Pasar Malam Terkutuk

Yaraa
Chapter #12

12. [Bella Mewangi]

[Bella Mewangi]


Bodoh, itu kata yang pantas untukku saat ini. Harusnya, tadi pas bertemu Airin yang katanya punya kekuatan air dan ternyata gak katanya lagi, karena aku sempat melihatnya dengan mata kepalaku sendiri kekuatannya. Aku nanya ke dia dimana jalan keluar atau paling sederhana 'kamu bisa bantu kakak nggak?' tapi aku dengan mudahnya hanya meminta air minum saja kepadanya.

Tiara saja sampai tak habis pikir dengan tindakanku. Airin itu tetangga baruku tinggal disebelah rumah. Dia baru kelas satu SD dan baru pindah ke SD yang baru beberapa Minggu yang lalu.

Aku kenapa bisa lupa mendadak sih?

Tapi jangan menyalahkan diri sendiri dulu karena itu bukan Bella banget namanya. Sekarang aku harus mencari solusi dari alamat Agung yang berubah menjadi Pasar malam. Tiara mencurigai bahwa aku mengganti alamat itu sewaktu dia lengah namun aku tidak selicik itu Fernando. Aku itu Bella dan tidak suka berpikir licik apalagi kepada sahabatku yang paling unyu serta penakut itu.

"Jadi Agung ada di pasar ini?" tanyaku mengangguk-angguk sambil membaca ulang tulisannya hingga berkali-kali.

"Kamu tau dimana tempatnya?" Tiara bertanya padaku.

"Kalau tau, udah gue seret si Agung terus gue caci maki dia!" jawabku emosi.

"Eh jangan gitu! dia kan teman kita," Tiara malah mencegah.

"Tapi ini kayak jebakan," aku mengeluh protes.

Aku sangat kesal, kalau tahu akan seperti ini jadinya mungkin aku akan mempertimbangkan ucapan Tiara di mobil waktu itu yang tanpa henti memperingatkan agar tak mudah percaya pada kertas yang Agung tulis.

Andaikan waktu bisa diputar kembali tapi sayangnya hal itu hanya suatu kemustahilan yang hakiki.

Kemana lagi aku dan Tiara mencari Agung?

Ini bahkan sudah sampai di pasar malam yang dia tulis namun orangnya kenapa tak juga menampakkan diri?

Panggilan suara hatiku ternyata tidak mempan sama sekali dan benar sebuah telepati hanya ada di film-film saja sedangkan di dunia nyata sangat tidak mungkin terjadi. Aku menghela napas berat kemudian terdiam larut dalam pikiranku.

"Bella jangan ngelamun!" peringat Tiara menepuk bahuku emang aku tukang angkot.

Aku berdecak. "Gue gak ngelamun Tiara justru gue lagi mikir," jawabku agak kesal.

"Mikir versi kamu, beda tipis sama melamun. Jangan ah, pamali lagian tempat ini juga udah ada kesan horornya kamu jangan coba tambah-tambahin," ujarnya ketakutan setelah melihat sekeliling.

Aku mengangguk kecil setuju dengan omongan Tiara namun yang aku pikirkan bukan lamunan melainkan sebuah rencana. Tiara ini... selalu bikin aku gemas sendiri.

"Tanya ke mereka gimana?" aku menunjuk kerumunan siswa yang asyik bercanda ria di dekat wahana permainan tapi tidak naik-naik.

Tiara menoleh. "Kamu aja yang nanya."

"Kok gue?" aku menunjuk diriku sendiri heran dengan jawaban Tiara.

Lihat selengkapnya