakuan dia selama ini yang setengah-setengah," ayah Deni memberikan argumentasinya.
"Kenapa tak kau kawinkan saja anakmu sama kerbau betina, kalau yang penting perempuan," sungut ibu Deni. Ayah Deni diam tak menjawab lagi, sepertinya dia sudah lelah berdebat dengan istrinya.
Aku jadi membayangkan reaksi orang tuaku sendiri jika ini terjadi padaku. Kurasa tak akan semudah ini bapak dan ibuku memberi restu. Ibuku memang tidak cerewet, kalau sudah marah beneran malah akan diam seribu bahasa. Namun tatapannya jadi mematikan. Dan sikap itu bisa bertahan sampai berbulan-bulan. Bapakku juga tak mungkin akan menantangku catur, karena memang tak bisa main catur. Kemungkinan besar aku akan diberi setumpuk kitab kajian dan disuruh mengaji lagi. Bagaimanapun, aku harus siap menghadapi reaksi bapak dan ibuku. Aku mengambil pelajaran dari apa yang Deni alami kemarin, bahwa berterus terang pada orang tua dari awal adalah yang terbaik.
###
Setelah mengantarkan ayah dan ibu Deni ke rumah Rico, aku bergegas ke resto Lily. Cleo menginap di tempat Lily selama persiapan pernikahannya. Besok pagi Deni dan Cleo akan melaksanakan akad nikah terlebih dulu di KUA. Tak mungkin bisa ijab qobul di atas kapal, karena itu berarti kami harus menculik penghulunya selama 24 jam. Sementara masih banyak pasangan lain yang menunggu pak penghulu untuk dinikahkan.
Kapten Gustav sudah mengabariku lewat telepon, kapalnya akan sandar di pelabuhan Tanjung Perak besok pukul 6 pagi. Aku bisa mulai mempersiapkan segala sesuatunya setelah kapal selesai bongkar muatan. Kapal akan berangkat lagi pukul 12 siang, dan diperkirakan tiba di Tanjung Benoa pukul 10 keesokan harinya.
"Perjalanannya cukup panjang, Bar. Sampaikan pada para tamu undangan agar mereka bisa bersiap sebaik mungkin."
"Baik, Kapten. Saya sudah sampaikan itu pada mereka. Mereka justru tak sabar untuk segera melakukan perjalanan. Sebagian besar tamu undangan, teman-teman Lily dan Cleo, mereka belum pernah naik kapal jarak jauh. Paling banter mereka cuma naik kapal Feri menyebrang ke Bali."
"Ya sudah kalau begitu, semoga besok semua berjalan lancar," Kapten Gustav memungkasi pembicaraan.
Yahh, semoga besok tak ada aral apapun yang merintang.
Sesampai di resto, hanya ada anak buah Lily yang sedang sibuk membuat berbagai macam kue yang akan dibawa ke kapal besok sebagai menu tambahan. Lily sedang menemani Cleo ke salon salah satu temannya untuk melakukan perawatan tubuh entah apa namanya. Perawatan yang biasa dilakukan mempelai perempuan menjelang pernikahan.
Aku menunggu Lily sambil rebahan di sofa di lantai dua yang letaknya di atas dapur. Dekat dengan kamar Lily. Tapi aku sungkan untuk masuk ke kamar itu. Sudah berkali-kali aku ke resto Lily, tapi baru tiga kali ini aku naik ke lantai dua. Aku masih bisa menahan diri untuk menyentuh Lily terlalu jauh. Paling banter ya cuma ngobrol romantis di sofa, dengan sentuhan tubuh seperlunya, tak pernah melampaui batas.
Biarpun tempat ini minimalis, tampak jelas Lily berusaha membuatnya nyaman untuk dihuni. Segalanya tertata rapi dan terkesan artistik. Benar-benar tipe perempuan yang kuidamkan untuk menjadi isteri.
Lelah mulai menyergap tubuhku. Mengurusi pernikahan Deni ternyata menguras energi juga. Cuaca yang mendung sejak pagi tadi, dan angin yang bertiup semilir dari jendela di lantai dua, membuat kantukku datang, dan tak lama kemudian, akupun terlelap ke alam mimpi.
###
Hari sudah sore ketika aku terbangun. Cukup lama juga aku tertidur. Hampir 4 jam. Teringat aku belum shalat Ashar. Ada mushola di resto Lily. Aku pun turun untuk shalat di sana.