Past and Future

Lydia
Chapter #4

Quarrel

Minggu UAS sedang berjalan. Terkadang Rhena ikut belajar bersama dengan Shesyan, Axel, dan Peter. Contohnya sebelum ujian Fisika, ini sudah pasti, dan Kimia. UAS kali ini mereka belajar bareng di rumah Axel. Saat ke rumahnya lah Rhena baru sadar kenapa kedua teman yang lain itu memanggil Axel dengan sebutan sister complex. Axel sedang melakukan apa pun, kalau adiknya memanggil, Axel pasti akan langsung menghampiri adiknya. Padahal adiknya sudah kelas 2 SMP. Adiknya minta anter ke Alfamart, Axel akan pamit keluar dulu. Saat Shesyan dan Peter ngisengin Angel, nama adik Axel, Axel pasti langsung mencak-mencak ke mereka. Intinya Axel sayang banget sama adiknya itu.

Sisanya Rhena belajar sendiri. Terkadang ia sengaja tidak ikut jika diajak temannya pergi makan sepulang sekolah dan langsung pulang. Seperti hari ini, walaupun besok weekend Rhena memilih untuk pulang dibandingkan menunggu ketiga temannya main basket.

"Btw, gue mau nanya lu. Menurut lu Rhena sama Ree yang lu cari itu mirip ngga?” ceplos Axel, menanyakan hal sama yang pernah ditanyakan Peter saat ia sedang duduk bareng dengan Shesyan dan Axel di pinggir lapangan. Mereka sedang istirahat setelah main basket 1 ronde dengan kakak kelas. Shesyan hanya bisa diam sampai Axel harus bertanya untuk yang kedua kalinya, “Jawab jujur. Iya atau ngga?”

"Jujur, gue emang pernah mikir ke situ.” Ucap Shesyan akhirnya.

Axel melirik Peter sambil cengar cengir. “Bagus dong.. Kalau emang si Rhena cewek yang lu cari-cari selama 5 tahun ini, wahh.. Amazing juga.” Seru Axel. “Sebetulnya gue mikir walaupun lu ketemu lagi sama cewek itu, lu belom tentu tertarik dengan ‘dia’ yang sekarang. Tapi kalau bener itu Rhena, you fall in love with the same person bro.”

Gantian Shesyan yang meninju lengan Axel. “Siapa yang bilang gue jatuh cinta sama Rhena? Kampret.”

"Halah, lu ngga bisa ngibulin kita berdua, Jir. Kita udah tau lu tertarik sama Rhena.” Sahut Axel.

"Bukannya lu sendiri sama aja?” sindir Shesyan.

Axel mengangkat kedua alisnya. “Maksud lu? Gue tertarik sama Rhena?”

"Emang ngga? Lu tau kan lu cowok yang paling deket sama doi.” pancing Shesyan.

"Rhena cuman gue anggep kayak adik gue. Ngga lebih.” Tegas Axel.

Shesyan mendengus.

"Kenapa? Lu ngga percaya?” tanya Axel. “Terserah kalau lu ngga percaya. Sekarang gue yang nanya, kalau ternyata Rhena bukan Ree yang lu cari gimana?”

Shesyan terdiam sesaat sebelum menjawab. “Gue.. ngga tau.”

"Terus gimana kalau ternyata Rhena suka sama lu padahal dia bukan Ree?”

"Dia.. ngga suka sama gue.” Jawab Shesyan pelan. “Kan gue udah bilang, dia aja deketnya sama lu.”

"Dia juga deket sama Pit.” Balas Axel. “Sama Dion, sama Rey, sama—“

"Tapi dia paling deket sama lu.” Potong Shesyan. “Jangan pura-pura bego lu!”

"Itu karena dia udah anggep gue kakaknya!” seru Axel. Harus diulang berapa kali baru dia ngerti sih.. Axel menghela napas. “Cape gue ngomong sama lu. Dan gue kasih tau satu hal,” Axel bangkit berdiri dan menoleh sekilas. “gue belom bisa lupain Gea.” Ujarnya pelan. Axel mengalihkan pandangannya dan kemudian berjalan ke tengah lapangan, bergabung dengan kakak-kakak kelasnya yang masih bermain basket.

Peter yang sedari tadi diam melirik Shesyan yang hanya bisa termangu mendengar kata-kata Axel. Ia ikut berdiri dan menghampiri teman-temannya di lapangan tanpa berkata apa-apa, meninggalkan Shesyan yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

***

Karena hari ini hari terakhir UAS, sepulang sekolah mereka tidak langsung pulang ke rumah masing-masing. Mereka berkumpul di kursi panjang pinggir lapangan, ngobrol sambil nyemil makanan kantin.

"Xel, maen sini..” teriakan Kak Dixon membuat mereka menoleh. Seperti biasa kakak kelas mereka sedang asyik main basket.

"Iya, kak bentar.” Sahut Axel sambil berteriak juga. Ia menoleh ke Shesyan dan Peter. “Maen ngga?” tanyanya.

“Ayo.” Peter bangkit berdiri.

Shesyan juga ikut berdiri. Ia menoleh ke Rhena. “Lu nunggu atau balik?”

Axel dan Peter menatap temannya itu. Sejak kejadian kemarin, mereka merasa Shesyan sekarang agak berubah. Ia jadi lebih sering mengajak Rhena bicara. Mungkin itu bertanda kalau dia serius mau mendekati Rhena.

Ketika dilihatnya Rhena terdiam, mungkin masih berpikir mau nungguin mereka atau langsung balik saja, Peter nyeletuk, “Atau lu mau ikut maen?”

"Boleh juga tuh, sekali-kali lu ikut kita maen Ree.” ajak Axel.

"Tapi dia pake rok.” Sahut Shesyan.

"Gue pake celana pendek sih..” ujar Rhena pelan.

"Ya udah aman.. Bentar gue bilangin ke Kak Dixon.” Axel menoleh ke lapangan. “Kak Dixon, ada cewek satu mau ikutan.” teriaknya sambil menunjuk Rhena. Ketika dilihatnya Kak Dixon mengangguk dan memberi kode agar mereka menghampiri, Axel kembali menoleh ke teman-temannya. “Oke, tuh.. Yuk!” ajaknya.

Mereka pun berjalan bareng ke tengah lapangan. Kak Dion dan 3 temannya yang lain sudah berhenti bermain. “Kak Dixon, kenalin ini—“

"Rhena, kan? Gue udah tau kok..” Dixon menyalami Rhena. “Dixon.”

"Kenalin Kak Okan, Kak Willy, sama Kak Thio.” Lanjut Axel. Rhena menyalami ketiganya.

"Jumlahnya pas, kita 4 lawan 4 berarti.” Ujar Dixon. “Senior versus Junior.” Lanjutnya sambil tekekeh.

"Kasih gampang kak, kan di kita ada cewek satu..” ujar Peter.

Ketiga seniornya itu tertawa pelan. “Ayo, mulai..”

Awalnya Rhena masih ragu-ragu untuk main. Ia kebanyakan diam dan berjalan pelan ke sana ke mari. Jika ada yang mengoper bola padanya, ia akan langsung mengopernya lagi ke temannya. Tapi dengan perhatian dari teman-temannya, ia jadi semakin semangat untuk main. Kini ia berlari ke dekat ring. Ketika Axel mengoper bola padanya, tanpa pikir panjang ia langsung menembakkan bolanya ke ring. Masuk!

"Yayy! Score!” serunya riang. Ia menghampiri Axel dan mengangkat tangan kanannya meminta toss, yang langsung diikuti keinginannya oleh Axel. Rhena langsung berbalik dan kembali bermain dengan yang lain. Shesyan yang menyaksikan hal itu langsung terdiam. Melihat teman-temannya yang lain bermain tanpa memedulikan dirinya, ia pun berjalan ke kantin tanpa berkata apa-apa. Ia membeli 4 botol aqua. 3 ditaruh di kursi panjang, 1 langsung diteguh olehnya. Setelah habis setengah botol, ia menaruhnya bersama yang lain. Ia berjalan dan berhenti di pinggir lapangan, tidak langsung bergabung dengan yang lain.

Rhena menoleh ke kanan dan ke kiri. Ketika ia melihat Shesyan di pinggir lapangan, ia tersenyum. “Yan, ayo main lagi..” ajaknya. Ia melambai-lambaikan tangannya dan tersenyum lebar ke arah Shesyan.

Shesyan tertegun. Saat Rhena mengajak toss tadi, ia merasa déjà vu. Ia tiba-tiba saja teringat kalau Ree temannya dulu juga pernah melakukan hal yang sama. Ia tambah yakin saat Rhena memanggilnya. Saat ia melihat Rhena memanggilnya tadi siluet masa lalunya kembali muncul. Panggilan itu, lambaian itu, juga senyuman itu, ia merasa hal itu pernah terjadi sebelumnya.

"Yan?” Tanpa disadari, Rhena sudah berdiri di depan Shesyan.

Shesyan mundur selangkah karena kaget. “Kenapa?” tanyanya.

Lihat selengkapnya