Rhea mengamati Rhena yang sedang membereskan tasnya. Dilihatnya Rhena sudah memakai pakaian pergi. Ia mengernyitkan dahi. “Lu mau kemana?” tanyanya penasaran. Mereka sedang menikmati liburan kenaikan kelas. Mereka akan berangkat jalan-jalan tapi itu besok lusa. Seharusnya hari ini mereka tidak ada kegiatan apa-apa kecuali packing untuk jalan-jalan nanti. Tapi biasanya itu mereka lakukan sehari sebelum berangkat, yaitu besok.
“Jalan-jalan.” Jawab Rhena singkat tanpa menoleh.
“Nge-date sama Shesyan?” tanya Rhea lagi.
“Bukan sama Shesyan kok..” sahut Rhena. Ia menyelempangkan tasnya dan membalikkan badan. “Gue berangkat dulu yah..” Tanpa menunggu jawaban Rhea, ia pun keluar dari kamar.
***
Rhena menoleh ke dalam Starbucks, mencari seseorang. Tapi yang dicari tidak ketemu. Dilihatnya jam di hpnya. Sudah lebih 10 menit dari waktu janjian. Ia mengalihakan pandangannya ke menu di counter. Sambil menunggu, ia pun memesan minum lalu duduk di kursi yang kosong.
“Ree. Udah lama?” Kata-kata itu membuat Rhena mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk untuk menonton youtube. Ia tersenyum cerah.
“Baru kok.” Jawab Rhena. “Lagian udah biasa kalau lu telat.” Lanjutnya sambil tertawa.
Axel duduk di depan Rhena. “Sorry, sorry. Cari parkirnya susah, penuh.”
“Ngga pesen?” tanya Rhena.
“Udah.” Sahut Axel. Mereka terdiam sesaat. Axel berdeham. “Sorry gue minta ketemu padahal lagi libur gini.” Ucap Axel memulai percakapan. “Ada sesuatu yang perlu gue ceritain ke lu.” Axel menatap Rhena yang juga tengah menatap dirinya.
“Apa?” Hanya 1 kata itu yang ditanyakan oleh Rhena. Sebetulnya ia bisa saja bertanya, ‘kenapa harus sekarang ceritanya? Memangnya ngga bisa nunggu masuk sekolah?’ Tapi rasa penasarannya lebih kuat dibandingkan pertanyaan-pertanyaan itu.
Axel menautkan jari-jarinya. “Lu inget kan lu pernah liat foto cewek di dompet gue?” tanya Axel. Dilihatnya Rhena menganggukkan kepalanya. “Lu ngga tau itu foto siapa?”
“Mana gue tau.” Sahut Rhena langsung.
Axel tersenyum tipis. Diambilnya dompetnya dari saku celana. Dikeluarkannya foto yang dimaksud dan disodorkannya ke Rhena. Rhena mangambilnya dengan wajah bingung. “Lu tau orangnya kok.” Ujar Axel sembari berdiri. Namanya sudah dipanggil sedari tadi. Ia pergi mengambil minumannya, membiarkan Rhena yang sedang sibuk mengamati foto di tangannya.
Rhena mengernyitkan dahi. Dipelototinya wajah di foto itu. Dia tahu orangnya? Siapa? Cewek itu difoto dari samping, itupun dari jarak yang tidak terlalu dekat. Ng? Rhena mendekatkan foto itu ke wajahnya. Apa mungkin cewek difoto ini…
Ia menoleh ke Axel yang baru kembali dengan minuman di tangan. “Gea?” tembaknya langsung, bahkan sebelum Axel duduk.
“Itu lu tau.” Ujar Axel sambil menghempaskan badannya di kursi. Diteguknya minumnya sedikit, kemudian ia taruh di meja. “Selama ini lu ngga sadar kalau foto itu foto Gea?”
Rhena menggeleng. Dikembalikannya foto itu ke Axel yang langsung menaruhnya kembali di dompet. “Gue kan cuman pernah liat sekali.. Itu juga cuman sebentar.” Ia diam, menunggu. Berarti cerita yang dimaksud Axel itu pasti ada hubungannya dengan Gea.
“Gea itu mantan gue.” Ujar Axel perlahan. Ia tersenyum kecil melihat ekspresi kaget di wajah Rhena. “Gue pacaran sama dia waktu SD akhir.”
Rhena melongo. “SD!?” ulangnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hebat! Dari dulu lu udah disukai banyak cewek yah?”
Pertanyaan Rhena membuat Axel kembali tersenyum. “Kebalikannya. Jadi dulu itu…”
***
Axel duduk di depan kelasnya dalam diam. Matanya fokus ke lapangan. Anak-anak cowok kelasnya sedang asyik bermain basket. Ia tidak diajak. Ia ingin ikut bermain tapi tidak punya keberanian untuk minta ikut. Jadilah ia hanya duduk diam menikmati permainan basket itu dengan matanya.
Perhatiannya tercurah ke permainan basket teman-temannya sampai ia tidak menyadari ada 2 orang cewek membawa buku melewati tempatnya duduk sambil berbisik-bisik. Pandangan kedua cewek itu juga seperti Axel, terfokus ke lapangan. Tapi bukan berarti Axel yang duduk diam di pinggiran luput dari perhatian mereka.
“Lu liat ngga, Nad, cowok yang tadi? Yang pake kacamata terus jerawatan? Kuper banget yah.. Yang laen maen basket, dia duduk bengong gitu sendirian.” Cewek yang rambutnya digerai itu berbisik ke cewek sebelahnya yang dikepang 2.
Cewek kepang itu menoleh ke belakang lalu melirik ke dalam kelas 6-A yang hanya berisikan segelintir siswa. “Itu di kelas juga banyak yang ngga ikut maen.” Sahutnya.
Cewek yang rambutnya digerai itu menoleh ke kelas yang dimaksud. “Iya, tapi mereka tetep ngegrup kan, ngobrol.. Lah dia cuman sendirian, ngga ada temen gitu.”
“Hm.” Cewek kepang itu hanya bergumam tanpa memberi komentar lebih lanjut.
Sampai mereka sudah selesai menaruh buku-buku tugas kelasnya dan berjalan kembali menuju kelasnya, Axel masih duduk di sana. Sendiri. “Tuh, liat.. Dia masih sendirian aja, ngga ada yang nemenin. Kasian.” Cewek kepang itu mendengar temannya kembali berbisik padanya sebelum mereka melewati Axel. Kali ini ia diam tidak menanggapi.
Cewek kepang itu memerhatikan Axel dengan saksama. Kacamatanya sepertinya agak tebal. Pipinya kemerahan karena jerawat. Rambutnya dibiarkan acak-acakan. Ia mengalihkan pandangan ke arah mata Axel tertuju. Serius amat ngeliatin teman-temannya main basket? Kalau sebegitu maunya ikut main, kenapa ngga minta ikutan? Saking seriusnya, sampai ia yang memerhatikan dia terang-terangan ini pun tidak disadari olehnya. Cewek kepang itu membuang muka. Mungkin dia memang kuper, seperti kata Dini.
***
Axel melangkah maju tapi kemudian mundur lagi. Kantin yang hanya sepetak kecil itu sedang ramai sekali hari ini. Ia yang cuman ingin membeli roti jadi kewalahan sendiri. Entah sudah berapa orang yang melewati dirinya untuk membeli sesuatu. Ah, sudah lah.. Ngga jadi saja. Axel berbalik dan tanpa sengaja menabrak seseorang.
“Maaf.” Ucap Axel pelan sambil melihat yang ia tabrak. Ia tertegun. Cewek itu. Cewek yang kemarin lewat saat kelasnya jam pelajaran olahraga. Cewek itu menatap dirinya dalam diam. Merasa tidak ditanggapi, Axel menundukkan kepalanya dan kembali berjalan.
“Kakak mau beli apa?” Pertanyaan cewek itu, yang kali ini dikuncir 1, membuat langkahnya berhenti. Axel menoleh. Wajah cewek itu lurus menatap dirinya. Berarti benar dia yang ditanya. “Sekalian aja aku beliin.” Lanjut cewek itu.
Cewek satunya, yang kemarin juga bersama cewek kuncir 1 itu melongo melihat temannya mengajak ngomong dirinya. Tapi karena masih berhadapan dengan cowok itu, ia memilih diam. Dia kan lebih suka membicarakan orang di belakang, bukan saat bertatapan muka seperti ini..
“Ng. Ga.. Ngga usah kok.” Jawab Axel terbata-bata.
“Kakak mau beli apa?” ulang cewek kuncir 1 itu.
Axel mengalihkan pandangan. “Roti.” Jawabnya pelan tanpa menatap cewek itu.
Cewek itu berbalik dan sudah mau melangkah ketika teringat sesuatu. Ia kembali melihat Axel. “Tunggu yah!” serunya. Setelah itu barulah ia berjalan ke kantin, masih dengan teman ceweknya yang segera mengikuti.
Axel diam. Tadi kan dia sudah mau kembali ke kelas.. Sekarang dia disuruh tunggu oleh cewek yang tidak ia kenal. Adik kelaskah dia? Dia memanggil dirinya ‘kakak’. Axel termenung. Kemarin dia sempat melihat 2 cewek itu setelah melawati dirinya, tapi ia tidak memerhatikan mereka masuk kelas mana.
Axel masih dengan pikirannya sendiri ketika ada yang melambai-lambaikan sebungkus roti persis di depan wajahnya. Ia mendongak. Cewek kuncir 1 itu tersenyum. Disodorkannya roti itu ke Axel. “Ini rotinya, Kak.” Ujarnya.
Diterimanya roti itu dengan ragu. “Makasih.” Gumam Axel. Ia lihat roti itu rasa keju, yang sebetulnya tidak terlalu ia suka. Tapi karena sudah dibelikan… Ah, ia menoleh dengan cepat namun di depannya sudah tidak ada orang. Ia memerhatikan sekitar. Cewek itu sedang berjalan dengan temannya sambil ngobrol. Dilihatnya lagi roti di tangannya. Dia belum memberikan uang ke cewek itu.
Tanpa sadar, Axel menoleh lagi untuk melihat cewek kuncir 1 itu. Kali ini cewek itu juga melihat dirinya dan tersenyum. Setelah itu, ia kembali menghadap ke depan. Axel tertegun. Dadanya terasa hangat.