[Agung Guintara]
Seperti hari-hari biasanya gue tetap menceritakan pengalaman horor ke semua teman kelas namun ada yang berbeda sama Tiara mau dengerin cerita horor gue tanpa protes atau memakai headset untuk menyumbat pendengarannya. Gue merasa senang saat mengingat dia mau cerita bagaimana bisa keluar dari pasar malam dan gue janji cerita itu akan menjadi rahasia gue Tiara juga Bella saja, tidak untuk konsumsi publik atau pendengar setia cerita horor yang gue bagikan.
Pas gue asyik-asyiknya bercerita, Bu Merah datang ke kelas memperhatikan kami semua dengan tatapan mengintimidasi layaknya polisi melihat orang melanggar aturan lalu lintas tanpa menggunakan helm terus lupa bawa STNK-nya.
"Apa kalian tidak mendengar bel?" seperti biasa nada suaranya dinaikkan beberapa oktaf.
"Dengar Bu!" jawab kami serempak sedikit menunduk takut.
"Terus kenapa gurunya tidak dipanggil?" tanyanya lagi ditambah volume suaranya lebih menggelegar dari yang sebelumnya.
Ya, gurunya datang aja sendiri kan punya kaki dan telinga buat dengar apa yang harus dilakukan tapi Bu Merah malah memarahi kami yang tidak salah apa-apa. Ibu-ibu memang selalu benar sama kayak prinsip cewek.
"Kalian mau saya yang ngajar?" kata Bu Merah lagi menatap satu-satu anak murid termasuk gue.
Gue menggeleng sepelan mungkin soalnya kalau Bu Merah melihatnya bisa kena ceramah dan bonusnya membersihkan toilet. Murid-murid yang lain juga tentu tidak mau mengambil risiko.
Untungnya Pak Mukti datang tepat waktu sebelum ocehan bin pedas meluncur bebas dari mulut Bu Merah kemudian kami belajar dengan tenang bersama pak Mukti.