Past and Future

Lydia
Chapter #8

I Did It!

Shesyan berdiri menopang dagu di atas tembok depan kelasnya. Teman-temannya yang lain sudah masuk ke kelas. Matanya melihat murid-murid yang masih mondar mandir di lapangan. Istirahat memang belum selesai. Walaupun matanya menatap ke bawah tapi pikirannya melayang-layang. Sabtu kemarin dia dan teman-temannya jadi nonton bareng. Ia lihat Axel memang sudah tidak menghindari Gea. Namun bukan berarti mereka dekat kembali. Malahan kemarin itu mereka tidak ngobrol sama sekali. Setidaknya Axel sudah tidak masalah jika bertemu atau dekat dengan Gea.

Shesyan menghela napas panjang. Ia ikut senang melihat perubahan Axel. Sekarang dirinya lah yang harus diurusi. Dia harus bicara empat mata dengan Rhena, memberitahukan perasaannya. Sampai detik ini, ia yakin kalau Rhena adalah Ree yang ia cari-cari selama ini. Jadi menunggu apa lagi?

“..an.. Yan.. Shesyan!”

Shesyan menegakkan badannya dan menoleh dengan kaget. “Kampret! Kira gue siapa.” Gerutunya setelah melihat siapa yang memanggilnya. “Kenapa?”

“Lu ngapain sih di sini?” Dion menyandarkan badannya ke tembok di samping Shesyan. “Bengong lagi. Ngelamun jorok lu siang-siang gini?” lanjut Dion sambil terkekeh.

Shesyan mendelik padanya. “Ngga lah, sial.” Ia membalikkan badannya dan ikut menyandarkan badannya ke tembok. “Gue lagi mikirin sesuatu.” Gumamnya.

“Mikirin apa emang?” Rey ikut nimbrung.

Shesyan membuka mulutnya tapi kemudian ditutupnya lagi. Perlukah dia ngomong? Sepertinya boleh juga mendengar pendapat mereka. Secara selama ini dia selalu curhat hanya dengan Axel dan Peter. Ia berdeham. “Kalau lu suka sama cewek, perlu banget ngga sih nembak?” ucapnya perlahan.

“Iya lah..”

“Ngga.”

Shesyan menatap Dion dan Rey bergantian. Sedangkan kedua cowok di depannya itu juga saling bertukar pandang. Dion yang menjawab ‘iya’, sedangkan Rey bilang ‘ngga’. Shesyan hanya diam. Ia tahu mereka berdua pasti akan memberikan penjelasan padanya.

“Yang penting itu lu bilang lu suka sama dia dan dia juga suka sama lu. Kalau cuman nembak, ceweknya ngga demen sama lu juga bisa aja diterima.” Rey yang buka suara duluan. “Buat status doang..”

“Makanya biasa kan kita nembak karena kita udah yakin dia suka sama kita. Udah PDKT dulu. Kalau ngomong doang juga bisa aja aslinya ngga beneran suka sama kita.” Balas Dion.

“Ya, iya sih.. Sikap bisa bikin salah paham, ucapan bisa bohong. Kalau mau yah harus dilakuin dua-duanya.. Anggepannya nembak itu cuman buat konfirmasi kalau satu sama lain udah setuju buat jadian karena saling suka.” Sahut Rey. “Emang lu lagi suka sama siapa, Yan?”

“Itu—“

“Ehem!” Belum sempat Shesyan menjawab, dehaman seseorang di depan pintu kelas membuat mereka bertiga menoleh dan langsung terkejut. Bu Emma! “Istirahat sudah selesai dari tadi loh.. Kalian masih mau ngobrol di depan atau masuk ke dalam?” tanya Beliau sambil tersenyum sabar.

Refleks Shesyan melihat jam di tangannya. Sial, karena keasyikan ngobrol mereka jadi tidak dengar suara bel tanda istirahat selesai tadi. “Maaf Bu.” Ucap Shesyan pelan. Tanpa ada yang menyuruh, mereka bertiga pun langsung berjalan cepat masuk ke dalam kelas.

***

Axel melirik Shesyan yang sekarang hobi banget nongkrong di depan kelas. Berdiri sambil bersandar di tembok dengan mata menerawang. Entah apa yang ada di pikiran cowok satu itu. Dia tidak bercerita apa-apa. Saat istirahat atau pulang bareng pun sikapnya masih sama saja seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja selesai istirahat, kini Shesyan lebih suka berdiam diri di depan kelas. Axel hanya bisa geleng-geleng kepala dan berjalan menuju kelasnya. Sesaat sebelum masuk, ia sempat menoleh dan mengingatkan Shesyan kalau istirahat sebentar lagi selesai.

“Si Yan masih di luar, Xel?” tanya Dion saat Axel berjalan menuju bangkunya.

“Iya. Tau tuh dia jadi doyan bengong bego di luar.” Sahut Axel sambil terus berjalan.

“Dia masih galau kali.” Rey berkata pada Dion sambil ketawa. “Dari semenjak yang kemaren itu, gue liat mukanya masih suram aja.”

Axel berhenti melangkah dan menoleh ke Rey. “Galau? Emang si Yan lagi galau? Galau kenapa?” tanyanya.

“Masa lu ngga tau?” Rey malah balik bertanya. “Senin kemaren, eh, atau Selasa yah? Yah, pokoknya sekitar itu lah.. Si Yan nanya kalau suka sama cewek, mesti nembak atau ngga. Kayaknya doi lagi galau mau nembak cewek.”

Axel tersenyum. Ah, ternyata itu penyebab salah satu teman baiknya itu sekarang suka menyendiri.. Tak lama bel berbunyi. Ia pun pamit dan beranjak ke bangkunya. Sebelum guru masuk ke kelas, ia melihat Shesyan masuk ke kelas dan segera duduk manis di bangkunya. Sepertinya ia mendengar peringatan Axel walaupun tadi dirinya tidak merespon apa-apa.

“Yan, lu ngga mau ngajak si Rhena nge-date?” Axel berbalik menghadap Shesyan dengan tiba-tiba sampai Shesyan terperanjat kaget.

“Hah?” Shesyan hanya melongo. Jelas-jelas Rhena duduk di depan mereka, pasti dia mendengar pertanyaan Axel tadi. Ia melirik ke depannya. Atau ngga? Kayaknya Rhena dan Riken lagi asyik ngobrol sama Siska dan Eren yang duduk di depan mereka.

“Lu ngga mau ngajak si Rhe—“

Shesyan segera menoyor kepala Axel sebelum Axel menyelesaikan kalimatnya. Tadi Axel menyangka Shesyan tidak mendengar pertanyaannya, makanya ia mau mengulang pertanyaannya. “Lu belom pernah ngajak Rhena jalan berdua kan? Lu kan udah ada motor, udah enak kan kalau mau ngajak doi jalan.” Ujar Axel.

“Iya sih. Tapi.. Emangnya harus?” tanya Shesyan ragu-ragu.

“Harus lah!” seru Axel. “Kalau lu ngga gerak,” Axel menunjuk Rhena dengan dagunya. “yang itu juga diem aja, mau kapan lu berdua jadian? Gue rasa dia nungguin lu yang inisiatif duluan. Kita arrange aja jalan bareng, terus pas hari H-nya nanti gue sama Peter mendadak batal pergi. Jadi kan lu bisa berduaan tuh.. Gimana?”

Shesyan menyandarkan punggungnya ke bangku. “Kapan? Sabtu ini?”

“Boleh.” Jawab Axel.

Shesyan mengambil pulpen di mejanya dan memutar-mutarnya, berpikir. “Yaaaa, boleh juga sih..” ucapnya kemudian.

“Sip!” seru Axel. Ia mengambil hp di saku celananya dan langsung membuka website untuk melihat film yang sedang tayang minggu ini.

Shesyan melirik temannya yang sekarang sedang sibuk dengan hpnya itu. Sebetulnya kalau ngajak jalan doang sih dia juga berani ngajak Rhena langsung.. Tapi karena Axel yang buka omongan, ya sudah biarin saja. Ngga ada salahnya juga, dia jadi tidak perlu repot. Shesyan tersenyum dan mengalihkan pandangannya ke depan kelas.

***

Axel masih berkutat dengan hpnya padahal Shesyan dan Rhena sudah siap untuk keluar dari kelas. Meja mereka sudah bersih. Tas sudah diselempang di bahu. Rhena duduk di mejanya sambil menghadap ke belakang. Shesyan juga menghadap ke arah Axel sambil bersandar ke tembok dengan menyilangkan tangan di dada.

“Axell, lamaaa..” cetus Rhena sambil menggoyang-goyangkan kakinya tak sabar.

Lihat selengkapnya