Minggu UTS di mulai hari ini. Ujian di hari pertama adalah Indonesia dan Matematika. Murid-murid yang sudah datang rata-rata memegang buku pelajaran di tangannya. Begitu juga dengan Rhena. Karena saat UTS dan UAS kelas diacak, maka sekarang ia di kelas X-5. Tetap bareng dengan Shesyan, tapi Axel pisah. Sepertinya pembagian kelas dilakukan berdasarkan abjad karena Axel di kelas X-1, sedangkan Peter di kelas X-4.
“Waktunya tinggal 5 menit lagi yah..” ingat Bu Dini. Beliau menjadi pengawas di kelas X-5 untuk mata pelajaran Matematika.
Rhena kembali mengecek lembar jawabannya. Setelah dianggapnya sudah oke, barulah dia ke depan mengumpulkan ujian miliknya. Ia langsung membawa tas karena Matematika memang ujian terakhir di hari itu.
Di depan kelas, Rhena mengedarkan pandangannya tapi yang dicarinya tidak ada. Dia melongok ke dalam kelas dan melihat Shesyan masih dengan santainya duduk di tempatnya. Pasti dia sudah selesai mengerjakan ujiannya, kenapa ngga keluar? Rhena terdiam melihat Shesyan. Kalau lagi serius begitu, Shesyan jadi terlihat lebih tampan.
Tak lama suara bel tanda waktu ujian selesai berbunyi. Murid-murid yang masih di dalam satu per satu keluar kelas, begitu juga dengan Shesyan. Shesyan melihat Rhena sekilas tapi langsung berjalan kembali. Arahnya ke X-4, mungkin mau menjemput Peter. Rhena buru-buru mengekor Shesyan. “Yan!” panggil Rhena.
Shesyan tetap berjalan tanpa memedulikan panggilan Rhena. Untungnya Rhena sudah biasa dengan kelakuan Shesyan itu. Ia berlari pelan untuk menyusul Shesyan dan baru berjalan biasa setelah di sampingnya. Tanpa sadar ia melihat papan kelas X-3.
“Eh, bukannya lu mau ke X-4?” tanya Rhena.
“Si Pit udah ngga ada.” Jawab Shesyan singkat.
“Oh.” Rhena terdiam. Ia dan Shesyan berjalan dalam diam. Walaupun di kelas mereka duduk berdua, tapi mereka jarang ngobrol. Jadi sekarang pun sama saja. Padahal jika berdua dengan Axel, Peter, atau Dion, Rhena bisa ngobrol ini itu.
“Axel, Pit!” sapa Rhena riang saat melihat kedua temannya itu di depan kelas X-1. Ia berjalan cepat dan menggandeng lengan keduanya. Ia menoleh ke Axel. “Xel, lusa kan ujian Fisika. Berarti besok kita belajar bareng yah..” ujarnya menagih janji.
“Iya, besok lu ikut ke rumah si Yan aja. Kita belajar bareng di sana.” ujar Axel yang diikuti pelototan Shesyan. “Sehari doang bro..” lanjutnya sambil nyengir.
“Gue ngga harus nginep kan?” tanya Rhena ragu-ragu. Ketika dilihatnya tangan Axel terangkat, Rhena buru-buru menutupi kepalanya dengan tangan. Takut dijitak kayak kemarin. Axel ketawa dan mengganti sasarannya dengan mencubit hidung Rhena sampai merah. Rhena meringis. “Axel iseng banget sih..” gerutu Rhena sambil mengusap-usap hidungnya.
“Lu yang mulai duluan.” Ujar Axel sambil menjulurkan lidah.
Rhena memonyongkan bibirnya, sok ngambek. Bukannya merasa bersalah, Axel malah semakin tertarik untuk mengisengi Rhena. “Kenapa mulutnya monyong-monyong? Minta dicium?” tanyanya sambil mendekatkan wajahnya.
Rhena diam saja mendengar gurauan Axel. Axel pun mundur kembali. “Kok diem?” Axel kira Rhena akan langsung mengambil langkah seribu.
“Gue tau lu ngga akan berani.” Sahut Rhena sambil menyunggingkan senyum kemenangan.
“Kalau beneran gue cium shock nanti lu.” Dengus Axel.
“Ngga akan berani. Ngga akan berani.” Rhena sengaja mengulang-ulang perkataannya sambil menggoyang-goyangkan kepalanya seperti orang sedang menyanyi.
“Oh, nantang nih ceritanya?” Axel terpancing dengan sikap Rhena. Ia kembali mendekati Rhena yang masih menggandeng tangannya, tapi Rhenanya malah berlari menjauh.
“Ciee, Axel BT..” ejek Rhena sambil ketawa.
Axel ikut ketawa. “Sial, malah jadi gue yang dikerjain.”
“Lu yang mulai duluan.” Cetus Rhena, mengikuti kata-kata Axel tadi. “Udah ah, gue balik duluan yah.. Ada janji sama adik gue. Besok jangan lupa yah, Xel.. Bye! Bye Yan, bye Pit!” pamitnya. Ia melambaikan tangan yang dibalas oleh Axel dan Peter, lalu berlari-lari pelan menuju gerbang sekolah.
***
Ujian hari kedua berjalan dengan cepat. Rhena keluar ruangan dengan muka berbinar. Hari ini juga lancar. Karena tahu kalau Shesyan tidak akan keluar kelas sebelum bel, maka Rhena iseng menghampiri kelas X-4. Ia mengedarkan pandangan di depan kelas, tidak terlihat sosok Peter. Ia pun melongok ke dalam kelas dan dilihatnya Peter masih duduk tenang di bangkunya. Ia sedang melihat lembar jawabannya sembari memutar-mutar pulpen di tangannya. Pasti sebetulnya dia sudah selesai tapi seperti Shesyan ia tidak langsung keluar.
Karena bosan, Rhena kembali berjalan ke X-1. Namun lagi-lagi Rhena tidak melihat Axel di luar kelas. Ia melongokkan kepalanya ke dalam kelas dan melihat Axel sedang termangu sambil menopang dagu. Rhena menatap Axel dalam diam, siapa tahu dia bisa telepati. Nah kan, Axel menoleh padanya.. Rhena pun memberi kode agar Axel keluar. Karena memang sudah selesai, Axel pun beres-beres dan segera mengumpulkan ujiannya.
“Kenapa?” tanya Axel.
“Bosen.” Sahut Rhena jujur. “Lu kan udah kelar, kenapa ngga keluar aja sih?”
Axel memutar bola matanya. “Kebiasaan kayaknya. Siapa tau di detik-detik terakhir bisa dapet ilham biar jawabannya bisa lebih panjang terus dapet nilai plus.” Jawab Axel ngasal.
Rhena ketawa. Lucu juga yah tiga cowok temannya itu punya kebiasaan yang sama.. Biasanya cowok malah yang mau cepat-cepat keluar kalau sudah selesai dengan ujiannya. Ini kebalikan.
“Oh, ya Re.. Masalah belajar bareng nanti, gue nyusul yah..” ujar Axel.
“Kenapa?” tanya Rhena.
“Gue mau anter adik gue dulu beli buku, nanti sorean gue langsung ke rumah si Yan. Baru deh gue ajarin lu fisika..” Jelas Axel.
Rhena cemberut. “Emang harus banget lu yang anter adik lu?”
"Yoi, gue udah janji sama dia tadi pagi..” ujar Axel.
Tak lama bel berbunyi. Mereka tidak beranjak dari tempat mereka karena tahu Shesyan dan Peter pasti akan ke tempat mereka. Benar saja, belum juga Rhena dan Axel selesai membicarakan Axel yang bakalan telat di rumah Shesyan, Shesyan dan Peter sudah datang menghampiri.
"Kenapa lu?” tanya Peter ketika melihat muka manyun Rhena.
"Tuh, Axel.. Mau nganterin adiknya beli buku dulu katanya jadi bakal telat ke rumah Yan. Belajar barengnya juga jadi telat. Nanti gue baliknya juga telat.” Gerutu Rhena.
"Oh, ya?” Peter terdiam sebentar, lalu melanjutkan. “Gue juga hari ini mesti nganterin nyokap gue.”
"Hah? Kok bisa barengan gitu sih lu berdua?” tanya Rhena.
Peter mengedikkan bahunya. “Mau gue telepon nyokap gue?” tantangnya. Ia mengeluarkan hp dari saku celananya. Setelah menekan beberapa tombol, ia langsung menempelkan hpnya ke telinga. “Halo, Mi. Hari ini Mami mau pergi kan? Ke salon atau ke dokter yah? Pit lupa.” Ujarnya tak lama.
Axel mendekatkan telinganya ke hp Peter. Penasaran apakah Peter memang benar menelepon Mamanya atau tidak. Terdengar suara seseorang yang familiar. Oh, ternyata benar.. Axel sempat berpikir Peter cuman sok-sokan mau menelepon Mamanya.
"Ngga apa-apa. Hm. Ya, udah yah Mi.. Iya. Mmm..” Peter menutup teleponnya.