[Tiara Nadira]
Agung mulai siuman dan mengerjapkan kedua matanya. Aku harus sadar situasi jangan sampai bertengkar dengannya apapun permasalahannya lagipula aku sedang badmood yang namanya bertengkar eh kok, bertengkar sih? bukannya Agung yang memulai ah bodo, intinya aku harus jadi piranha jinak dulu untuk saat ini. Ingat hanya untuk saat ini saja, tidak dalam saat itu atau saat-saat ini dan itu.
"Piranha! Bella!" ucap Agung bergantian menyebutkan namaku dan Bella. Gak sekalian mujair, paus, hiu, lumba-lumba, bandeng pokoknya semua jenis ikan dia absen sampe mabok.
Sabar piranha eh maksudku Tiara jangan sampai keluar hujatan pedas buat si pendongeng horor!
Aku balas tersenyum padanya jangan sampai membuat suasana berubah menjadi memburuk.
"Gimana perasaan lo?" tanya Bella, kalau aku tanya keadaan Agung ih malesin banget.
"Ba–eh kemana hilangnya luka-luka gue? bahkan tanpa bekas. Pake salep apaan nih ampuh bener? gue juga mau beli buat jaga-jaga. Dimana tempatnya?" Agung malah memberondong pertanyaan.
Tak
Sebuah jitakan mendarat mulus di kening Agung dari tangan Bella yang gatal sedangkan aku hanya mentertawakan Agung dalam hati. Syukurin! untung cuma jitakan coba kalau di lempar ke laut penuh ikan piranha segede paus bisa mati ditempat dia.
"Ini kepala neng bukan paku!" rutuk Agung memegangi keningnya lalu diusapnya pelan.
"Ya iyalah itu kepala. Lo pikir gue buta warna gak bisa bedain kepala sama paku?" jawab Bella nge-gas.
Aku terkekeh kecil melihat pertengkaran antara Agung dan Bella. Mungkin Bella sudah sadar kalau Agung itu cowok yang gak bisa dipegang kata-katanya.
"Kenapa lo senyum-senyum? gila lo?" Agung menyadari aku sedang menahan diri untuk tidak tertawa.
Aku berubah kesal. "Gue waras, lo yang gila," tuduh ku tidak terima.
Aku mengatupkan bibir rapat lupa bahwa aku tak boleh marah-marah dulu untuk saat ini namun karena kelakuan Agung yang terlampau ngeselin jadi aku kelepasan bicara. Oke, untuk selanjutnya aku harus jadi Tiara yang kalem, imut juga berhati bidadari eh sejak kapan aku narsis begini? pasti ketularan sifat Bella. Sudahlah untuk sekarang aku harus jadi Tiara yang kalem. Titik.
"Piranha!"
"Piranha!"
Aku tetap mendiamkannya
"Tiara!"
Nah itu baru aku menoleh.
"Apa?" jawabku ketus nggak ada manis-manisnya.
"Lo mau bunuh gue sama Bella?" Agung malah berkata lebih sewot kepadaku.
Aku melotot tajam ke arah Agung dan gatal ingin melayangkan kata-kata hujatan namun ingat harus jadi Tiara kalem. Aku merubah raut wajah dan menarik napas pelan.
"Gue? bunuh kalian? ya kali enggak bukan gue," aku mengelak enak saja dituduh menjadi pembunuh bahkan semut pun aku kasih jalan supaya gak ke injek.
"Iya Gung bener mana mungkin itu Tiara. Tadi aja sebelum lo bangun Tiara berdarah-darah kok," akhirnya Bella membela ku yang dituduh sembarangan oleh si pendongeng horor. Thank you my friend pembelaan mu sangat menyejukkan hatiku.
"Tapi dia baik-baik aja tuh. Gue yakin dia mau bunuh kita, apa istilahnya ... diam-diam menghanyutkan," ujar Agung malah semakin menuduhku yang tidak-tidak ditambah memberikan istilah lagi. Untung teman kalau bukan aku beri dia nenek berambut ular.