Past and Future

Lydia
Chapter #7

Move On

Rhena menoleh ke belakang. “Yan, ke kantin yuk..” ajaknya.

“Yuk.” Shesyan mengambil uang di dompetnya, lalu dimasukkannya ke saku. Dompetnya sendiri ditaruh kembali ke dalam tas. Ia menoleh ke sampingnya. “Ikut kan lu?”

Axel tersenyum tipis kemudian mengangguk.

Mata Rhena membulat. “Xel, lu ikut?” tanyanya riang.

Axel ketawa melihat raut wajah Rhena yang terlihat senang itu. Ia mengacak-acak rambut Rhena yang masih duduk di bangkunya itu. “Iya.” Jawabnya singkat.

“Asyik!” seru Rhena. Ia segera bangkit berdiri dan menarik tangan Axel. “Ayo!”

Axel menurut sambil mengulum senyum. Mereka pun jalan berbarengan ke kantin setelah sebelumnya menjemput Peter di kelasnya. Sepanjang jalan ke kantin, tangan Rhena tidak pernah lepas menggandeng lengan Axel. Karena Rhena sudah biasa bermanja-manja dengannya, Axel tidak menghiraukan hal itu. Hanya saja, ia tidak menyadari kalau Shesyan sesekali melirik dirinya dan Rhena. Saat Rhena memesan makan, barulah Shesyan menarik tangan Axel sehingga mau tidak mau gandengan tangan Rhena terlepas. Rhena tidak menyadarinya karena masih berbicara dengan Mbak Kantin.

“Kenapa?” tanya Axel, ngga peka.

Shesyan terdiam, mencari alasan. “Lu cari tempat duduk gih, booking tempat.” Jawab Shesyan akhirnya. “Gue pesenin. Lu mau pesen apa?” lanjutnya melihat gelagat Axel yang sudah membuka mulutnya untuk bicara.

“Nasi bungkus, ayam.” Ucap Axel. Belum sempat ia memberikan uangnya ke Shesyan, Shesyan sudah ngeloyor pergi. “Kenapa lagi tuh anak?” tanyanya bingung, entah ke siapa.

Peter yang sedari tadi melihat hanya tersenyum kecil. “Lagian lu bego.”

Axel menoleh ke Peter. “Bego kenapa gue?”

Peter mengangkat bahu. Malas untuk menjawab, lalu mengikuti Shesyan ke kantin untuk memesan makanan. Axel menggerutu. Ia pun berjalan mencari bangku kosong di sekitar kantin. Ketika ia sedang celingak-celinguk mencari bangku kosong, tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata Rhea yang langsung melambaikan tangan padanya. Gea dan Jenny yang duduk di samping kanan dan kirinya menoleh padanya. Ia mengumpat dalam hati.

“Cari meja kosong?” tanya Rhea agak berteriak karena Axel berdiri tidak terlalu dekat dengan bangkunya. “Sini aja gabung.” Ajaknya tanpa menunggu jawaban Axel.

Axel berdiri mematung. Opsinya ada dua. Satu, pura-pura ngga denger dan langsung pergi begitu saja. Dua, menghampiri mereka dan duduk bareng. Axel memutar otak. Oke, dia pilih opsi ketiga. “Ngga usah, gue ramean. Ngga cukup.” Tolaknya halus. Ia segera melambaikan tangan dan berbalik. Ia menghampiri Shesyan yang baru saja selesai membeli makanan. “Penuh. Kita makan di kelas aja deh..” pintanya.

Shesyan tidak memedulikan ucapan Axel. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, mencari Rhena juga Peter. Ia melihat Peter sedang berjalan menghampiri sambil membawa bungkusan. Matanya mencari lagi. Rhena baru membayar makanannya. Tak lama, ia juga celingak-celinguk mencari teman-temannya. Saat melihat Shesyan, ia membawa mangkuk mie ayamnya dan berjalan menghampiri.

“Ngga ada yang cari bangku?” tanya Rhena langsung.

“Penuh.” Ulang Axel. “Makan di kelas aja lah.”

“Ngga mau ah.. Gue males bawa-bawa ini.” ujar Rhena sambil mengangkat mangkuknya. Tanpa menunggu balasan dari teman-temannya, ia mulai berjalan mencari bangku kosong.

Saat Shesyan dan Peter berjalan menyusul Rhena, mau tidak mau ia pun mengekor. Ia melirik jam di tangan kirinya. Istirahat sisa 5 menit lagi. Kalau Gea dan teman-temannya sudah makan sejak istirahat mulai, seharusnya sekarang mereka sudah mau selesai.

“Yan, sini bareng Rhea.” Seru Rhena sambil menoleh ke belakang.

Nah kan.. Benar saja, Rhena ketemu adiknya. Axel menggerutu dalam hati. Seperti pembicaraannya dengan Shesyan dan Peter, ia memang mau move on dari Gea. Tapi ini terlalu cepat. Dia belum mempersiapkan diri. Ketika Shesyan dan Peter menghampiri Rhena yang sudah duduk di samping Jenny, Axel mengikuti dalam diam. Apa dia kabur saja? Bilang mau ke WC, kebelet boker gitu. Atau…

“Balik ke kelas yuk..” Tiba-tiba Gea buka suara. “Kita udah selesai makan juga kan.. Kasihan mereka kalau kita masih di sini, sempit.” Lanjutnya.

Rhea melihat ke sekelilingnya. Iya sih, meja bundar tempat mereka duduk memang cukup paling tidak 6 orang. Itu pun harus dempet-dempetan. Sedangkan mereka ber—, mmm, 7. Ada 3 cowok pula, jelas bakalan lebih sempit. “Ya udah, yuk balik..” cetusnya seraya bangkit berdiri, diikuti oleh Gea dan Jenny. “Dah, gue duluan yah!” pamitnya pada Rhena. Ia hanya tersenyum dan melambaikan tangan singkat pada yang lainnya. Mereka pun pergi.

Axel menatap punggung Gea yang menjauh. Apa mungkin Gea tahu kalau dirinya merasa canggung dekat dengannya? Ngga. Ngga mungkin Gea peduli padanya. Mungkin Gea merasakan hal yang sama dengannya. Jengah berada di dekat mantannya yang kebetulan bertemu lagi di SMA dan mau cepat-cepat menghilang dari pandangannya setiap kali bertemu. Kenapa dia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya?

“Nyet! Duduk sini.” Seruan Peter membuat Axel membalikkan badannya. Shesyan dan Peter sudah duduk di samping Rhena.

Axel duduk di samping Peter. Shesyan langsung menyodorkan pesanan Axel tadi, nasi bungkus isi ayam, tapi Axel sama sekali tidak menyentuhnya sama sekali. Rhena sampai mengernyitkan dahi. “Ngga makan, Xel?”

“Gue ngga laper.” Jawabnya pelan.

Rhena menelan makanan yang sedang dikunyahnya. Ia melirik Shesyan dan Peter yang sedang memerhatikan Axel. Kambuh lagikah?

“Lu mau balik kayak kemaren lagi?” cetus Peter.

“Ngga.” Gumam Axel pelan. “Tapi..”

Peter menghela napas panjang. “Semua emang butuh proses. Ngga bisa lu coba sekali terus langsung berhasil.” Potongnya sabar. Ia menepuk-nepuk punggung Axel pelan. “Sekarang lu abisin makanan lu, kita balik ke kelas, belajar kayak biasa. Bisa kan?”

“Iya, Xel. Makan dulu.” Rhena ikut-ikutan membujuk Axel. Ia tidak mengerti yang sejak tadi dibicarakan oleh mereka, tapi yang ia tahu Shesyan dan Peter juga tidak mau Axel larut dalam kesedihan, yang disebabkan oleh entah apa, seperti yang dirasakan oleh dirinya.

Axel menoleh ke Rhena. Ah, lagi-lagi dia membuat Rhena cemas.. Bahkan tidak hanya Rhena. Ia menoleh ke Peter juga Shesyan yang masih menatap dirinya. Ia tersenyum tipis. “Iya, gue makan.” Ucapnya pelan sambil membuka bungkus makanannya. Ia melirik temannya satu per satu. Ia kembali tersenyum. Ia bersyukur memiliki teman seperti mereka.

***

Rhea membereskan buku di pelajaran terakhir tadi dan memasukkannya ke tas. Baru saja ia menutup tasnya, ia merasakan hp yang ditaruhnya di saku rok bergetar. Ia segera mengeluarkan hpnya. Rhena. “Halo, kenapa Na?” tanya Rhea setelah tersambung dengan kakaknya itu. “Hm? Masih di kelas. Baru aja kelar beresin buku. Basket? Sekalian makan? Hmmm.. Ya udah.. Iya, iya. Dah.” Ia beralih ke teman-temannya. “Ada yang mau ikut gue nonton basket?” tanyanya.

“Mau!” sahut Jenny semangat.

“Lu mau ikut ngga, Nad?” tanya Rhea pada Gea yang masih duduk santai di sampingnya. Seperti yang Rhea sudah pernah bilang, ia dan teman-temannya yang lain memang memanggil Gea dengan nama Nadya. Rhea tahu Gea adalah nama tengah Nadya. Tapi ia tidak tahu alasan Axel, teman kakaknya itu memanggil Nadya dengan nama Gea.

Lihat selengkapnya