Jakarta, 5 tahun kemudian
Suasana kelas X-4 sudah ramai walaupun jam masuk masih setengah jam lagi. Shesyan yang baru datang mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas. Pasti belum datang, keluhnya dalam hati. Ketika dilihatnya bangku di paling pojok kiri kosong, ia pun berjalan ke sana dan menaruh tasnya, lalu duduk. Ia menopang dagu dan memerhatikan siswa siswi yang akan menjadi teman barunya. Ada yang sedang ngobrol, ada yang sedang main, ada juga yang sedang mendiskusikan sesuatu dengan buku terbuka di atas meja.
Pandangannya beralih ke pintu, setiap ada yang masuk diperhatikan olehnya. Tapi sudah 5 orang masuk, belum muncul juga yang ditunggu-tunggu. Shesyan menggerutu dalam hati. Akhirnya ia bosan dan mengeluarkan hpnya. Sebentar kemudian dia sudah asyik main Clash of Clans.
Karena keseruan sendiri dengan game nya, Shesyan tidak sadar ada seorang cewek berdiri di samping mejanya. Ketika dilihatnya battle di Clash of Clans yang dimainkan oleh cowok yang duduk di depannya itu sudah selesai, barulah dia berdeham. “Hai.” Sapa cewek itu setelah Shesyan menoleh padanya. Cewek itu menunjuk bangku kosong di samping Shesyan. “Gue mau duduk di situ.” Ujarnya tanpa basa-basi.
Shesyan mengikuti arah yang ditunjuk oleh cewek itu. “Oh, sorry udah gue booking buat temen gue..” sahut Shesyan cuek.
“Kalau gitu, gue tetep duduk di situ. Gue kan dateng duluan.”
Shesyan mengernyitkan dahi. Ia melirik sekilas ke ruang kelasnya. Memang rata-rata sudah ada yang ngisi bangku-bangkunya, tapi memangnya yang kosong sisa di sini apa? Ia kembali melihat cewek di sampingnya. Cewek itu masih berdiri di situ, menunggu respon dari dirinya. Shesyan menghela napas dan menggeser bangkunya ke depan tanpa berkata apa-apa.
Cewek itu tersenyum riang lalu duduk di samping Shesyan. Ia menaruh tasnya di meja dan menoleh ke Shesyan. “Nama gue Rhena. Nama lu siapa?” tanyanya.
Shesyan mematung mendengar nama itu. “Ree-na?” ulangnya. Ia melihat Rhena menganggukkan kepalanya. Shesyan memberi tangan yang langsung dibalas oleh cewek itu. “Gue Shesyan.”
“Lu dari SMP mana?” tanya Rhena.
Belum sempat Shesyan menjawab, ada suara seseorang memanggil dirinya. Shesyan langsung menoleh dan tersenyum riang. “Xel! Baru dateng lu?”
Cowok putih berambut agak di spike itu mendekati meja Shesyan. “Macet bro..”
“Lu udah bawa motor?” tanya Shesyan.
“Udah dong.. Bokap gue kan udah janji masuk SMA udah boleh bawa.” Jawab cowok itu. “Btw,” cowok itu melirik Rhena yang sedari tadi mengamati dia dan Shesyan ngobrol. “lu ngga booking in gue tempat?”
“Udah gue booking in tapi..” Shesyan melirik Rhena perlahan, sengaja menggantung kata-katanya.
Kini kedua pasang mata itu terpaku pada Rhena dan Rhena dengan polosnya malah melambaikan tangannya. “Hai.” Sapanya. Ia memberikan tangannya ke cowok putih di depan Shesyan itu. “Gue Rhena.”
“Ree-na?” Cowok itu mengangkat kedua alisnya sambil menjabat tangan Rhena
Rhena mengernyitkan dahinya. “Emang kenapa?” tanyanya bingung.
“Oh, ngga apa-apa. Oya, gue Axel..”
“Hm. Sorry yah, Xel, gue duluan yang dapet tempat di sini..” ucap Rhena.
Axel ketawa. “Iya, ngga apa-apa.” Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas. “Nah, di pojok sana ada yang kosong.. Gue duduk di sana aja lah..” ujar Axel saat melihat bangku di pojok satunya lagi masih kosong.
Shesyang berdiri dan menyandarkan tasnya di punggung dalam diam.
“Ngapain lu?” tanya Axel bingung.
“Pindah.” Jawab Shesyan polos.
“Ngga usah. Lu di sini aja, temenin si Rhena tuh..” ujar Axel. Ia memegang kedua bahu Shesyan dan memaksanya untuk duduk.
Shesyan berdiri lagi. “Ngga mau ah, males gue sama dia.. Mending gue bareng lu.”
Axel memaksa Shesyan untuk duduk lagi. “Jijik lu, ngomong-ngomong mau bareng sama gue segala. Nah, kan.. Nah, kan, ditempatin orang..” Axel melihat ada cowok tinggi dengan rambut hitam ikal menempati bangku paling pojok di tempat yang dia incar tadi. “Udah ah, yang ada nanti gue duduk paling depan..” Tanpa menghiraukan Shesyan, Axel berjalan cepat menuju tempat itu untuk menempati bangku di samping cowok ikal itu.
Shesyan melihat Axel sempat ngobrol dengan teman sebangkunya, lalu ia menoleh ke arah Shesyan dan mengangkat kedua alisnya. Shesyan mendengus. Rencananya untuk duduk di bangku paling belakang dengan Axel, teman SMP nya dulu, agar bisa main dan ngemil bareng saat pelajaran gagal sudah.
***
Pelajaran pertama hari itu diganti dengan pertemuan Wali Kelas dan perkenalan dengan teman-teman sekelas juga sekolah mereka yang baru. Setelah selesai sesi perkenalan, Wali Kelas mereka, Bu Dini, menjelaskan tentang sekolah mereka. Sejarah, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, juga aturan sekolah.
Murid-murid yang duduk di 3 jajaran depan mendengarkan Bu Dini bercerita, lain dengan murid-murid yang duduk di jajaran belakang yang bosan dengan celotehan wali kelas mereka itu. Mereka mulai ngobrol dengan berbisik-bisik atau main hp. Shesyan salah satunya. Ia duduk bersandar dan memainkan hp nya di bawah meja. Sesekali ia menoleh ke depan dan sok mendengarkan Bu Dini bicara padahal tidak satupun yang masuk ke telinganya.
Rhena, yang walaupun duduk di belakang tapi mendengarkan setiap perkataan wali kelasnya itu, hanya bisa senyum-senyum sendiri melihat tingkah laku teman sebangkunya itu. Tapi kemudian ia termangu. Shesyan. Nama yang jarang ia dengar. Namun, entah mengapa rasa-rasanya ia pernah mendengar nama itu. Ia memegang dagunya dengan telunjuk. Apa dia salah ingat yah?
***
“Haahhhhh..” Shesyan menghela napas panjang, membuat 2 teman di samping kanan dan kirinya menoleh padanya.
“Kenapa lu?” tanya cowok berambut agak panjang dan berantakan yang duduk di samping kiri Shesyan. Mereka sedang duduk di kursi bulat di depan kantin. Bakso dan mie ayam yang mereka pesan sudah pindah ke perut.
“Gue ngga jadi duduk sama Axel.” Ujar Shesyan.
Cowok berambut berantakan itu melongo. “Terus? Gara-gara gitu doang lu BT? Najis.” Cowok itu ketawa. Ia lalu melihat ke arah Axel. “Pasti lu telat datangnya tadi makanya ngga jadi duduk bareng si Yan.”
“Eh, seharusnya lu seneng Yan lu bisa duduk sama si Rhena..” sahut Axel tanpa memedulikan omongan temannya itu.
“Ree-na? Siapa lagi tuh? Ada another Ree lagi sekarang? Dan doi duduk bareng si Yan?” Shesyan dan Axel diberondongi pertanyaan oleh teman satunya lagi itu.
“Gitu deh..” sahut Axel. “Waktu gue dateng, mereka udah duduk bareng.” Axel menyeruput Coca Cola di tangannya. Tanpa sadar matanya melihat orang yang baru saja dibicarakan olehnya. Dia langsung berhenti minum dan menunjuk Rhena dengan tangannya. “Tuh, orangnya.. Ree!” Sebelum Shesyan bisa melayangkan protes padanya, ia sudah terlebih dahulu berseru kencang memanggil Rhena. Saat Rhena menoleh padanya, Axel melambai-lambaikan tangan, memberi kode agar Rhena menghampirinya. Dilihatnya Rhena berbicara sebentar dengan cowok yang bareng dengannya tadi, barulah dia berjalan ke arah Axel dan teman-temannya itu.
“Hai, Ree.. Sini gabung.” Ujar Axel riang.
“Kalian lagi ngapain?” tanya Rhena setelah duduk di samping Axel.
“Baru kelar makan. Lu udah makan?” jawab Axel.
“Udah, tadi nyemil doang sih..” ujar Rhena. Ia menoleh ke Shesyan yang sedari diam saja. “Halo, Shesyan.” Sapanya tapi orang yang diajak ngomong tetap tutup mulut. Rhena menoleh ke Axel. “Dia dari dulu emang orangnya gitu yah?” tanya Rhena sambil menunjuk Shesyan.
“Gitu gimana?” tanya Axel bingung.
“Diajak ngobrol diem aja. Lama-lama orang yang ngajak dia ngobrol kan jadi BT..” ujar Rhena tanpa basa-basi.
“Eh, yang bikin BT itu lu tau, bukan gue..” cetus Shesyan. Dia sedari tadi sengaja diam, eh, masih kena juga.
“Loh, emang gue salah apa?” tanya Rhena dengan lugunya.
“Masih nanya lagi. Kan gara-gara lu, gue jadi ngga duduk sama si Axel.” Seru Shesyan. “Padahal gue udah dateng pagi-pagi. Udah dapet bangku paling belakang. Tinggal nunggu nih monyet dateng aja, eh, muncul lu..” Shesyan lanjut menggerutu.