[Tiara Nadira]
Pengalaman horor berada di pasar malam terkutuk menjadi hal luar biasa bagiku yang tadinya takut sekali dengan berbau horor kini aku tak lagi takut meskipun kecil kemungkinan ketakutan itu masih ada. Bahkan Agung sampai keheranan saat aku tak lagi berpura-pura izin ke toilet atau menyiapkan headset hanya untuk menghindari ceritanya.
Takut itu memang hal wajar namun ada batasnya, takutlah pada sang maha kuasa karena dia lah yang menciptakan alam semesta ini dengan segala kejadian yang mustahil terjadi. Mungkin keseruan pasar malam terkutuk sudah berakhir sampai disini namun kehidupan ini belum berakhir. Ada kalanya sebuah kejadian atau peristiwa memberikanmu sebuah pelajaran berharga bahwa sesulit apapun rintangan yang di hadapi akan indah pada waktunya. Ya waktu yang akan menjawab dan kita menjalankannya dengan penuh perasaan bukan keterpaksaan.
Aku tahu cerita ini tak seindah cerita yang berjajar di toko buku terkenal dan cerita ini mungkin akan terasa biasa untuk diselami namun aku ingin menyajikan hal sebisaku, semampuku lalu kalian nikmati walau terhiburnya hanya sedikit saja.
"Piranha!" Agung memanggilku lagi dengan sebutan seperti biasanya. Aku pikir dia akan sedikit berubah eh ternyata tidak semudah itu.
Aku menoleh padanya dan ternyata Bella juga ada di sampingnya. Kenapa mereka berdua lebih banyak menghabiskan waktu akhir-akhir ini membuat aku menaruh curiga, jangan-jangan...
"Tiara gue mau pergi ke lapangan waktu itu sama Agung sambil main bola, lo mau ikut?" tanya Bella antusias mengajak.
Aku menggeleng, tentu saja menolak lagipula pergi ke lapangan itu mengingatkan ku pada pasar malam dan Bella melupakan kejadian-kejadian menyeramkan disana dengan cepat. Wah hebat sekali, aku saja masih ingat hingga sekarang.
"Mau ya? siapa tahu kita bisa jadi pemain bola suatu hari nanti," lanjutnya diangguki Agung yang sepertinya mendukung.
Aku jadi bingung bagaimana menolak ajakan Bella agar tak memaksa soalnya namanya lapangan pasti banyak orang disana. Kan malu kalau sampai dilihatin terus ceweknya cuma berdua. Ini bisa nggak sih tempatnya yang lebih sedikit orang. Di jaman sekarang kan harus menjauhi kerumunan, memakai masker, mencuci tangan dan menerapkan protokol kesehatan agar terhindar dari virus mematikan. Lalu apa katanya tadi jadi pemain bola? oh tidak, aku sama sekali tidak suka main bola. Kalau dunia kepenulisan atau teknologi baru aku akan ikut andil tanpa banyak alasan.
"Pokoknya lo harus ikut, nanti gue jemput awas aja kalau nggak muncul," ucap Bella terdengar bak ancaman tidak untuk dilanggar.
Bella dan Agung meninggalkan ku begitu saja setelah mengatakan perihal main bola. Bella sebenarnya sedang kerasukan apa sampai mau bermain bola padahal di lapangan sekolah juga masih lega dan bisa dipakai walaupun banyak yang menggunakan. Lebih baik aku ke kelas saja, mungkin suasana disana agak tenang dan damai selain tempat bernama perpustakaan.
Benar saja suasana kelas sedang hening-heningnya, tidak ada keributan, tidak ada Agung ataupun Bella. Entah semua murid kelas 11-B tengah bermigrasi kemana. Aku memilih masa bodoh saja nanti juga pas bel berbunyi atau Bu Merah memanggil di jamin semuanya langsung panik buru-buru balik ke kelas.
"Ti kemana temen lo?" Niko datang ke kelas sambil celingak-celinguk.
"Oh Bella, lagi..."
"Bukan, si Agung. Lo lihat dia nggak soalnya ada hal penting yang mau gue omongin sama dia," potongnya cepat.
Niko aneh sekali, bertanya Agung dimana kepadaku yang benar saja?
Agung itu selalu bersama Bella belakangan ini dan Niko bertanya pada orang yang salah.