Pasar Malam Terkutuk

Yaraa
Chapter #23

23. [Tiara Nadira]

[Tiara Nadira]


Aku memperhatikan dua orang yang sedang tak sadarkan diri di sampingku. Agung tak sadarkan diri karena terpatok ular sementara Bella malah jatuh pingsan karena ketakutan. Aku masih memegang gitar yang Agung pakai untuk keluar dari ruangan berdarah kemudian aku coba-coba memetiknya asal. Siapa tahu ada sebuah keajaiban muncul tanpa terduga dan benar saja, sebuah kekuatan cahaya menyilaukan mendatangiku seolah menyuruhku mengikutinya. Aku bangkit mengikuti cahaya itu dan tak terasa sudah sampai di tempat penyimpanan barang. Secepatnya aku mengambil tas Bella juga milikku kemudian kembali ke tempat tadi dengan sedikit berlari dipandu si cahaya tak lama cahaya itu sudah menghilang dari pandangan mata.

Tiba di tempat semula ada dua orang tengah menarik Bella dan Agung dengan tak berperasaan tentu aku tak tinggal diam langsung mendekat melepaskan cengkraman kedua orang itu dari Agung juga Bella.

"Apa yang kalian inginkan?" tanyaku marah menghalangi keduanya agar tidak lagi membawa Bella dan Agung.

"Kematian," ujar keduanya bersamaan diakhiri senyuman aneh terpatri jelas di wajahnya.

"Pergi! jangan menganggu kami!" aku berteriak lantang mengusir kedua orang asing itu.

Namun bukannya takut karena teriakan ku keduanya malah tersenyum menyeringai dan sudah berpindah tempat dibelakang ku sambil mengeluarkan sebilah pisau dari sakunya diarahkan kepada Bella dan Agung secara bersamaan. Aku panik, kalau aku berlari ke arah salah satu dari mereka akan terlambat menyelamatkan hingga dengan keberanian yang tersisa aku mendorong kedua orang itu menggunakan gitar dan tangan hingga keduanya tersungkur jatuh. Tiara dilawan, itu namanya jurus piranha ngamuk.

Kedua orang itu kembali bangkit menatapku tajam kemudian berlari cepat ke arahku namun dengan sigap aku memetik gitar. Benar atau tidaknya nada yang ku mainkan tidak menjadi patokan. Akhirnya keduanya bisa dilumpuhkan lalu memintaku untuk berhenti namun aku tak sebodoh itu mendengarkan ucapan mereka. Aku petik gitar tanpa henti hingga jari-jariku mengeluarkan darah sampai kedua orang misterius itu benar-benar menghilang dari pandanganku. Aku terduduk lemas setelah kedua orang asing telah berhasil aku musnahkan sendirian, menarik napas dan merasakan perih di jari-jari tangan ku.

Aku kuat! jangan takut!

Dengan tenaga yang tersisa aku memindahkan Bella agar tidak terlalu jauh dengan Agung namun saat aku akan berdiri sebuah kaki keriput menghalangi pandangan ku. Jantungku mulai berdetak cepat ketika mendongak melihat pemilik kaki keriput dan dugaan ku terhadap pemilik kaki adalah seseorang yang pernah aku temui. Dia adalah nenek berambut ular. Aku bergerak mundur dengan tumpuan kedua tangan bahkan mendadak lupa caranya berdiri serta berlari.

"Nenek maafkan saya kalau saya ada salah, tolong biarkan saya pergi!" pintaku tercekat saat rambutnya mengibas kearah ku.

Nenek itu makin mendekat lalu membelit ku dengan rambut ularnya. Sesak dan rasanya sudah kehabisan stok udara di sekitar ditambah bergerak pun sulit.

"Lepas–" ucapku lirih.

"Nenek!" Anak laki-laki berlari kecil ke arah Nenek berambut ular yang Bella beri nama Anak karcis.

Aku pun dilepaskan namun dengan sisa napas terengah-engah. Kalau saja anak laki-laki itu tak cepat datang mungkin aku sudah menjadi jenazah.

"Jangan, Nek!" anak laki-laki itu memegang tangan Si nenek.

Nenek itu tidak menyahuti namun anak laki-laki itu seolah mengerti apa yang tengah diucapkan oleh sang nenek.

"Jangan Nek dia kakak yang baik!" katanya sekali lagi aku hanya sesekali melirik dan tak sanggup melihat sosok Nenek menyeramkan itu.

Aku berusaha mengingat apa yang menjadi kesalahanku seketika ingat uang yang Bella berikan kurang pada si Nenek saat masuk pasar malam ini kemudian aku mengeluarkan tiket emas serta koin tiga ratus rupiah di simpan si samping sang nenek yang menatapku garang lalu menunduk takut.

Lihat selengkapnya