Dinginnya dini hari yang mulai merambat subuh menyambut kedatanganku bersama Lily di kampung halamanku, Jepara. Kami berangkat dari Surabaya menggunakan kereta Argo Bromo kemarin pukul 8 malam, dan tiba di Stasiun Tawang Semarang pukul 11 lebih sedikit. Dari sana kami melanjutkan perjalanan dengan taxi bandara menuju Simpang Lima. Sengaja ingin menikmati suasana malam minggu di sana, mengisi perut sambil mengenang masa lalu kami dulu. Aku dan Lily punya kenangan masing-masing mengenai tempat itu, yang membuat kami tertawa saat mengingatnya kembali. Sekitar pukul 1 pagi baru kami melanjutkan perjalanan ke Jepara.
3 tahun sudah aku tak pulang. Tak ada yang berubah dari kota kecil di ujung utara Jawa Tengah ini. Pasar Jepara Satu yang lebih dikenal dengan nama Pasar Ratu mulai ramai oleh geliat para bakul yang menurunkan sayur mayur saat kami melewatinya.
"Kau pernah ke sini sebelumnya?" tanyaku pada Lily.
"Pernah dua kali seingatku. Diajak ibuku piknik ke pantai Jepara." sahut Lily.
"Rumahku dekat saja dengan pantai. Sekitar 2 kilometer. Dulu waktu aku kecil, seringkali sepedaan untuk main ke pantai."
Taxi yang kami carter sejak dari Simpang Lima terus melaju menuju kampungku, Mororejo. Memang agak jauh dari pusat kota Jepara. Aku datang tanpa memberi kabar orang tuaku. Biarlah menjadi kejutan buat mereka.
Benar saja, bapak dan ibu yang baru saja terbangun dan sedang menunggu waktunya shalat subuh, tampak terkejut, senang sekaligus bingung dengan kedatanganku yang tiba-tiba. Mengajak seorang perempuan pula.
"Oalah, Nang...... kok nggak ngasih kabar dulu kalau mau pulang," ibu langsung memelukku dengan hangat. Aku mencium tangan ibu dan bapak. Lily mengikutiku mencium tangan kedua orang tuaku.
"Ehh, siapa ini?" tanya ibu bingung sambil memegang pundak Lily lembut.
"Hehehehe..... Insya Allah, calon menantu Ibu dan Bapak," jawabku. Ibu terbelalak, sepasang matanya yang dihias keriput tampak berbinar.
"Alhamdulillah, akhirnya kamu ketemu juga sama pasanganmu. Ibu sudah khawatir kamu nggak mau kawin selamanya. Sini Nduk, duduk dulu sini! Namamu siapa, Nduk, Cah Ayu?" tanya ibu bersemangat seraya menarik Lily menuju kursi di ruang tengah. Bapak hanya terdiam, menatapku masih dengan pandangan bertanya-tanya. Aku hanya tersenyum melihat reaksi bapak.
"Saya Lily, Ibu," sahut Lily memperkenalkan diri.
"Wis, jan. Baruna ini lhoh. Kok nggak bilang-bilang mau pulang ajak calon istri. Kelakuan tenan bocah ini," gerutu ibu.
"Kan biar kejutan, Buk," sahutku sambil nyengir. Ibu masih hendak bertanya pada Lily, ketika adzan subuh terdengar berkumandang dari Masjid.
"Yuk, kita subuhan dulu. Nanti dilanjutkan lagi ngobrolnya," ajak Bapak.
"Nggih, Pak," sahutku. Lalu teringat sesuatu. "Sekar belum bangun, Bu?" aku menanyakan keberadaan adik semata wayangku.