Sehari tanpa mendengarkan kisah horor dari Agung rasanya kurang afdol, macam taman bunga namun bunganya layu semua kemudian airnya habis sebab musim kemarau telah melanda. Seluruh murid 11-B tidak ada satupun yang bersuara hingga guru-guru yang mengajar untuk pertama kalinya merasa keheranan. Jarang-jarang sekali kelas 11-B menjadi kelas ramah guru biasanya Bu Merah mesti turun tangan untuk memanggil supaya semua murid kelas berkumpul dengan lengkap.
Agung masih terus berpikir dimana gantungan itu jatuh dan aneh karena hanya gantungannya saja yang ditemukan sementara bahan pentingnya hilang.
"Gung lo lagi banyak pikiran ya?" tanya Niko setengah berbisik lalu pergi setelah mendapatkan gelengan dari Agung.
Sebenarnya Agung ingin menceritakan kisah horor pada temen-temennya hari ini tetapi idenya sudah menguap begitu saja jadi daripada berpikir keras apa yang mesti di ceritakan, lebih baik tidak bercerita sama sekali.
Sementara di bangku pojok, Tiara gelisah antara harus menyampaikan apa yang dipikirkan atau memilih diam saja untuk sekarang saat Agung membutuhkan bantuan. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Tiara menghampiri Agung dan sudah dipastikan tidak ada teman-teman yang julid di sekeliling Agung.
"Agung gue mau ngomong," ucap Tiara setelah mengumpulkan keberanian.
"Ngomong aja gue dengerin," balas Agung.
"Tapi lo jangan protes ya?"
Agung mengangguk.
"Kita kayaknya harus kesana lagi," jelas Tiara membuat Agung tersentak.
"Kemana?" bukan Agung yang menyahut melainkan Niko.
"Niko ngapain lo dibawah meja guru?" tanya Agung.
Niko tersenyum kaku sampai kepalanya terkantuk meja saat keluar. Ia meringis mendatangi Tiara dan Agung yang menatapnya penuh curiga. Lagi-lagi tatapan curiga yang Niko dapatkan kali-kali tatapan memuja dari Tiara kecuali Agung tidak perlu repot-repot.
Niko menggaruk tengkuknya. "Gue mau tahu apa masalah si Agung," jelasnya lalu melirik Agung. "Lo nggak mau cerita ke gue?"
"Oh iya, maksud kalian apa tadi? gue nggak akan bocorin kok, janji!" lanjut Niko penasaran tentang pembicaraan Agung dan Tiara kelewat serius.
Agung menceritakan kembali soal pasar malam pada Niko mungkin ini hal yang tepat lagipula Niko itu tukang tampung cerita Agung sehingga akan aman-aman saja bila diceritakan padanya.
"Jadi kita mau berangkat ke pasar malam, kapan? malam ini?" tanya Niko antusias karena sudah lama tidak pernah ke pasar.
"Lo nggak pernah ke pasar malam?" Tiara bertanya.
"Pernah, bahkan pasar Senin sampai Minggu gak kelewat gue kunjungi tiap hari." Niko menjawab.
"Lo dagang disana?" Tiara kembali bertanya.
"Mulung sayuran," jawab Niko ngegas lalu mengambil napas agar kembali tenang. "Ya... gue mengunjungi aja blusukan gitu supaya kalau suatu hari nanti jadi presiden, amin kan dong?"
"Amin," ujar Tiara dan Agung malas.
"Nah gue udah dikenal rakyat pasar jadi nggak susah-susah banget kalau mencalonkan diri," pungkas Niko menggebu sebab jadi presiden adalah cita-citanya.
"Jadi kapan ke pasar malam?" lanjut Niko melirik Agung dan Tiara meminta jawaban.
***
Tiara harus menahan malu saat ayah dan Ibu menanyakan kedatangan Niko ke rumahnya. Cowok itu nekad sekali padahal pasar malam yang Tiara bicarakan di sekolah bukan berarti pasar malam biasa. Ingin rasanya Tiara menukar otak Niko dengan otak ikan cod supaya bisa berpikir dengan pintar serta jernih.