Hari ke 6 aku dan Lily di Jepara, semua masih berjalan menyenangkan. Ibu dan Lily terlihat makin dekat. Terutama saat sedang di dapur, ketika mereka berdua berbagi resep andalan masing-masing. Lily dengan antusias mencoba berbagai masakan khas Jepara. Seperti pagi ini, ibu sedang mengajari Lily membuat pindang serani dan mento isi jamur.
"Baruna itu, kalau ibu masak pindang serani, hadeeeeeh, nasi sebakul juga abis," kata ibu. "Kalau mento ini kesukaan bapak."
"Pindang serani ini mirip-mirip gulai kepala ikan di restoran Padang, ya Bu?"
"Walah, ibu ndak pernah makan masakan Padang. Jadi ya nggak ngerti mirip apa ndak, hehehehe."
Begitulah obrolan mereka yang terdengar selama masak di dapur. Ada saja yang mereka omongin.
Saat masakan matang, kami berempat sarapan bareng-bareng.
"Hmm......kalau dua koki terbaik di dunia sudah bersatu gini, kita tinggal nunggu saja badan kita jadi gembul," komentar bapak sambil memakan nasi lauk mento. Aku pilih makan lauk pindang serani. Meski dengan resep dan cara yang sama, aku bisa merasakan perbedaan masakan Lily dengan masakan ibu. Beda tangan memang beda rasa.
"Kalian cepat-cepatlah atur pernikahan. Jangan lama-lama berpacaran."
Perkataan bapak membuatku berpikir untuk segera berterus terang saja tentang masa lalu Lily. Kutatap Lily yang menunduk mengulik-ulik ikan pindang di piringnya. Aku tahu dia juga resah memikirkan hal yang sama. Mungkinkah ini saat yang tepat untuk kami membuat pengakuan?
"Ada hal serius yang akan kami bicarakan pada bapak dan ibu, soal pernikahan kami," ucapku akhirnya, membuat suasana mendadak hening. Ibu dan bapak menatapku dan Lily bergantian.
"Ini tentang masa lalu Lily," aku mencari kalimat yang pas yang sekiranya bisa membuat bapak dan ibu mengerti.
"Kami sudah tahu, Nang," ucap ibu lembut, membuat aku terhenyak.
"Ibu sudah tahu soal apa?" tanyaku bingung.
"Lily sudah menceritakan semua pada ibumu tiga hari lalu. Dan ibu juga sudah cerita ke bapak," terang bapak.
Aku menatap ke arah Lily, meminta penjelasannya.
"Maaf, Runa. Kebaikan bapak dan ibu selama aku di sini, membuatku tak tahan untuk segera jujur mengakui siapa aku sebenarnya," ucap Lily dengan suara tercekat. "Aku takut kau tak akan pernah punya keberanian untuk jujur karena ingin melindungi aku."
"Bapak dan ibu tidak keberatan dengan masa lalu Lily?" tanyaku takjub.
"Sudah seminggu kalian di sini, ibu dan bapak juga sudah mengamati Lily, menurut kami tak ada yang salah dengan Lily yang sekarang. Jadi buat apa kami keberatan?" sahut Ibu.