[Agung Guintara]
Gue tersadar dan ternyata luka-luka di kaki sama tangan sudah hilang tanpa bekas entah bagaimana caranya yang pasti gue pengen beli tuh obat apa yang mereka gunakan ke gue. Namun pas gue tanya malah dapet jitakan gratis mendarat tanpa ditolerir. Untung sih dijitak doang daripada disembur, emangnya gue pasien kesurupan? akhirnya gue mencoba mencairkan suasana aja supaya gak tegang-tegang amat kayak ketemu calon mertua.
"Ikan cumi dibakar," gue mulai berpantun.
"Cakep," sahut Bella menggeplak legam gue.
"Gue makan tinggal setengah." lanjut gue.
"Cakep."
"Hey Tiara, ikan cumi bukannya teman lo ya?" gue pun tergelak sendiri akhirnya.
Seketika wajah si Tiara yang tadi serius berubah menjadi masam dan itu hal yang gue tunggu dari tadi daripada serius-serius terus gue nggak tau apapun ya mending lihat wajah si Tiara yang berubah ngambek.
"Lo lagi ada masalah apa si Gung sama gue?" tanya Tiara auranya itu masih damai kayaknya belum panas.
"Gak ada, gue cuma membeberkan fakta," jawab gue enteng namun anehnya si Tiara malah mengabaikan gue bukannya ngajak gelud. Ah gak asik!
Gue ikut berdiri melihat apa yang kedua cewek di hadapan gue ini fokus banget bahkan kayak gak menganggap gue ada. Lambang gitar yang mereka lihat mengingatkan gue pada sesuatu. Oh iya, gitar ini seperti sebuah gitar yang memiliki keistimewaan tertentu tapi gue bilang gak ya? soalnya kalau gak percaya apa yang gue bilang sia-sia dong gue jelasin. Gue berdeham membuat Tiara dan Bella menoleh aneh kearah gue.
"Kenapa lo sakit maag?" tanya Tiara heran.
"Gue mau ngomong," ujar gue kesel karena kode dehaman tak mempan.
"Sakit maag?" sahut Bella entah mengapa sama-sama nyebelin.
Apa salah gue sebenernya sama mereka berdua selalu aja kena bully padahal gue gak punya salah apa-apa?
"Agung kalau mau ngomongin dipersilakan jalan masih lega!" kata Tiara wajahnya masih kesal.
"Yakin mau denger?" tanya gue.