“WC-nya lagi dibongkar, Kak. Harus ke lantai 2.”
Axel menoleh. “Oh, oke thank you..” ujar Axel sambil tersenyum. Cowok tidak dikenal, kemungkinan anak kelas X, yang sudah berbaik hati memberitahukan dia pun membalikkan badannya dan pergi. Ia ikut berbalik lalu berjalan santai ke lantai 2. Ia melirik ke lapangan. Shesyan dan Peter sudah kembali bermain basket dengan kakak kelas. Ia mengalihkan pandangannya ke pinggir lapangan. Aneh rasanya tidak melihat sosok Rhena di sana. Rhena memang pulang duluan tadi. Entah kenapa tapi rasanya Rhena semakin jarang nongkrong dengan mereka akhir-akhir ini.
Sesampainya di WC lantai 2, Axel langsung masuk ke salah satu bilik. Seperti biasa, setelah keluar dari bilik WC, ia ke wastafel dan mencuci tangan. Sambil merapikan rambut dengan tangannya yang masih basah, ia keluar dari WC. Matanya memandang lurus ke depan dan baru saja ia mau berbelok ke tangga ketika sudut matanya menangkap sosok yang ia kenal dengan baik. Ia berhenti berjalan, membalikkan badan, dan memicingkan matanya. Ternyata benar… Itu…
***
“Nad, lu yakin ngga mau ikut?” tanya Jenny.
“Iyaaa.” Jawab Gea sabar. Entah sudah berapa kali temannya itu bertanya hal yang sama. Kemarin mereka ada bahas mau jalan-jalan ke mall hari ini. Dan kemarin dia sudah bilang ngga janji. Baru tadi ia mengabarkan kalau ia tidak ikut pergi.
“Ngga seru deh..” gerutu Jenny. Ia melihat jam di hpnya. “Ya udah, jalan sekarang yuk..” Ajaknya ke Rhea dan Pipit yang berdiri di sampingnya.
“Ayo!” Pipit mengiyakan. Ia menggandeng tangan Jenny lalu pamit ke Gea.
“Duluan yah, Nad..” Rhea juga ikutan pamit.
Gea melambaikan tangan. Setelah melihat mereka berlalu, ia berjalan pelan ke spot biasa ia tongkrongi di balkon depan kelas XI-A2. Setelah menemukan objek yang biasa dia amati dari atas, senyum langsung mengembang di bibirnya. Daripada ke mall, ia lebih suka melihat dia bermain basket. Menit demi menit berlalu, ia tidak bergerak dari tempat itu. Sesekali ia meregangkan badan, melihat hpnya, kemudian kembali bersandar di tembok dan menonton yang sedang main basket di bawah. Jika dilihatnya ada orang yang ia kenal mengalihkan pandangannya ke arah dirinya, ia langsung menundukkan kepalanya.
Ia mengambil hp di saku roknya dan melihat jam. Mungkin ia harus pulang sekarang. Tapi… Ia menoleh dan memandangi wajah cowok itu dari jauh. Ia masih mau melihat dirinya. Gea masih setengah melamun melihat ke bawah hingga ia tidak sadar ada seorang cowok yang diam-diam menghampirinya. Ia berdiri beberapa langkah dari Gea dan menoleh untuk melihat wajah temannya itu. Ketika dilihatnya Gea sama sekali tidak menyadari kehadirannya, ia pun mendekati Gea sambil berdeham sampai Gea menoleh padanya.
“Eh, Vin.. Kaget gue. Kok tau-tau ada lu?” sapa Gea. Ia berdiri tegak dan menyerongkan badannya ke arah temannya itu.
Elvin tertawa. “Lu yang ngga sadar. Dari tadi udah gue pelototin juga. Lagi liatin apa sih lu?” tanyanya sambil melirik ke bawah.
“Ngga liat apa-apa.” Jawab Gea langsung. “Kok lu belom balik?” ucapnya berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Abis ngerjain tugas kelompok tadi di perpus. Lu sendiri kok belom balik?”
Gea terdiam sesaat. “Ng. Lagi males aja balik.” Jawabnya kemudian sambil nyengir.
Elvin menyandarkan satu lengannya di atas tembok. “Hmm.” Gumamnya. Pasti ada alasan lain. “Masih belom mau balik?”
“Nih baru mau balik..” jawab Gea.
“Yakin?” tanya Elvin iseng.
“Kenapa nanya begitu?” Gea balik bertanya sambil mengernyitkan dahi.
“Gebetan lu udah balik juga?” lanjut Elvin. Matanya sengaja melirik sekali lagi, hanya sekilas, ke bawah sebelum kembali melihat wajah Gea.
“Gebetan apaan?” elak Gea. Ia menoleh ke tempat lain untuk menghindari bertatapan mata dengan Elvin.
Elvin tertawa kecil. “Gue tau kok, Nad, lu punya gebetan.”
Gea menoleh dengan cepat dan melongo. “Hah?”
“Anak basket kan?” tembak Elvin.
Gea bengong menatap Elvin. Dari mana…
“Gue tau lu suka ngeliatin yang maen basket.” Ujar Elvin seperti tahu apa yang di pikiran Gea. “Yang gue bingung, kayaknya gue sering liat si Rhena sama si Jenny nontonin yang lagi maen basket juga di bawah. Kenapa lu ngga bareng ama mereka?”
“Elvin!” seru Gea tertahan. Ia refleks memegang lengan Elvin dan menariknya mendekat. “Kok lu tau sih?” tanyanya heran. “Maksud gue, kok lu tau gue suka ngeliatin yang maen basket?” Ralatnya sebelum Elvin salah paham.
“Tau lah..” ujar Elvin sambil mengulum senyum. Melihat Gea yang masih kebingungan, ia tertawa. “Kan gue suka merhatiin lu, Nad. Ngga sadar?” isengnya.
“Ngga.” Jawab Gea langsung. Dia sudah terbiasa dengan perlakuan temannya itu. Elvin memang sudah dikenal dengan mulut manis dan keisengannya. Gea melepas pegangan tangannya dan membetulkan posisi tas selempangnya. “Udah ah, gue mau balik..” ujarnya sembari siap-siap untuk berbalik.
Tanpa pikir panjang, sebelum Gea berbalik sempurna, tangan Elvin bergerak untuk merangkul Gea. “Lu balik naek apa?” tanyanya. Sudut matanya melirik Gea sedetik tapi kemudian matanya melihat ke depan dan menyadari ada seseorang yang langsung membuang muka. Dilihatnya cowok itu berjalan cepat menuju tangga lalu turun ke lantai 1.
Gea menoleh ke Elvin. “Naek angkot.” Jawabnya.
“Hm.” Gumam Elvin. “Lu liat ngga?”
“Apaan?”
“Oh, ngga apa-apa.” Elvin diam sebentar. “Gue anterin lu balik deh..”
“Serius? Asyik!”
Mereka menuruni tangga dalam diam. Ketika mereka jalan di pinggir lapangan SMP, Gea sempat melirik ke lapangan SMA. Lapangan SMP dan SMA dipisahkan dengan taman kecil di tengahnya. Mereka masih di sana dan cowok yang menjadi perhatiannya sedang berdiri diam. Ia berdiri menghadap ke taman kecil namun wajahnya menunduk, ke arah teman-temannya yang duduk di depannya. Beberapa kali Gea mencuri pandang ke arahnya, tapi cowok itu sama sekali tidak menyadari. Entah dia harus bersyukur atau kecewa.
“Btw, Vin..” Gea buka suara setelah melewati gerbang sekolah. Setelah Elvin menoleh padanya, ia melanjutkan, “Lu jangan cerita ke siapa-siapa yah..”
Elvin mengernyitkan dahi. “Cerita apaan?”
“Yah.. Kalau gue suka nonton basket dari lantai 2. Apalagi ke Rhea sama Jenny.”
“Oh, itu.. Iya, iya. Berarti kalau tentang gebetan lu yang anak basket itu ngga apa-apa kalau gue cerita?” iseng Elvin.
“Gebetan apa sih?” gerutu Gea. “Itu bukan gebetan gue.” Ucapnya pelan.