[Tiara Nadira]
Diam menunggu seseorang yang lewat adalah hal paling sia-sia aku lakukan sekarang bahkan di sekitar pasar ini tak ada siapapun lagi selain aku. Menyesal pun sudah tidak ada gunanya lalu aku harus bagaimana?
Tidak ada siapapun yang bisa aku tanyai dan siapapun yang mau membantuku keluar dari sini. Aku memutuskan kembali berjalan tak tentu arah. Karena tak menemukan apapun lagi aku kembali duduk di tanah lalu mengeluarkan botol minum yang Bella berikan kepadaku di dalam saku jaket yang cukup besar untuk menyimpan cadangan makanan tanpa ketahuan.
Ku minum hingga setengah dan melupakan peringatan Bella agar meminumnya hanya setutup botol saja. Supaya hemat katanya. Aku kembali memasukkan botol minuman ke jaket dan seseorang terlihat berjalan ke arahku dari kegelapan. Dalam hati aku merasa senang akhirnya aku tidak sendirian lagi di pasar malam ini namun seseorang itu... dia perempuan mirip Bella. Tunggu! dia Bella dan kenapa membawa sebilah pisau tajam?
Semakin dekat dan semakin dekat perempuan itu berubah-ubah wajah namun yang paling sering adalah wajah Bella. Aku mundur ketika Bella benar-benar ada di hadapanku. Dia menyeringai seperti siap akan membunuhku dengan sebilah pisau cukup tajam digenggamnya.
"Bella jangan!" ucapku namun dia malah lebih cepat berjalan sementara aku melangkah mundur darinya.
Ketika pisau itu benar-benar akan dilayangkan ke arahku dengan cepat aku menghindar namun digantikan dengan tanganku yang tergores. Perih, tentu saja. Aku kibaskan sebentar lalu berlari secepat mungkin agar bisa terhindar. Dia cepat dan tampak tak berjalan alias melayang dengan kaki beberapa centi di atas tanah.
Aku melihat kebelakang memastikan dia tak lagi mengejar namun sialnya dia ada di depanku dengan wajah menyeringai lebar. Lagi-lagi aku berlari ke arah lain dan melihat sebuah ruangan. Tanpa berpikir aku masuk kedalamnya berdoa dalam hati semoga orang yang berubah-ubah wajahnya itu tak lagi mengejar.
Pintu aku tutup perlahan, kegelapan langsung menyambut kedatanganku. Aku menarik napas dalam-dalam mulai berjalan dengan memegang tembok di sisinya dan aku sangat benci berada situasi ini. Sudah seperti peserta uji nyali saja namun diikuti orang yang ingin membunuhku dan apa yang menjadi kesalahanku padanya masih menjadi misteri.
DUGH
Aku terpeleset jatuh di saat-saat seperti ini. Di dalam kegelapan ruangan yang entah ini ruangan apa. Basah dan anyir menjadi masalah penciuman dan indra peraba ku.
"Darah apa ini?" aku mengendus aroma di tanganku lalu mengoleskan ke baju berharap darah itu segera hilang kemudian berdiri sekuat tenaga karena licinnya lantai oleh darah dan lega saat meraba sebuah tangan.
Tunggu tangan? tangan siapa?
Aku menahan diri agar tak menjerit karena takut.
Tiara jangan takut! ini pasti–tidak, aku tidak bisa berpikir positif disaat seperti ini.
Tangan itu menarik ku hingga terjatuh dan membentur dinding.
Aku berusaha berontak tanpa suara melepaskan tangan seseorang itu sekuat tenaga namun anehnya cengkramannya malah semakin kuat sehingga aku tak bisa melawan. Hanya bisa menangis tapi tak bisa berteriak karena perempuan di luar ruangan sedang mengejar dan ingin membunuhku. Aku hilang kesadaran kemudian pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
---
Aku membuka mata tengah berada di sebuah ruangan dengan lampu cukup terang namun lagi-lagi tak ada siapapun. Kenapa aku harus selalu sendirian di saat seperti ini?