"Saya terima nikah dan kawinnya Cleopatra Saraswati binti Sulaiman dengan mas kawin emas seberat 5 gram dibayar tunai," Deni berhasil mengucapkan lafal qobul dalam satu tarikan nafas dengan lancar.
"Bagaimana saksi-saksi, sah?"
"Sah!"
"Alhamdulillah."
Demikianlah, Deni dan Cleo telah resmi menjadi sepasang suami istri. Cleo, meski dengan mata yang masih sembab sisa tangis semalam, tampak cantik dalam balutan kebaya putih pernikahannya. Tersenyum bahagia, karena satu ujian penting dalam hidupnya telah berhasil ia lalui. Deni yang terlihat tampan dengan setelan jas hitam dan pecinya, memeluk Cleo dengan erat, seakan mau menunjukkan ke semua orang, Cleo adalah miliknya yang akan terus dijaganya, apapun yang terjadi nantinya.
"Selamat ya, Den. Kamu sudah benar-benar jadi Lelaki, sekarang," ucapku seraya menyalami Deni.
"Kakak ipar......semua tak lepas dari bantuan kau dan Lily, terimakasihku tak kan pernah cukup," jawab Deni sambil memukul lenganku. Sementara Lily dan Cleo berpelukan dengan penuh keharuan. Yahh, setelah kejadian semalam, pagi ini suasana jadi terasa mengharu biru. Ayah dan Ibu Deni menyaksikan pernikahan anaknya dari sudut ruang KUA. Sepertinya enggan mendekat. Namun sempat kupergoki ibu Deni membuka kaca mata lalu mengusap kedua matanya dengan sapu tangan. Dan ayah Deni yang tersenyum, tak bisa menutupi kelegaannya karena prosesi akad nikah telah usai dengan lancar. Entah apa yang sebenarnya mereka rasakan sekarang ini, menyaksikan pernikahan anak semata wayang dengan restu yang setengah hati. Terutama ibu Deni yang masih belum bisa sepenuhnya menerima Cleo sebagai menantunya. Lily bercerita padaku semalam, ibunya Deni telah menumpahkan segala kemarahannya pada Cleo. Dan Cleo hanya bisa menjawab dengan satu kalimat "Maaf, karena saya telah berani mencintai anak ibu, maaf karena kami berdua telah saling mencintai, dan tak ada yang bisa mengubah itu."
Deni datang saat dini hari tadi. Rupanya dia sengaja tidur awal untuk persiapan pernikahannya esok pagi. Begitu bangun, membaca pesanku, Deni langsung ngebut mengendarai motornya Rico ke rumah Lily. Menenangkan Cleo, dan memastikan tak ada yang bisa mengubah keputusannya untuk menikahi Cleo.
Ayah dan ibu Deni akhirnya mendekati Deni dan Cleo, hanya untuk berpamitan. Mereka akan langsung balik ke Ende. Mereka menolak tawaran Deni untuk ikut merayakan acara pesta pernikahan.
"Ibu capek Den, capek lahir, capek batin. Semoga kau tak menyesali keputusanmu," sahut ibu Deni tanpa menyembunyikan ketaksukaannya. Ayah Deni terlihat lebih ramah. Memeluk Deni, dan menepuk bahu Cleo, memberi selamat, sebelum beranjak menyusul istrinya yang bergegas meninggalkan KUA.
Semoga, suatu saat entah kapan dan karena apa, mereka berdua bisa menerima Cleo seutuhnya.
###
Dekorasi pernikahan yang simpel tapi manis menghiasi kafetaria kapal. Fajar dan kawan-kawannya yang mengerjakan dekorasi itu sejak pagi. Mereka tak bisa ikut karena tak dapat cuti. Itulah sumbangsih yang bisa mereka berikan untuk pernikahan Deni dan Cleo. Ruangan kafetaria disulap bak istana raja laut. Para tamu undangan sedang sibuk berselfie. Acara pesta pernikahannya akan dilangsungkan nanti malam. Sementara menunggu, mereka bebas menikmati perjalanan panjang ini dengan cara sendiri. Jika lelah dan mau bersantai, mereka bisa rebahan di kabin.
Lily dan 5 pegawai yang diajaknya tampak sibuk menata kue-kue yang dibawa dari resto di konter bar yang ada di pojok kafetaria. Ada fruit punch dingin dan teh hangat yang disediakan di Jar Jumbo. Para undangan bisa mengambil sendiri apa yang ingin mereka makan atau minum. Ini benar-benar pesta yang memanjakan para tamu. Dan memang begitulah yang diinginkan Deni dan Cleo untuk merayakan pernikahan mereka. Dengan mengajak teman-teman mereka bersenang-senang. Ada 100 tamu undangan di acara ini. Dari kelompok Para Dewa Dapur, hanya aku dan Rojas yang bisa ikut. Lainnya tak bisa cuti. Semua tampak gembira, semua tampak bahagia.