“Ngga ada yang tau?” tanya Axel membuka pembicaraan. Matanya lurus ke Shesyan yang duduk di depannya. Peter yang duduk bersandar di lemari baju Shesyan ikut menoleh. Sedari tadi mereka fokus pada buku masing-masing.
“Apaan?” tanya Shesyan tidak mengerti.
“Tentang lu dan Rhena?” lanjut Axel.
“Oh. Ngga.” Jawab Shesyan sambil membalik halaman bukunya.
Axel menopang dagu, lalu nyengir. “Jadi.. Lu udah bilang lu suka sama Rhena dan dia juga bilang dia suka sama lu?” Kemarin Shesyan memang hanya cerita dia sudah bilang suka ke Rhena, tapi yah sudah itu doang.. Soalnya setelah itu mereka sibuk cari makan lalu lupa untuk membahasnya lagi.
Shesyan berhenti membaca dan menatap Axel. “Dia ngga ngomong apa-apa sih waktu gue bilang gue suka sama dia..” ucapnya pelan. “Tapi kalau dari sikapnya sih..” Shesyan tidak melanjutkan kata-katanya. Bingung juga mau ngomong apa.
“Itu yang mau dikonfirmasi langsung sama si Rhena bukan? Dari sikapnya selama ini sih.. ya, emang keliatan sih kalau dia suka sama lu.. tapi…” Axel mengangkat bahu.
“Bukan dari sikapnya selama ini juga.” Shesyan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Tapi dari sikapnya waktu itu..” Suara Shesyan semakin mengecil.
“Maksudnya?” Axel mengernyitkan kening, bingung.
“He kissed her.” Celetukan Peter membuat Shesyan dan Axel menoleh padanya.
“HAH!?” Mata Axel melotot saking kagetnya.
Shesyan melongo menatap wajah temannya itu. “Lu tau dari mana?” tanya Shesyan bingung. “Bentar. Gue belom pernah cerita ke siapa-siapa. Berarti Rhena yang cerita ke lu? Kapan dia cerita?” cecar Shesyan.
“Dia ngga cerita apa-apa. Dia cuman jawab apa yang gue tanya. Kapannya yah pas Axel nanya ke lu, gue nanya ke Rhena.” Jawab Peter santai.
Shesyan kembali bengong. Kok bisa? Diinterogasi seperti apa Rhena sampai Peter tahu kalau ia mencium Rhena?
“Kok lu ngga cerita-cerita ke gue?” gerutu Axel.
Peter mengangkat bahu, seakan itu bukan hal penting. “Lupa.”
Axel mendengus. Lupa atau memang ngga mau cerita? Ia mengalihkan pandangannya ke Shesyan. “Lu utang cerita sama gue.” Ujarnya.
Shesyan menghela napas panjang. Ia menoleh ke Peter yang cuman bisa senyum-senyum ngga jelas. Ia beralih menatap buku Matematikanya yang masih terbuka. Oke, sepertinya belajar untuk UTS besok cukup sampai di sini. Ia kembali menatap Axel yang masih memandanginya dengan ekspresi penasaran yang tidak ditutup-tutupi sama sekali. Ia menghela napas sekali lagi. “Jadi gini…”
***
“Sorry yah, Nad, gue ngga tau lu ngga suka film horror..” ucap Rhea pelan sekeluarnya mereka dari studio bioskop. Hari ini hari terakhir UTS. Ia mengajak Nadya dan Jenny untuk nonton bareng. Sayang Jenny tidak bisa ikut karena sudah ada janji ketemu dengan teman-teman SMP nya. Ia juga mengajak Rhena. Dan seperti biasa, Rhena mengajak Shesyan, Axel, juga Peter. “Lu ngga ngomong juga sih tadi..” lanjut Rhea.
Gea tertawa. “Iya, ngga apa-apa kok.” Ujarnya.
“Mestinya tadi kamu ngomong.” Axel ikut buka suara. Matanya lurus melihat Gea. “Dari dulu kan kamu ngga bisa nonton film horror.”
“Aku kan udah bilang ngga apa-apa.” Balas Gea gemas. Toh, sudah nonton juga..
“Nontonnya sambil merem.” Ledek Axel. “Emang kamu ngerti ceritanya?”
“Ngerti. Aku nonton kok..” cetus Gea tidak mau kalah. Ketika dilihatnya Axel sudah mau mengejeknya lagi, Gea mendekatinya dan mencubit lengannya pelan. “Gitu? Kak Axel sekarang hobi yah ngeledekin aku?” ujarnya. Suaranya sedikit agak tinggi namun tidak ada nada kesal di dalamnya. Malahan mulut Gea menyunggingkan senyum tipis.
Axel dan Gea asyik bercanda ria tanpa menyadari teman-teman mereka memerhatikan tingkah laku mereka dengan raut bertanya. Terlebih Rhena dan Rhea yang tidak mengetahui hubungan masa lalu mereka berdua.
“Kok Axel tau lu ngga suka film horror?” tanya Rhea setelah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
“Lagian lu berdua kok ngomongnya pake aku-kamu?” Rhena menambahkan. Bingung.
Axel dan Gea berhenti ngobrol lalu saling memandang satu sama lain. Lama mereka terdiam. Tidak menjawab. Tidak menjelaskan. Karena apa pun yang keluar dari mulut mereka pasti akan menimbulkan pertanyaan lain.
“Ehm.” Peter terdeham agak kencang. Semua mata pun beralih ke arahnya. “Dari sini mau ke mana? Jalan-jalan lagi? Atau ngapain?”
“Makan!” Sambut Rhena semangat.
Shesyan ketawa, lalu merangkul Rhena. “Lu tuh yah.. Ngga ada kenyangnya.” Ujarnya sambil mencubit pipi Rhena. “Nanti nih pipi jadi chubby yang ada..”
“Biarin!” cetus Rhena.
“Lu pacaran sama dia?” tanya Rhea sambil menunjuk Shesyan.
Rhena mengangkat kedua alisnya, lalu menoleh ke Shesyan. “Pacaran ngga yah?”
Peter menoleh ke Rhea dan langsung tertawa melihat wajahnya yang cemberut-cemberut sinis mendengar jawaban Rhena yang ngga jelas. Ia merangkul Rhea. “Daripada lu manyun begitu, mendingan kita jalan. Cuekin aja dua couple ngga jelas itu.” Ujarnya masih dengan sisa tawanya. Peter mulai berjalan dan Rhea mengikuti tanpa protes.
Axel dan Gea kembali saling pandang kemudian tanpa ada yang menyuruh, mereka berjalan beriringan menyusul Peter dan Rhea namun tidak lagi bercanda seperti tadi. Mereka hanya berjalan dalam diam, mendadak merasakan keanehan dari kedekatan mereka tadi. Axel termenung. Selama ini dia menghindari Gea dan walaupun sudah bisa menyapanya tapi dia tidak pernah menyangka ia bisa ngobrol dengan sebegitu akrab dengannya. Dan ia tidak bisa menyangkal, ia menikmati saat ia ngobrol juga bercanda dengan Gea.
Shesyan dan Rhena beda lagi. Shesyan masih merangkul Rhena dan sekarang Rhena sedang memeluk pinggang Shesyan. Mereka berjalan paling belakang.
“Kenapa ngga bilang aja kita pacaran?” tanya Shesyan.
“Hm?” Rhena menoleh pada Shesyan yang sedang memandangi wajahnya. Setelah sadar kalau Shesyan membahas jawabannya saat Rhea bertanya tadi, ia pun menyahut. “Emang kita pacaran?”
Kaget mendengar pertanyaan Rhena, Shesyan langsung berhenti berjalan, mematung, dan melepas rangkulannya perlahan. “Jadi selama ini cuman gue yang..”
Sebelum Shesyan melanjutkan kata-katanya, Rhena sudah tertawa terlebih dahulu. Ia tidak menyangka reaksi Shesyan akan sepanik itu. Ia menarik lengan Shesyan yang tadi sudah melepas rangkulannya. “Bercanda kaliii..”
Shesyan menghela napas panjang mendengar ucapan Rhena. Sejak kapan Rhena jadi iseng gini? Eh, bentar.. “Gue udah pernah bilang kalau gue suka sama lu, tapi lu belom pernah ngomong.” Todong Shesyan. Ia menatap wajah Rhena dengan raut serius. “Gue suka sama lu, Ree.” Ujar Shesyan pelan. “Lu gimana?”
Rhena terdiam. Tidak menyangka Shesyan akan menanyakan hal sensitif itu. Wajahnya sedikit memerah. Ia merasa canggung.
“Kok ngga dijawab?” desak Shesyan melihat Rhena terdiam.
“Lagian..” Rhena melepas tangan Shesyan dengan sedikit kasar.