Past and Future

Lydia
Chapter #5

Coincidence - Part 1

Shesyan memasuki halaman sekolah dengan wajah sumringah. Liburan kemarin dia pergi ke Bandung dengan keluarganya dan sama sekali tidak bertemu dengan teman-temannya. Walaupun begitu, ia tetap kontek-kontekan dengan mereka, kecuali Rhena. Ia tidak menghubungi Rhena selama liburan, Rhena pun tidak sekali pun nge-chat dia 2 minggu terakhir. Pernah beberapa kali Shesyan ingin Line Rhena tapi selalu dibatalkannya. Lebih baik ngomong langsung, itu pikiran yang selalu menggagalkan Shesyan untuk nge-chat Rhena. Oleh karena itu, sekarang waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba.

Sesampainya di kelas, ia lihat Rhena sudah duduk di tempatnya. “Shesyan!” sapanya riang saat Shesyan sudah sampai di belakang. Shesyan duduk di bangkunya dan menoleh ke Rhena. Ah, rasanya sudah lama banget dia tidak melihat wajah manis itu.. Shesyan tersenyum dan tanpa sadar Rhena ikut tersenyum.

"Btw, kita boleh tuker tempat duduk ngga yah?” Rhena memulai pembicaraan.

Shesyan menoleh ke Rhena. “Memang kenapa? Lu mau pindah duduk?”

Rhena memutar matanya. Bukan dia sih yang mau tukar tempat duduk tapi ngisengin Shesyan seru juga kali yah? “Dulu kan lu maunya duduk sama Axel.” Ujar Rhena.

"Gue udah biasa kok duduk sama lu.” Sahut Shesyan.

"Tapi sekarang gue mau pindah ah..” Ucap Rhena. “Di belakang suka berisik, susah dengerin guru ngomong, terus—“

"Jangan pindah.” Suara pelan Shesyan menghentikan kata-kata Rhena.

"Kenapa?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Rhena.

"Gue suka..” Shesyan menatap mata Rhena. Rhena bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. “..duduk sama lu. Setelah gue pikir-pikir, kalau gue duduk sama Axel gue pasti kerjaannya maen mulu, bercanda. Tapi kalau sama lu, gue bisa konsen belajar. Jadi, jangan pindah.” Lanjut Shesyan.

Rhena memalingkan wajahnya. OMG, dia kira Shesyan mau bilang dia suka sama dirinya.. Pipinya memerah karena malu.

"Ree?”

Rhena tertawa untuk menutupi gugupnya. Ia menepuk lengan Shesyan pelan. “Bercanda kok, Yan.. Gue ngga pindah. Sherin yang mau pindah soalnya udah burem liat ke papan tulis.” Seru Rhena riang. “Nanti mesti bilang ke Bu Dini kayaknya.”

"Oh, bagus deh..” Shesyan tersenyum. “Btw, gue mau bilang sorry karena gue udah marah-marah sama lu kemaren. Sorry juga karena baru say sorry ke lu sekarang.”

"Marah-marah? Kapan yah?” Rhena mengernyitkan dahinya.

"Sebelom libur. Yang lu liat-liat dompetnya Axel.” Ujar Shesyan. “Inget?”

Rhena ber-oh-ria. “Lu ngga usah minta maaf ke gue kali, Yan. Guenya aja udah lupa. Lagian gue juga yang salah udah kepoin Axel.” Dilihatnya Shesyan tersenyum lalu menatap dirinya lama sehingga Rhenanya bingung sendiri. “Kenapa sih Yan?” tanyanya.

"Kenapa apanya?” Shesyan malah balas bertanya.

"Kok ngeliatin guenya gitu banget..” ujar Rhena. “Segitu kangennya sama gue yah?” lanjutnya sambil tertawa.

"Iya, gue kangen.” Jawaban Shesyan membuat Rhena terdiam. Mereka saling bertatapan. Rona merah menjalar di pipi Rhena. Ia tidak menyangka Shesyan akan menjawab, ‘iya’. “Btw,” ucapan Shesyan kembali membuat jantung Rhena berdebar tidak karuan. “lu makin chubby kayaknya yah abis liburan?”

Rhena melongo. Apa? Dia ngga salah dengar kah? Tanpa sadar, kedua tangannya terangkat untuk memegang pipinya. “Masa sih?” ujarnya pelan.

Shesyan tertawa. Diusapnya sekilas pucuk kepala Rhena. “Becanda kok..”

Rhena kembali bengong. Rona merah yang tadi sempat menghilang kini kembali lagi. Sejak kapan Shesyan dengan gampangnya becandain dia? Dan sejak kapan skinship itu jadi hal yang lumrah untuknya? Tapi.. Rhena melirik Shesyan yang juga melihat dirinya sambil tersenyum. Rhena memalingkan wajahnya dan ikut tersenyum. Bukannya dia tidak suka Shesyan yang seperti ini sih..

***

Peter sedang berjalan bersama kedua orang tuanya di H-1 Valentine. Mama dan Papanya berjalan di depan sedangkan Peter sendiri di belakang mereka sambil memainkan hpnya. Tadi Mamanya mengajak dinner di luar tapi karena jam baru menunjukkan jam 6 lewat, mereka pun jalan-jalan keliling mall dulu. Peter sih ngikut-ngikut saja.. Mamanya lihat baju di outlet A, dia ikut berhenti walaupun tidak ikut masuk. Papanya lihat jam tangan, dia juga ikut berhenti. Seperti sekarang, ketika Mamanya masuk ke toko cokelat, dia berhenti berjalan tapi tidak ikut masuk ke dalam. Hanya Mama dan Papanya yang masuk ke toko cokelat itu. Mungkin mereka mau beli cokelat untuk dibagikan di kantor mereka besok.

Peter menunggu di dekat etalase berisi beraneka macam jenis kue dan cokelat. Ia masih bermain game di hpnya ketika sudut matanya melihat wajah yang familiar dengannya. Ia mengalihkan pandangannya tapi langsung menoleh lagi ke layar hpnya. Ia berdecak. “Sial, kalah!” gerutunya. Ia me-lock dan memasukkan hpnya ke saku celana, kemudian menoleh ke arah sumber yang mengganggu konsentrasinya tadi. Cewek itu masih di sana, melihat-lihat isi etalase. Ia membelakangi Peter.

"Ree.” Panggil Peter sambil menghampiri cewek itu.

Cewek itu menoleh dan seketika Peter terpaku. Awal ia lihat tadi, ia sangka itu Rhena. Tapi sekarang setelah cewek itu menoleh, ia langsung tahu kalau itu bukan Rhena. Hanya perawakan dan wajahnya yang mirip dengan Rhena. Sangat mirip malah. Satu lagi, ia kira batik yang dipakainya adalah baju batik biasa. Namun sekarang dia bisa lihat kalau batik yang dipakainya itu ternyata batik SMP. Ada tulisan SMP Bintang di kantung bajunya. Peter jadi bingung sendiri. Kenapa juga dia menoleh saat dipanggil ‘Ree’?

"Eng, Rhena?” Merasa sudah terlanjur, Peter kembali memanggilnya. Kali ini bukan hanya dengan nama panggilan.

"Oh, sorry.. Gue bukan Rhena.” Sahut cewek itu sambil tersenyum.

Peter termangu. Senyum dan suaranya sangat, sangat familiar dengannya. “Yakin?” Pertanyaan aneh Peter keluar dari mulutnya begitu saja. Biasanya jika bertemu orang, disapa, dan ternyata salah orang, kita akan langsung minta maaf dan pergi. Ini malah ditanya yakin atau ngga dia bukan orang yang dimaksud.

Cewek itu bengong sesaat, tapi kemudian tertawa. “Yakin. Nama gue bukan Rhena.” Ujarnya. Ia mengernyitkan dahinya. “Jangan bilang itu modus baru buat kenalan sama cewek.” Lanjutnya sambil mengulum senyum.

"Ngga!” bantah Peter langsung. “Bukan, ngga. Gue ngga maksud.. Bukan itu. Gue..” Peter menghela napas. Kenapa dia jadi gugup gini? “Sorry.” Hanya kata-kata itu yang akhirnya bisa terucap dari mulut Peter.

"Peter!” Panggilan dari Mamanya membuatnya mengalihkan pandangannya. Ia melihat Mamanya menghampiri dirinya. Beliau tersenyum pada cewek di depan Peter itu. “Temen kamu?” tanya Beliau pada anaknya.

"Bukan.” Jawab Peter langsung.

"Bukan?” Mama Peter mengulang perkataan Peter. Mereka berdiri saling berhadapan, sepertinya tadi habis ngobrol, tapi Peter bilang cewek itu bukan temannya?

"Mama udah selesai?” Sebelum Mamanya bertanya macam-macam lagi, ia mengalihkan pembicaraan mereka.

Mama Peter menunjukkan paper bag di tangannya. “Sudah dari tadi.”

"Ya, udah kalau udah. Papa mana? Yuk, jalan..” ajak Peter cepat-cepat. Ia melihat Papanya sedang bayar. Ia mendorong Mamanya. “Ayo, Ma..”

"Duluan yah..” Mama Peter masih menyempatkan diri pamit ke cewek yang dibilang bukan teman Peter itu. Cewek itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Setelah dilihat Mamanya menghampiri Papanya, Peter menoleh ke cewek itu. Cewek itu masih berdiri di tempatnya, juga masih dengan senyum di bibirnya. “Sekali lagi, gue minta maaf.” Ucap Peter. Ia menggaruk-garuk pipinya. “Gue bukannya mau modus.” Lanjutnya perlahan. Peter berdiri canggung. Ah, terserah.. Ia pun beranjak pergi menghampiri kedua orang tuanya yang sudah keluar dari toko tanpa menoleh ke cewek itu lagi.

"Ree, udah liat-liat cokelatnya?” Panggilan itu membuat cewek yang tadi disapa Peter itu menoleh. Yang memanggil adalah cewek berambut pendek sebahu yang juga memakai seragam batik yang sama dengannya.

"Gue udah bayar dari tadi. Lu lama banget ke WC nya.” Gerutunya.

Cewek berambut pendek sebahu itu menggandeng lengan temannya. “Ngantri tau. Mana gue diserobot sama ibu-ibu. Padahal gue kebelet.” Cewek itu malah jadi curcol. Ketika dilihat temannya malah menyunggingkan senyum, ia mengernyitkan dahi. “Kenapa lu senyum-senyum sendiri?”

Lihat selengkapnya