Agung dikejutkan dengan kehadiran ular besar berkepala manusia. Hah tunggu? kepala manusia?
Agung mengucek matanya beberapa kali memastikan penglihatannya sedang bermasalah namun bukannya menghilang malah semakin nyata terasa langsung di depannya.
"Kembalikan gitar itu!" tekan si nenek marah sampai matanya berwarna merah.
"Gi..gi-gi?" Agung gelagapan menyebutkan benda yang diinginkan si nenek.
"Cepat serahkan sebelum aku berubah pikiran!" ungkapnya tak main-main.
"Bukannya udah berubah jadi ular?" gumam Agung.
"Berikan!" si nenek berteriak dan suaranya sangat mengusik pendengaran Agung hingga ia melindungi kedua telinganya.
Agung berdeham. "Mohon maaf, gitar ini punya saya nek eh nenek apa ular? soalnya kepalanya manusia tapi badannya berwujud ular, saya jadi bingung bagaimana menyebut anda?"
"Kamu tidak usah bingung tapi berikan gitar itu sekarang jangan membuang banyak waktu!" si nenek tetap marah namun Agung harus tetap santai.
Membuang waktu adalah jalan ninja Agung disaat keadaan terancam, mana Tiara, si juru kunci pasar malam tertidur pulas tanpa berniat bangun apalagi menolong. Teman macam apa dia, sangat tidak berguna ketika keadaan darurat level awas. Menyerahkan gitar di tangan merupakan hal bodoh, Agung yakin si nenek tak mungkin membiarkan mangsanya hidup dengan aman, damai dan sentosa. Inginnya keributan tercipta sampai bisa menggenggam dunia, eaaak!
"Ayo berikan sekarang!" Si nenek tidak sabaran mengambil gitar ditangan Agung dengan wujud ularnya.
Agung menjauhkan gitar. "Tenang dulu nek! begini... nenek kan masih jadi ular pasti nenek tau kalau wujud ular itu nggak ada tangan. Nah, yang bikin saya bingung gitarnya mau dibawa pakai apa? mulut?" tanya Agung menjelaskan alasan terbelit.
"Kamu banyak tanya apa susahnya menyerahkan gitar itu?"
"Nenek berubah wujud dulu baru saya kasih!" kata Agung tersenyum manis.
"Saya tidak percaya ucapan mu!" balas si nenek.
"Siapa juga yang mau bikin nenek percaya lagipula saya cuma minta nenek berubah dulu jadi manusia nah baru saya kasih tanpa syarat,"
Agung harus tetap tenang, jangan sampai rencana daruratnya ini gagal sebab satu-satunya jalan spontanitas.
Nenek memperhatikan Agung lalu dengan tubuh ularnya melingkar layaknya melilit mangsa si nenek dapat berubah wujud menjadi manusia. Hampir Agung jantungan di tempatnya berdiri untung dia tidak sampai pingsan ketika melihat perubahan si nenek secara langsung tanpa sensor sehingga ide untuk bercerita horor tentang nenek ular bersarang begitu saja di kepalanya untuk bahan cerita pada teman-teman sekelasnya nanti. Nanti kalau hidup, kalau mati hanya kenangan yang tidak pernah terverifikasi.
Agung tersenyum tipis bersiap memberikan gitar pada si nenek dengan gaya slow motion tetapi seberkas cahaya menyilaukan menyebabkan si nenek menjauh. Ternyata bocah lelaki bernama Arga datang tepat waktu sambil membawa cermin bulat bergaya klasik warna emas.
"Muncul dari mana lo bocil?" tanya Agung mencari asal muasal Arga muncul tiba-tiba.
Arga berdecak. "Kakak tau kan namaku, kenapa harus dipanggil bocil, aku kan bukan bocil?" protesnya.
"Ya namamu adalah siva dan gue ladu Singh."