Pasar Malam Terkutuk

Yaraa
Chapter #15

15. [Agung Guintara]

[Agung Guintara]


Gue membuka mata lalu mengerjap perlahan dan hal pertama yang gue lihat bukan kamar gue yang tersayang melainkan Bella. Lha kok? kenapa tuh cewek wajahnya penuh darah, tangannya pun luka-luka? Apa dia bukan Bella Mewangi melainkan orang yang mirip dengan Bella namun setelah mengalami kecelakaan parah?

Gue meringis nyeri saat akan mendekati Bella yang ada di dekat pintu dan ternyata badan gue juga luka-luka yang paling parah di kaki pantesan gue gak bisa bangun dari tadi. Tunggu dulu! ini mimpi atau apa? gimana bisa gue bareng si Bella sama-sama luka parah begini terus kemana lagi si Tiara?

Gak ada akhlak tuh cewek temannya luka gini gak ada niatan buat nolongin gitu?

Gue tampar wajah gue sendiri dengan keras katanya kalau mimpi kan gak akan berasa apapun namun sialnya ini nyata bukan mimpi dan gue merasakan sakit di bagian pipi gara-gara gue tampar sendiri. Setelah rasa sakit gue mereda, gue mencoba ngesot ke arah Bella yang lagi tak sadarkan diri. Untungnya jarak ngesot gak terlalu jauh jadi gue gak malu-malu amat kalau seandainya dilihat seseorang.

"Woy bangun!" gue tepuk-tepuk pipinya Bella tapi tak ada reaksi sama sekali. Apa kasih napas buatan aja ya biar dia bangun? nggak deh bercanda, mana ada pingsan penuh darah begini cara banguninnya dengan napas buatan. Gue coba sekali lagi.

"Bella woy! lo masih hidup?" kali ini gue sedikit berteriak di sebelah kupingnya biar dia langsung membuka mata eh taunya kagak. Dia itu sebenarnya pingsan atau mati sih? gak bangun-bangun padahal gue udah teriak di kupingnya pula eh jangan sampai dia mati deh nanti siapa yang ngurus jenazahnya dan gue jadi tersangka karena berada di TKP. Gue menggeleng agar pikiran buruk itu segera enyah dari otak gue yang penuh cerita horor. Sekarang gue harus bangunin si Bella apapun caranya.

Kira-kira hal apa yang bisa membuat orang bangun di keadaan seperti ini?

Gue mikir keras. Saking kerasnya gak ketemu apa yang harus dipikirkan. Gue mengacak rambut frustrasi sebab tak ada lagi ide melintas di otak. Apa harus gue bongkar dulu isi otaknya biar nemu tuh ide?

Gue denger suara ringisan ternyata si Bella sedang megang kepalanya mungkin pusing mikirin gue eh maksudnya karena luka di kepalanya. Dia menatap gue bingung, linglung, heran, aneh dan ... entahlah gue gak bisa baca tatapan cewek. Tunggu aja nanti kalau dia mulai ngoceh baru gue tanggepin.

"Agung!" Bella manggil gue lirih banget kayak gak ada semangat hidup.

"Lo masih pusing?" tanya gue gak tega lihat wajahnya yang udah pucet mungkin kehabisan darah.

Dia mengangguk lemah. Ini nih salah satu kelemahan gue kalau lihat cewek terluka tak berdaya di samping gue tapi tenang, gue masih ingat batasan kok. Gue bantu dia supaya menyandarkan tubuhnya pada tembok tadi posisi dia tiduran dan mengenaskan sekali.

"Gung kita dimana?" tanya Bella lagi dan suaranya masih bernada pelan. Tak seperti biasanya ceria, cerah dan sehangat bajigur mang Jelegur.

Mana gue tau? jawab gue dalam hati tapi mulut malah berkata lain.

"Ruangan," itu kata yang berhasil keluar dari mulut gue.

Lihat selengkapnya